Ayo Menulis


Sabtu, 26 Oktober 2019
Kuliah Bersama Dr. Ngainun Naim, M.Hi

Banyak hal yang saya dapatkan di perkuliahan hari ini. Beliau memiliki banyak pengetahuan yang bisa ditularkannya bagi seluruh mahasiswa, utamanya berkaitan dengan tradisi yang digelutinya, “menulis”.

Menulis merupakan satu tradisi yang memiliki banyak manfaat bagi seseroang. Selain tradisi ini semakin memperkuat tradisi intelektual seseorang, memperbanyak khazanah pengetahuan dan sejenisnya, tradisi ini juga memberikan peluang bagi seseorang untuk hidup dalam “keabadian”.

Bagaimana bisa seseorang hidup dalam keabadian? Bukankah keabadian itu hanya milik Allah seorang? Ya, benar, keabadian hakiki hanyalah milik-Nya. Lantas apa yang saya maksudkan dengan keabadian ini?


Penulis memungkinkan seseorang hidup dalam keabadian, tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Boleh saja, jasad seseorang telah berada di dalam tanah. Tulang belulangnya hancur dimakan oleh lamanya usia ia disemayamkan. Akan tetapi, karya yang ditinggalkannya akan tetap menjadikanya dikenal oleh generasi setelahnya.

Ya, penulis hidup dalam keabadian dnengan karyanya. Ia mungkin saja tetap dikenal oleh banyak orang yang terpengaruh dengan gagasan dan pemikirannya. Gagasan dan pemikirannya ternyata melampaui usianya sehingga ia menjadi abadi di setiap generasi yang di situ namanya disebut.

Apakah kuliah hari ini membahas hal itu? Tentu tidak. Akan tetapi setidaknya hari ini beliau memompa lagi semangat saya untuk memulai kembali sesuatu yang telah lama tidur. Seolah yang disampaikan beliau hari ini, menggugah saya dari mimpi yang menjadikan saya “lelap” dalam keindahannya.

Hari ini, beliau memberikan banyak trik sehubungan dengan tradisi “menulis” yang ditekuninya. Beliau menunjukkan kepada saya dan kolega, catatan dan folder di laptopnya. Memberikan trik bagaimana caranya agar seseorang terlepas dari plagiasi, melakukan resum terhadap karya seseorang tanpa mencuri gagasan dan pemikirannya. Mengingatkan kepada saya, mengenai pentingnya untuk memaksa diri, “Paksakan diri” dengan sesuatu yang menjadi fokus kita. Ya, sempatkan meski hanya satu, dua paragraf dalam sehari.

Beliau juga mengutip pendapat dari “Joan Boalker” yang menyatakan bahwa, -seingat saya, “Jangan pernah memimpikan datangnya waktu luang kalau anda tidak menciptakannya”. Ungkapan ini merupakan kritik bagi siapa saja yang menggunakan dalih “kesibukan” sebagai alasan untuk tidak menulis.

Beliau juga menceritakan apa yang dituliskan oleh temannya, Moh Khoiri, dalam sebuah judul buku, “SOS, Sopo Ora Sibuk.” Buku ini menyajikan ktirik bagi setiap orang yang menjadikan ‘sibuk’ sebagai dalih untuk berlaku pasif dan meninggalkan perilaku produktif, -dalam hal ini menulis.

Sehubungan dengan hal ini, pak Ngainun Naim mengatakan bahwa menulis itu berat. Untuk mengahasilkan tulisan yang baik tentu tidak bisa dilakukan secara instan. Tulisan yang baik berawal dari proses panjang yang dilakukan secara terus-menerus, konsisten dan sungguh-sungguh. Oleh sebab itu kalau ada orang yang bisa melahirkan karya dalam waktu instan pasti ada sesuatu yang “perlu dicurigai”.

Komentar