Jumat, 04 Desember 2015

Tanggapan KH. Djazuli Yusuf Terhadap Surat KH. Mahrus Ali





            Dengan hormat perkenankan dengan surat ini saya sampaikan  kehadapan Bapak, untuk maksud sebagai ganti shilatur rohmi pribadi saya kepada Bapak. Sehubungan beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 21 April 1985 saya telah menerima kiriman selembar foto copy surat yang berkop “PENGASUH PONDOK PESANTREN LIRBOYO KEDIRI JAWA TIMUR” yang di sudut bawah sebelah kanan tertulis dengan huruf cetak “KH. Mahrus Ali” dan pada sudut kanan atas tertulis “28 Desember 1984”, surat ini saya terima dari salah seorang teman warga NU di Jawa Tengah yang ketepatan sebagai pengamal Sholawat Wahidiyah. Dan saudara tersebut meminta kepada saya supaya mau menanggapi isi foto copy surat yang dikirimkan itu dan selanjutnya supaya disampaikan kepada Bapak KH Mahrus Ali sesuai dengan bunyi kop surat dan tulisan cetak seperti saya sebut di atas.
            Setelah saya pelajari foto copy surat tersebut isinya memang cukup mengejutkan saya yang ketepatan juga sebagai warga NU yang ikut mengamalkan Sholawat Wahidiyah. Bahkan kalau boleh saya katakan sangat menyinggung perasaan saya. Dan insya Allah juga perasaan warga NU di manapun yang ikut mengamalkan Sholawat Wahidiyah. Sebab di dalam foto copy surat itu pada pokoknya menyalahkan kepada amalan Sholawat Wahidiyah bahkan dikatakan bahwa bahwa ajarannya bertentangan dengan syari’at Islam dan lain sebagainya.
            Oleh karena itu saya merasa terpanggil untuk mengabulkan permintaan saudara tersebut di atas untuk menanggapi surat yang dimaksud demi menghindarkan keresahan umat Islam pada umumnya dan khususnya dikalangan warga Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Mengingat warga NU yang ikut mengamalkan Sholawat Wahidiyah tidak sedikit jumlahnya baik yang berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan bahkan yang di luar Jawa sekalipun.
            Sebagai kelanjutan surat saya ini perkenankan saya ingin memetik (menukil) beberapa kalimat yang pada foto copy surat yang saya disebut di atas dan langsung saya nukil dengan menggunkan bahasa Indonesia sekalipun aslinya bahasa Jawa.
Di dalam foto copy surat itu disebut-sebut sebagai berikut :
1.      “Bahwa Sholawat Wahidiyah itu dibuat-buat oleh KH Abdoel Madjid Ma’ruf sendiri dengan  tidak ada isnad minal adillah dan Ulama-ulama Kediri khususnya Ulama NU tidak ada yang  mengamalkan”.
Sebagai tanggapan saya dalam masalah tersebut :
a.       Sholawat Wahidiyah memang betul ta’lifan (disusun) oleh Beliau KH Abdoel Madjid Ma’ruf. Dan apabila yang dikehendaki oleh Bapak dengan dibuat-buat itu dengan maksud lain  sebagai meremehkan hasil karya seseorang, itu adalah hal yang tidak terpuji untuk dilakukan atau diucapkan oleh seorang Ulama besar seperti Bapak. Hal itu sama sekali tidak mendidik, bahkan menunjukkan berkecemuknya beberapa perasaan yang bertentangan dengan diri Bapak (hasud)
b.      Pada kalimat“tidak ada isnad minal adillah”…
Apabila yang Bapak Maksudkan dengan isnad minal adillah itu silsilah yang muttashil kepada Rosulullah SAW, maka saya perlu memberikan penjelasan kepada Bapak agar Bapak lebih memahami masalah tersebut; Bahwa Sholawat itu tidak perlu dan tidak disyaratkan adanya isnad minal adillah. Karena sanadnya langsung kepada Rosulullah Saw.hal itu sebagaimana tersebut di dalam Hasyiyah Showi ‘alal Djalalaini  juz III surat Al Ahzab sebagai berikut :
