Al Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘alaih dari Umar bin Khathab. Beliau bersabda:
إِنَّ هَذَاالْقُرْأَنَ أُنْزِلَ
عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَؤُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ (متفق عليه)
Artinya; “Sesungguhnya al Qur’an ini diturunkan dalam tujuh huruf.
Maka, bacalah olehmu apa yang mudah darinya.” (H.R. Muttafaqun ‘alaihi dari
Umar bin Khathab)
Menurut para ulama’ kata tujuh huruf dalam hadis ini tidak menunjuk
kepada arti bilangan. Artinya bukan al Qur’an diturunkan dalam tujuh macam
bacaan sebagaimana arti harfiyah hadis diatas. Akan tetapi para ulama’ lebih
memahami bahwa tujuh disini menunjuk pada jumlah yang banyak. Ia mempunyai
makna keriganan, kemudahan, dan keluasan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
masyarakat Arab terdiri dari berbagai suku dan kabilah, di mana masing – masing
kabilah tersebut memiliki sejumlah perbedaan dalam kosa kata dan logat, maka
sangat terbuka kemungkinan adanya perbedaan dalam bacaan. Dan inilah
fleksibilitas al Qur’an.
Dari pemahaman ini muncullah istilah qira’at sab’ah (bacaan al
Qur’an yang tujuh) dan qira’at ‘asyrah (bacaan al Qur’an yang sepuluh). Istilah
qira’at kemudian disandarkan kepada imamnya. Misalnya, ada salah seorang imam
qira’at bernama Ashim bin Abi al Najud al Kufi, maka qira’atnya disebut dengan
qira’at ‘Ashim.
Tujuh Imam Qira’at dan perawinya yang terkenal dalam qira’at sab’ah
berikut para perawinya adalah;
1.
Nafi’,
Abu Ruwaim bin Abdirrahman al Laitsi al Madani (w.169 H)
-
Qalun,
Abu Musa Isa bin Mina bin Wardan (w. 220 H)
-
Warsy,
Abu Said Utsman bin Said al Mishri (w. 197 H)
2.
Ibnu
Katsir, Abdullah bin Katsir bin Amr al Makki (w. 120 H)
-
Al
Bazzi, Ahmad bin Muhammad Abul Hasan (w. 250 H)
-
Qumbul,
Muhammad bin Abdirrahman al Makki (w. 291 H)
3.
Abu
Amr, Zabban bin al Ala’ al Bashri al Tamimi (w. 154 H)
-
Al
Duri, Hafsh bin Umar bin Abdil Aziz al Baghdadi (w. 240 H)
-
Al
Susi, Abu Syu’aib Shalih bin Ziyad al Raqqi (w. 261 H)
4.
Ibnu
Amir, Abdullah bin Amir al Yahshabi al Syami (w. 118 H)
-
Hisyam,
Abul Walid bin Ammar bin Mashir al Dimasyqi (w. 245 H)
-
Ibnu
Dzakwab, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad (w. 242 H)
5.
Ashim,
Abu Bakar bin Bahdalah bin Abi al Najud al Kufi (w. 127 H)
-
Syu’bah,
Abu Bakar bin Ayyasy bin Salim al Kufi (w. 193 H)
-
Hafsh,
Abu Umar bin Sulaiman bin al Mughirah al Kufi (w. 180 H)
6.
Hamzah
al Zayyat bin Habib bin Imarah al Kufi (w. 156 H)
-
Khalaf,
Abu Muhammad bin Hisyam al Baghdadi (w. 229 H)
-
Khallad,
Abu Isa bin Khalid al Syaibani al Kufi (w. 220 H)
7.
Al
Kisa’I, Abul Hasan Ali bin Hamzah bin Abdillah al Kufi (w. 189)
-
Abul
Harits, al Laits bin Khalid al Marzawi al Baghdadi (w. 240 H)
-
Al
Duri, Hafsh bin Umar bin Abdil Azis al Baghdadi (w. 240 H)
Sedangkan tiga imam qira’at lain beserta dua perawinya yang melengkapi
sebagai qira’at ‘asyrah, yaitu:
8.
Abu
Ja’far, Yazid bin al Qa’qa’ al Makhzumi al Madani (w. 130 H)
-
Ibnu
Wardan, Isa bin Wardan al Madani Abul Harits (w. 160 H)
-
Ibnu
Jammaz, Sulaiman bin Muhammad al Madani (w. 170 H)
9.
Ya’kub,
Abu Muhammad bin Ishaq bin Yazid al Bashri (w. 205 H)
-
Ruwais,
Muhammad bin al Mutawakkil al Bashri (w. 205 H)
-
Rouh,
Abul Hasan bin Abdil Mukmin al Hudzali al Bashri (w. 234 H)
10.
Khalaf
al Asyir, Abu Muhammad bin Hisyam al Baghdadi (w. 229 H)
-
Ishaq,
Abu Ya’kub bin Utsman bin Abdillah al Baghdadi (w. 280 H)
-
Idris,
Abul Hasan bin Abdil Karim al Haddad al Baghdadi (w. 292 H)
Para imam qira’at ini diikuti oleh umat islam. Di Indonesia imam
qira’at yang diikuti oleh mayoritas umat muslim adalah qira’at Ashim riwayat
Hafsh. Mudah – mudahan Allah menjadikan kita sebagai ahlul qur’an dan pecinta
al Qur’an sehingga kita berhak mendapatkan syafaat al Qur’an besok di hari
kiamat. Semoga bermanfaat. Amin…
Komentar
Posting Komentar