Sudahkah Kita Berbenah Diri?


Sudahkah Kita Berbenah Diri?


Di beranda-beranda facebook dan group WA banyak bertebaran ucapan selamat tahun baru. Ya, ternyata waktu telah menjawab dan menunjukkan kepada kita bahwa saat ini kita berada di tahun yang berbeda dari siang tadi, tahun baru hijriyah. System penanggalan Islam yang secara resmi ditetapkan khalifah Umar Ibnu Khattab saat beliau menjabat sebagai Amirul Mukminin.

Beragam status di unggah dan diuploud oleh ribuan bahkan mungkin jutaan orang. Hampir-hampir setiap group yang ada di WA juga tidak ketinggalan handai tolan dan para sahabat mengucapkan selamat tahun baru. Entah, saya tidak tahu pasti makna dibalik ucapan tersebut. Apakah rasa bahagia, atau hanya sekedar berbasa-basi sebagai bentuk peng-khabar-an bahwa dia tahu bahwa saat ini telah berganti tahun, tahun 1439 H menjadi 1440 H. 


Terlepas dari semua hiruk-pikuk para peng-khabar-an yang padat merayap diberbagai beranda dan status, kiranya da hal penting yang perlu untuk kita tanyakan pada diri kita, sudahkah kita berbenah?

Tahun baru sejatinya adalah khabar dari masa untuk kita semua, bahwa usia perjalanan hidup yang kita jalani sudah berkurang setahun lagi. Jatah hidup yang diberikan Allah untuk kita, sejatinya semakin berkurang dengan bergantinya hari, bulan dan tahun. Ibarat seorang yang menyewa rumah sebagai tempat tinggalnya, tentu semakin dekatnya pada habisnya masa sewa menjadikannya semakin berpikir, adakah biaya untuk memperpanjang sewa? Atau kalau dia harus meninggalkan rumah yang selama ini disewanya, kemana ia mesti mencari dan adakah biaya untuk menyewanya?

Lantas, sudahkan semua itu tertanam pada diri kita sebai seorang hamba yang nantinya akan kembali kepada-Nya? Mempertanggung jawabkan semua perilaku kita selama di dunia. Sudahkah kita persiapkan diri dengan amal baik, dan segala bentuk ketaatan kepada-Nya untuk mendapatkan ridla-Nya? Yakinkah kita akan kembali kepada-Nya dengan husnul khatimah?

Di pergantian tahun baru, selayaknya kita berbenah diri dalam semua aspek kehidupan. Tidak hanya sekedar mengucapkan kata ‘selamat tahun baru!’, akan tetapi bagaimana kita membenahi diri menjadi sosok pribadi yang baru. Pribadi yang semakin baik dari waktu ke waktu. Pribadi yang semakin tunduk patuh pada perintah Yang Maha Satu. Pribadi yang semakin peka terhadap sesama, siap membantu sesama dikala mampu tanpa kemudian merendahkan martabat yang dibantu. Menjadi pribadi yang semakin merunduk tawadlu’ sadar akan berbagai kekurangan yang ada pada diri. Menyadari bahwa semua tidak lain adalah titipan dari-Nya yang Maha di atas segala maha.

Bait-bait syair KH Musthofa Bisri kiranya patut untuk menjadi bahan renungan. Coba tanyakan pada diri kita, benarkah kita seorang mukmin? Seorang yang beriman kepada-Nya dengan keimanan yang benar. Keimanan yang merasuk ke dalam hati, bukan hanya sebatas pada lisan yang seringkali diobral dalam bahasa percakapan. Sudahkan iman kita menjadi iman musyahadah yang sesungguhnya, atau hanya iman yang sebatas cerita belaka.

Kawan, musliminkah kita? Benarkah kita seorang muslim yang mampu menyelamatkan saudara-saudara kita dari gangguan lisan, tangan, mata, dan hati kita? Sudahkah orang-orang disekeliling kita merasa aman dan nyaman ada di dekat kita? Atau sebaliknya, mereka merasa resah dan gundah gulana karena keberadaan kita? Sudahkan iman kita menyentuh hati orang lain sehingga hatinya tergerak untuk kembali kepada Allah? Atau sebaliknya dibalik tausiyah yang terucap dari lisan justru menjerumuskan ke dalam kemaksiatan?

Muttakinkah kita? Selayaknya kita bertanya pada diri, benarkah titel itu sudah melekat pada diri kita? Benarkah shalat, zakat, shadaqah, nasihat dan petuah yang kita berikan merupakan bentuk ketaqwaan kita kepada-Nya? Atau hanya sekedar tempat bagi kita berlindung dari berbagai cercaan orang, biar dianggap sebagai seorang shalih dan shalihah yang patut dihormati dan dihargai. Tingginya titel yang kita sandang menjadikan kita sebagai seorang congkak, takabbur, merenggut sifat-sifat keagungan Tuhan, seolah patut bersanding dengan-Nya. Na’udzu billah…

Mukhlisinkah kita? Benarkah kata ikhlas yang terucap dari lisan, merupakan bukti tulusnya hati kita? Atau hanya sebagai pelindung, agar kita tidak dianggap sebagai seorang bakhil bin medit?

Tahun baru adalah momentum di mana kita mesti koreksi dan berbenah diri. Selama setahun ke belakang, adakah ketaatan kita lebih banyak dibandingkan ke maksiatan yang kita lakukan. Selayaknya kita koreksi sebagai bahan untuk berbenahh diri.

Pergantian tahun bukan hanya tradisi tanpa makna. Tetapi, ia bagaikan tabir penyingkap rahasia. Para penyair mengatakan:

ستبدى لك الأيام ماكنت    جاهلا ويأتيك بالأخبار مالم تزود

Artinya: “Hari-hari itu akan menjelaskan kepadamu tentang apa yang sebelumnya tidak engkau ketahui. Dan ia akan datang kepadamu dengan membawa informasi yang belum engkau persiapkan.”

Pergantian tahun telah cukup mengabarkan pada diri kita apa yang sebelumnya tidak kita ketahui. Sesuatu yang dahulu menjadi rahasia, kini telah terbuka lebar sebagai kenyataan yang harus diterima. Tinggal, setahun kedepan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi dan kita alami selama setahun ke depan. Karena itu sekali lagi, tidak ada yang patut kita lakukan selain “Berbenah Diri, Menghadapi Tahun Baru Ini”.

Komentar