وَبِالجُمْلَةِ فَالصَّلاَةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْىِ وَسَلَّمَ تُوْصِلُ إِلَى اللهِ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ لِأَنَّ الشَّيْخَ والسَّنَدَ فِيْها صَاحِبُهَا لِأَنَّهَا تُعْرَضُ عَلَيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيُوْصِلُ عَلَى المُصَلِّى بِخِلاَفِ غَيْرهَا مِنَ الأذْكَارِ فَلاَبُدَّ فَيْهَا مِنَ الشَّيْخِ العَارِفِ وَإِلاَّ دَخَلَهَا الشَّيْطَانُ فَلاَ يَنْتَفِعُ صَاحِبُهَا بِهَا. وَصِيَغُ الصَّلاةِ كَثِيْرٌ لاَتُحْصَى وَأَفْضَلُهَا مَا ذُكِرَ فَيْهَا لَفْظُ الآلِ وَالصَحْبِ فَمَنْ تَمَسَّكَ بِأَيِّ صِيْغَةٍ مِنْهَا حَصَلَ لَهُ الخَيْرُ العَظِيْمُ.
c.       Dan apabila yang Bapak maksudkan isnad minal adillah itu dasar dan qo’idah syar’iyah itu pun perlu saya berikan penjelasan; sebab semua Sholawat baik yang ma’tsuroh (Sholawat yang langsung diajarkan oleh Rosulullah SAW) maupun yang ghoiru ma’tsuroh (selain dari Rosulullah SAW) seperti yang disusun oleh para ulama As Sholihin seperti Sholawat Nariyah, Sholawat Munjiyat, Sholawat Badr, Sholawat Wahidiyah dan sebagainya. Isnad minal adillahnya langsung dari Al Qur’an dan Al Hadits seperti Firman Allah SWT dan sabda Rosulullah SAW tersebut dibawah ini :
قَالَ تَعَالَى : يَااَيُّهاالّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلَّمُوْا تَسْلِيْمًا (الأحزاب)
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا (رواه مسلم)
Atas dasar ayat Al Qur’an dan Al Hadits di atas, semua Sholawat dengan tidak terkecuali mempunyai kedudukan yang sama, sekalipun maziyah dan kegunaannya berlainan. Sebagaimana disebut dalam kitab Sa’datud Daroini halaman 373 sebagai berikut :
لِاَنَّ النّبِيِّ صَلَّى أَخْبَرَنَا بِأَنَّهُ يَسْتَحِقُّ ذَالِكَ فَاعِلُ مُطْلَقِ الصّلاَةِ وَلَمْ يُقَيِّدُ ذَالِكَ الإِسْتِحْقَاقِ بِكَوْنِ الصَّلاَةِ المَفْعُوْلَةِ هِىَ الصَّلاَةُ الَّتِى عَلَّمْنَا وَلَيْسَ مَعْنَى مُطْلَقِ الصَّلاَةِ المَذْكُوْرَةِ فِى الآيَةِ وَالأَحآدِيْثِ مُجْمَلاً حَتَّى يَتَوَقَّفُ عَلَى البَيَانِ. وَقَالَ بَعْدَمَا ذكر دلّ مَا تَقَدَّمَ عَلَى أَنَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَيِّ صِيْغَةٍ كَانَتْ مِنْ صيغ الصَّلاَةِ المَأْثُوْرَةِ أَوْ غَيْرهَا يَسْتَحَقُّ الأتى بِهَا الأجر المَوْعُوْد الوارِد فِى الأَحآدِيْثِ الصَّحِيْحَةِ
d.      Pada kalimat Ulama-ulama Kediri khususnya Ulama NU tidak ada yang mengamalkan”
Bapak hendaknya sadar, bahwa Kediri warga NU yang ikut mengamalkan Sholawat Wahidiyah tidak sedikit jumlahnya bisa juga sampai ribuan bahkan puluhan ribu. Apakah diantaranya sekian ribu itu tidak mungkin terdapat Ulamanya ?
Di samping itu Bapak perlu mengingat kembali tokoh dan Ulama  besar NU seperti beliau Al Mukarrom Bapak KH. Wahab Hasbullah dimana pada waktu diadakan peringatan hari ulang tahun Sholawat Wahidiyah yang pertama di Pondok Kedunglo Kodya Kediri, beliau dalam pidato sambutannya antara lain menyebutkan :قَبِلْتُ إِجَازَتَكَ  kepada bapak Al Mukarrom KH. Abdoel Madjid Ma’ruf. Berarti Belaiu menerima ijazah Sholawat Wahidiyah dari Al Mukarrom KH. Abdoel Madjid Ma’ruf dan beliau menyetujui Sholawat Wahidiyah dijadikan amalan disamping amalan-amalan yang lain. Perlu Bapak Ketahui juga bahwa Beliau Al Mukarrom Al Marhum KH.Jazuly Pengasuh Pondok Pesantren Ploso Mojo Kediri Jatim.Beliau juga menerima Sholawat Wahidiyah dan semasa hidupnya juga ikut mengamalkanSholawat Wahidiyah bahkan beliau menganjurkan kepada para santrinya untuk ikut mengamalkan bukankah beliau-beliau itu Ulama-Ulama NU.
