Birrul Walidain


Birrul Walidain
(Mujahadah Kubro Gelombang III/Kanak-kanak)
30 September 2018/Muharam 1440 H


Minggu, 30 September 2018, Allah masih memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada saya sekeluarga sehingga bisa menjejakkan kaki kembali di buni Kedunglo, tempat di mana Shalawat Wahidiyah dita’lif dan dikarang oleh Mbah K.H. Abdoel Madjied Ma’roef, Q.S. wa R.A. Rasa bahagia tak terkira menyelimuti hati bisa sowan sekaligus mensowankan keluarga kecil terutama anak-anak kepangkuan Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. guru Ruhani yang tiada henti dan bosan senantiasa mentarbiyah para pendheraknya untuk senantiasa ada di  barisan perjuangan suci “Fafirru Ilallah wa Rasulihi Saw”.


Kehadiran kami adalah dalam rangka mengikuti acara Mujahadah Kubro yang diselenggarakan setahun dua kali, yakni pada hari Jum’at pertama pada setelah tanggal 15 Muharram dan Jum’at pertama setelah 15 Rajab. Acara mujahadah kubro biasanya digelar selama empat hari mulai Kamis malam Jum’at hingga Minggu malam Senin. Dibagi menjadi lima gelombang, malam Jum’at gelombang panitia, malam Sabtu gelombang ibu-ibu, malam Minggu gelombang remaja, Minggu pagi gelombang kanak-kanak dan puncanya pada malam Senin gelombang bapak-bapak.

Mujahadah kubro dihadiri dan diikuti oleh seluruh pengamal Shalawat Wahidiyah baik dari dalam maupun luar negeri. Alhamdulillah semenjak kepemimpinan Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. perjuangan Wahidiyah mengalami perkembangan yang sangat pesat disegala bidang. Tidak hanya dalam urusan kesadaran kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw., akan tetapi bidang yang lain seperti ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya. Karena itulah perjuangan wahidiyah semakin mendapatkan tempat di tengah masyarakat nusantara dan dunia pada umumnya.

Pada kesempatan mujahadah kubro kali ini, Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. mengajak kepada semua yang hadir khususnya kanak-kanak agar senantiasa bersyukur kepada Allah Swt atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan, terutama nikmat Shalawat Wahidiyah. Di usia yang relative masih belia, kanak-kanak sudah dikenalkan kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw dengan mengamalkan Shalawat Wahidiyah di mana manfaat utamanya adalah untuk menjernihkan hati dan ma’rifat billah.

Akhir-akhir ini banyak sekali peristiwa yang terjadi disekitar kita yang menunjukkan banyaknya remaja usia muda yang terjebak dalam pergaulan yang salah. Mereka terjerumus pada pergaulan bebas, penyalahgunaan obat-obat terlarang hingga pemakain narkoba. Semua itu menunjukkan semakin rusaknya akhlak yang berdampak pada semakin jauhnya umat dan masyarakat dari Allah Swt wa Rasulihi Saw.

Oleh karena itu sudah seharusnya kanak-kanak membentengi diri dari akhlak yang tercela. Berusaha menjauhi segala bentuk perilaku maksiat kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. dengan semakin memperbanyak mujahadah, belajar giat dan mengaji. Kanak-kanak hendaknya mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin di masa mendatang dengan berakhlakul karimah dan mempersiapkan diri dengan bekal ilmu dan ketaqwaan.

Hal yang terutama harus dijaga oleh kanak-kanak adalah hak orang tua. Kanak-kanak jangan sampai menjadi anak yang durhaka dan berani pada orang tua. Orang tua adalah orang pertama yang wajib dihormati dan ditaati. Bahkan karena tingginya kedudukan orang tua, Allah Swt menggantungkan ridla-Nya pada ridla kedua orang tua. Jika orang tua ridla, maka hal itu menjadi tanda ridla Allah Swt. 