2.      Disebut juga dalam foto copy surat tersebut di atas “bahwa di Pondok Pesantren Lirboyo para santri diharamkan mengamalkan Sholawat Wahidiyah sebab ajarannya bertentangan dengan syari’at yaitu KH.Abdoel Madjid Ma’ruf telah menanggung, barang siapa yang mengamalkan Sholawat Wahidiyah selama 41 hari ditanggung besuk hari Qiyamat masuk surga sampai anak keturunannya. Ini namanya ujub bil amal dan itu termasuk minal kabaair”.
Kalimat-kalimat di atas perlu saya berikan beberapa tanggapan :
a.       Pada kalimat “Ajarannya bertentangan dengan syari’at, yaitu KH. Abdoel Madjid Ma’ruf …… dst”.
Di sini Bapak menuduh seseorang dengan tanpa menunjukkan bukti. Dari mana Bapak dapatkan, sehingga Bapak berani berfatwa seperti itu ? Tuduhan kepada seseorang tanpa menunjukkan bukti adalah fitnah والفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ القَتْلِ . Hal yang demikian mestinya tidak boleh terjadi pada seorang muslim, lebih-lebih yang bertitel Ulama besar yang berpengaruh.
b.      Sedang ajaran Wahidiyah pada intinya adalah LILLAH dan BILLAH yang dimaksud adalah SYARI’AT dan HAKIKAT (periksa dalam lembaran Wahidiyah). Dan masalah ini bukan masalah baru dalam Islam. Sebab dalam  kitab Kifatul Atqiya’ halaman 9 sebagai berikut :
الشَّرِيْعَةُ وُجُوْدَ الأَفْعَالِ لِلَهِ وَالحَقِيْقَةُ شُهُوْدَ الأَفْعَالِ بِاللهِ
Padahal orang yang beramal dengan tidak menerapkan LILLAH dan BILLAH terkecam dan amalnya tidak diterima di sisi Allah SWT. Hal ini sesuai denga keterangan dalam kitab Hikam Lil Ibni ‘Ibad Juz II sebagai berikut :
كُلُّ عَمَلٍ لاَ إِخْلاَصَ فِيْهِ لَيْسَ بِاللهِ وَلاَ لِلّهِ مَرْدُوْدٌ عَلَى صَاحِبِهِ وَمَضْرُوْبٌ بِهِ وجْهِهِ وَبِهذا يَتَبَيَّنَ لَكَ غُرُوْر اكْثرِ الخَلْقِ فَى عُلُوْمِهِمْ وَاَعْمَالِهِمْ إِلاَّ مَنْ رَحِمَهُ اللهُ
c.       Seterusnya Bapak menyebut-nyebut dengan kalimat “zaman  41 hari” …….
Dari sini menunjukkan bahwa Bapak belum pernah tahu Sholawat Wahidiyah. Sebab sepanjang yang saya ketahui selama + 21 tahun saya ikut mengamalkan Sholawat Wahidiyah, belum pernah saya menenui bilangan hari pengamalan 41 hari seperti yang Bapak sebut itu. Yang ada ialah 40 hari.Pada hal di dalam lembaran-lembaran Sholawat Wahidiyah yang berear di masyarakat luas bilangan itu tetap dicantumkan. Berarti Bapak hanya menerima berita kata orang (قِيْلَ وَقَالَ) . Sabda Rosulullah SAW sebagai berikut :
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ... وكره قيل وقال (رواه البخارى)
Tapi aneh sebelum Bapak mengetahui permasalahan secara detail, Bapak telah berani menjatuhkan fonis hukumnya, yaitu dengan kalimat “malah santri Lirboyo ……. Diharamkan mengamalkan Sholawat Wahidiyah.”. Padahal menurut Kitab Sullam Taufiq mengharamkan sesuatu yang tidak haram menjadi MURTAD. Bapak mengharamkan pengamalan Sholawat Wahidiyah seperti tersebut di atas, jelas tidak berdasar kepada data yang konkrit, yang bisa dipertanggung jawabkan dan dengan dasar dalil syar’I dan hujjah yang wadlihah. Semata-mata hanya dengan khobar qila waqola (قيل وقال)  dan ditunjang dengan rokyu Bapak. Alangkah bahayanya ?seperti disebut dalam Hadits berikut ini :
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ فِى الدِّيْنِ بالرأي فَقَدْ اتهمنى. (رواه أبو نعيم عن جابر بن عبد الله) .قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَعْمَلُ هَذِهِ الأُمَّةَ بُرْهَنَةُ بِكِتَابِ اللهِ ثُمَّ تَعْمَلُ بِسُنَّةِرَسُوْلِ اللهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ تَعْمَلُ بِالرَّأْيِ فَإِذَا عَمِلُوْا بِالرَّأْيِ فَقَدْ ضَّلُوْا وَأَضَلُّوْا (رواه أبو نعيم عن أبى هريرة)

3.      Selanjutnya dalam surat tersebut Bapak menuliskan dua buah Hadits untuk dasar bahwa Rosulullah SAW tidak bertanggung jawab kepada keluarganya, lebih-lebih selain Rosulullah SAW. baiklah disini untuk lebih jelasnya hadits itu saya tulis kembali :
وَفِى الحَدِيْثِ : لَنْ يجنى أحدكم عمله قَالُوْا وَلاَ أَنْتَ يَارَسُوْلُ اللهِ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ تَغَمَّدَنَى اللهُ بِرَحْمَتِهِ . وَفِى الصَحِيْحَيْنِ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ حِيْنَ أَنْزَلَ عَلَيْهِ وَأَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الأَقْرَبِيْنَ. فَقَالَ يَامعشر قُرَيْشٍ اشْتَرَوْا أَنْفُسَكُمْ مِنَ اللهِ لاَأَغْنَى عَنْكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا يَا بَنِى عَبْدِ مَنَاف لاَأَغْنَى عَنْكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا يَاعَبَّاس عَمَّ رَسُوْلِ اللهِ لاَأَغْنَى عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا يَاصَفيَّة عَمَّة رَسُوْلِ اللهِ لاَأَغْنَى عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا يَافَاطِمَة بِنْت رَسُوْلِ اللهِ سَلِيْنِى من مالى ما شِئْتِ لاَأَغْنِى عَنْكِ مِنَ اللهِ شَيْئًا (إرشاد العباد : 116)
Pengertian Bapakseperti tersebut diatas, perlu saya berikan tanggapan yaitu pada  Hadits yang pertama dan kedua adalah dasar untuk HAQIQOTUL AMRI, bukan seperti rokyu Bapak tersebut diatas. Adapun masalah syari’at atau lahiriyah seseorang tetap akan menerima balasan amalnya. Hal ini banyak disebutkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :

فَمْنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَه وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَره (الزلزلة : 7-8)
إِنَّ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ جَنَّاتُ النَّعِيْمِ (لقمان : 8)

Pada hadits kedua, kalau hanya sekedar kita baca leterleknya (lafadz-maknanya) seperti pemahaman Bapak itulah jadinya.Untuk itu marilah kita telaah kembali beberapa kitab yang mengupas makna hadits tersebut. Seperti di dalam Kitab Syawahidul Haq oleh Syaikh Yusuf Bin Ismail an Nabhani pada hal 496 beliau memberikan penjelasan sebagai berikut :

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلّ نَسَبٍ وَسَبَبٍ يَنْقَطِعُ يَوْمَ القِيَامَةِ إلاَّ نَسَبِى وَسَبَبِى (رواه بن عساكر عن ابن عمر وَقَدْ قَالَ تَعالَى (وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى) ولايرضيه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الا سعادة اقاربه الأَقْرب فالأقْرب وَإِنَّمَا قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهُمْ "لاَأَغْنَى عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا" تَعْظِيْمًا لِجَانِبِ الحَقِّ تَعَالَى.

Dan di dalam Tafsir Syowi dijelaskan mengenai Hadits tersebut sebagai berikut :

وَأَمَّا مَا مَرَّ مِنْ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِفَاطِمَةِ بِنْتِهِ أَنَا أَغْنِى عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئًا فَهُوْ تَحْذِيْرٌ لَهَا مِنَ الكُفْرِ الَّذِى بِهِ تَنْقَطِعُ الأَنْسَابُ (حاشية لصاوى على الجلالين ثالث, لقمان)

Pada dasarnya Rosulullah SAW tetap bertanggung jawab dan mensyafa’ati kepada umatnya, lebih-lebih kepada keluarganya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits sebagai berikut :

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : شَفَاعَتِى لأَهْلِ الكَبائرِ مِنْ أُمَّتِى (رواه احمد ونساء وابن حبان فى صحيحه والحاكم عن جابر)
Pengarangan Kitab Syawahidul Haq memberikan penjelasan dalam masalah tersebut sebagai berikut :

كَيْفَ وَهُوَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَعْطَى الشَّفَاعَةَ فِى سَائِر النَّاسِ فَيَشْفَعُ فِى الأَبْعَدِيْنَ وَيَتْرُكُ قرباءه المؤْمِنِيْنَ ؟ هَذا مِمَّا لاَيَكُوْنُ وَلاَيَتَصَوَّرُهُ عَاقِل (شواهد الحق ص 497)

Sedang selain Rosulullah SAW dapat mensyafa’ati kepada selainnya. Seperti tersebut dalam hadits di bawah ini :

قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيَدْخُلُ الجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى أَكْثَرُ مِنْ بَنِى تَمِيْم (رواه احمد ونسائى وابن حبان فى صحيحه والحاكم عن عبد الله )

Lebih-lebih Rosulullah SAW sebagai Sayyidul Anbiya’ wal mursalin wa Sayyidul kholqi ajma’in, apakah masih perlu diragukan syafa’at beliau ?na’udzubillahi min dzalik.
Untuk kalimat selanjtnya dalam foto copy itu saya tidak akan menanggapi,  sebab pada dasarnya hanya merupakan kaitan dari kesimpulan yang Bapak ambil dari beberapa keterangan di atas. Ketidak ketelitian Bapak dalam menganalisa sesuatu permasalahan dan kurang cermatnya Bapak dalam menerapkan dalil terjadilah kesimpulan yang tidak tepat itu.