Beliau berpesan kepada kanak-kanak agar selalu menjaga perasaan orang tua. Jika kanak-kanak ingin menjadi orang yang sukses di dunia maupun di akhirat, maka kuncinya adalah dengan terus berbuat baik pada kedua orang tua.

Dikisahkan bahwa di zaman Nabi Ibrahim A.s. terdapat seorang pemuda yang taat kepada orang tuanya. Kedua orang tuanya cacat. Ayahnya buta dan ibunya telah lumpuh. Untuk mencukupi kehidupan ekonominya, dia bekerja keras ke kota. Karena kondisi orang tuanya yang lemah, maka pemuda ini memikul kedua orang tuanya. Ayahnya di belakang dan ibunya di depan, karena khawatir saat keduanya membutuhkan dia tidak bisa melayani.

Saat orang tuanya meninggal, Allah mengaugerahkan kepada pemuda ini sebuah rumah yang terbuat dari permata. Pemuda itu masuk dan permata itu diletakkan di dasar lautan atas izin Allah Swt. Semua kebutuhannya dipenuhi karena ketaatannya pada kedua orang tua. Hingga pada masa Nabi Sulaiman, ia memerintahkan pasukannya untuk mengangkat rumah tersebut, dan beliaupun mengetahui hal ihwal dari pemuda tadi.

Begitulah seorang yang taat kepada kedua orang tuanya, selalu menjaga hak mereka dan berbuat baik kepadanya. Allah akan memberikan kehidupan yang baik baginya selama di dunia, lebih-lebih saat ia kembali kepada Allah Swt.

Lain halnya dengan seorang yang berani durhaka pada kedua orang tuanya. Bagi mereka siksa yang pedih, baik selama hidupnya di dunia maupun kelak di hari kiamat.

Dikisahkan pada zaman Nabi Muhammad Saw. terdapat seorang pemuda bernama Alqamah. Sebelum menikah dia adalah seorang yang taat dan berbakti pada ibunya. Apapun yang diperintahkan oleh ibunya dia selalu melaksanakan dengan baik tanpa menunda apalagi menolak. Hingga pada satu saat dia terpesona dengan kecantikan seorang gadis yang kemudian dinikahinya.

Sang istri ternyata tidak suka pada ibu mertuanya yang tak lain adalah ibu Alqamah. Kecintaan yang membabi buta menyebabkan dirinya lupa dan menelantarkan ibunya. Hingga saat ia jatuh sakit dan ajal menjemputnya, ia tidak kunjung mati. Saat para sahabat menuntunnya dengan kalimat syahadat, ia pun tak sanggup mengucapkan.

Berita tersebut sampai pada Rasulullah Saw yang kemudian meminta para sahabat untuk mencari ibu Alqamah. Ibunya yang sakit hati tidak mau mengakui Alqamah sebagai anaknya. Berulang kali Rasul meminta pada ibunya supaya memaafkan Alqamah putranya, namun tetap saja sang ibu tidak mau memaafkannya. 

Rasul pun memerintahkan kepada para sahabat agar mencari kayu bakar dan membakar Alqamah di depan ibunya. Naluri seorang ibu, tidak tega melihat apa yang akan menimpa putranya hingga maafnya pun terlontar dari bibirnya yang tulus dari nurani terdalamnya sebagai ibu. Alqamah pun meninggal dengan mengucap syahadat di akhir hayatnya, sebab maaf yang diberikan ibunya.

Begitulah seorang yang tidak mau taat kepada orang tuanya, kelak akan mendapat adzab di sisi Allah Swt. Di kehidupan dunia, dia akan mengalami hidup yang serba sulit, sementara saat dia menghadap kepada Allah, dia akan menghadap dengan suul khatimah.

Sebagai pengamal wahidiyah, hendaknya senantiasa menjaga hak-hak kedua ornag tua. Berbuat baik kepada keduanya selama mereka masih hidup. Jangan sampai menyakiti hati keduanya. Ridla mereka adalah ridla Allah Swt. Ridla keduanya akan menjadi lantaran kita mendapat penghidupan yang baik di dunia, terlebih di akhirat.

Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...

Komentar