Kamis, 03 Desember 2015

Memandang Masalah Dalam Kehidupan

Setiap manusia pasti menghadapi hal - hal yang tidak mereka sukai  dalam kehidupan ini. Terkadang peristiwa itu terasa berat utuk dilalui bahkan sebagian diantara mereka harus terjerumus kedalam hal - hal yang menyimpang karena situasi tersebut.

Tingkat keimanan masing - masing orang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada seseorang yang memiliki keimanan kuat sehingga apapun masalah yang dihadapi selalu dihadapi dengan jiwa tergar, besar dan tetap berpegang pada tali agama Allah. Namun, bagi sebagian yang lain karena kualitas keimanan mereka yang rendah cenderung menganggap masalah itu sebagai sesuatu yang besar. Banyak diantara mereka yang lari dari masalah dengan harapan akan menemukan kebahagiaan dengan meninggalkan masalah tersebut. Mereka lari untuk meninggalkan semua memori dan kenangan yang jelek, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang menjatuhkan pilihan mereka pada obat - obat terlarang semisal narkoba dan sejenisnya.
Masalah dalam kehidupan ini sebenarnya adalah jari jemari kasih sayang Tuhan kepada manusia. Manusia tidak seharusnya lari dari setiap masalah dan persoalan yang ia jumpai dalam kehidupannya. Sebaliknya mereka seharusnya menghadapi masalah itu dengan jiwa besar dan menyelesaikannya sehingga mendapatkan hikmah yang tersirat dibalik persoalan itu. Setiap persoalan yang muncul sebenarnya adalah cara Tuhan untuk memberikan pendidikan dan pengajaran pada dirinya agar menjadi yang lebih baik. Tuhan tidak pernah memberikan masalah yang tidak bisa diselesaikan dan ditanggung manusia. Setiap masalah yang diberikan Tuhan sudah  disesuaikan dengan kondisi seseorang.
Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak juga manusia yang mempunyai pandangan sempit. Mereka selalu berpikir negatif terhadap persoalan yang datang. Orang - orang seperti ini tidak akan mendapatkan hikmah dari persoalan yang dihadapi. Mereka akan cenderung jatuh hingga pada akhirnya tidak akan dapat bangun kembali.
Bagaimana dengan kita??? Adakah kita menjadi seseorang yang berhati sempit, berjiwa kerdil dan penakut? Ataukah kita menjadi orang yang berjiwa besar, berani menghadapi setiap persoalan yang muncul dengan tegar??? Semua tergantung pada kita. Rubahlah pandangan negatif terhadap setiap masalah. Jadikan masalah itu menjadi kekuatan yang mampu meneguhkan dan mengokohkan hati dan jiwa kita. Allahu A'lam
 
 

Rabu, 02 Desember 2015

Hadis - Hadis Sekitar Dunia Pendidikan


 
I Anjuran Menuntut Ilmu
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا إِلَّا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقَ الْجَنَّةِ وَمَنْ أَبْطَأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ (رَوَاهُ ابو دود)
Artinya : Dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang laki – laki yang meniti jalan untuk mencari ilmu melainkan Allah akan mempermudah baginya jalan menuju surge. Dan barangsiapa yang lambat amalannya maka nasabnya tidak akan memberinya manfaat.” (HR. Abu Dawud)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ (رواه الترمذي)
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata: “ Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berjalan disuatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surge.” (HR. Tirmidzi)
II Mencatat Ilmu
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْئٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيْدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوْا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْئٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِى الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنِ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيْهِ فَقَالَ اُكْتُبْ فَوَ الَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ (رواه أبو داود)
Artinya: “Dari Abdullah bin Amru ia berkata, “Aku menulis segala sesuatu yang aku dengar dari rasulullah saw , agar aku bias menghafalnya. Kemudian orang – orang Quraisy melarangku dan mereka berkata, ‘ Apakah engkau akan menulis segala sesuatu yang engkau dengar, sementara rasulullah saw adalah seorang manusia yang berbicara dalam keadaan marah dan senang?’ Aku pun tidak menulis lagi, kemudian hal itu aku ceritakan kepada rasulullah saw. Beliau lalu berisyarat dengan meletakkan jarinya pada mulut, lalu bersabda: “Tulislah, demi jiwaku yang ada di tanganNya, tidaklah keluar darinya (mulut) kecuali kebenaran.” (HR. Abu Dawud)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ لَمَّا فُتِحَتْ مَكَّةُ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْخُطْبَةَ خُطْبَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ يُقَالُ لَهُ أَبُوْ شَاهَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ اُكْتُبُوْا لِى فَقَالَ اُكْتُبُوْا لِأَبِيْ شَاهَ (رواه أبو داود)
Artinya : “Dari Abu Hurairah ia berkata: ‘ ketika Makkah ditaklukkan, Nabi SAW berdiri … kemudian Abu Hurairah menyebutkan khutbah Nabi SAW, ia berkata,:”Kemudian seorang laki – laki dari penduduk Yaman yang bernama Abu Syah berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, tuliskan untukku! Lalu beliau bersabda: “Tuliskan untuk Abu Syah!”
III Mengulang – Ulang Ilmu dan Berbicara Tanpa Ilmu
عَنْ أَبِيْ سَلَّامٍ عَنْ رَجُلٍ خَدَمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا حَدَّثَ حَدِيْثًا أَعَادَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ (رواه أبو داود)
Artinya : “Dari Abu Sallam dari seorang laki – laki yang melayani Nabi SAW , bahwa Nabi SAW apabila menceritakan suatu hadis maka beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.” (HR Abu Dawud)
عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ (رواه أبو داود)
Artinya : “Dari Jundub ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berbicara tentang kitabullah ‘azza wajalla menggunakan pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah.” (HR Abu Dawud)
IV Hati – Hati dalam Memberi Fatwa
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ سَعْدٍ عَنِ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْغُلُوْطَاتِ (رواه أبو داود)
Artinya : Dari Abdullah bin Sa’dan dari Ash Shunabihi dari Muawiyah bahwa Nabi SAW telah melarang dari permasalahan – permasalahan yang sulit. (HR Abu Dawud)
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِىُّ عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ سَعْدٍ عَنِ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْغُلُوْطَاتِ قَالَ الْأَوْزَاعِيُّ الْغُلُوْطَاتُ شِدَادُ الْمَسَائِلِ وَصِعَابُهَا (رواه أحمد)
Artinya : Telah bercerita kepada kami Al Auza’I dari Abdullah bin Sa’ad dari Ash Shunabihi dari seorang sahabat nabi saw berkata: rasulullah saw melarang ghuluthat. Berkata AL Auza’i: Ghuluthat adalah masalah – masalah yang rumit dan sulit. (HR. Ahmad)
V Larangan Menyembunyikan Ilmu
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقٍيَامَةِ (رواه أبو داود)
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa ditanya mengenai suatu ilmu dan ia menyembunyikannya, maka ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud)
عَنْ عَطَاءٍ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ (رواه الترمذي)
Artinya: Dari Atha’ dari Abu Hurairah ia berkata, rasulullah saw bersabda: “barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang ia ketahui kemudian dia menyembunyikannya, maka dia akan dicambuk pada hari kiamat dengan cambuk dari neraka. (HR At Tirmidzi)
VI Keutamaan Menyebarkan Ilmu
عَنْ زَيْدِ ابْنِ ثَابِتٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ نَضَّرَ اللهُ امْرَأًسَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيْهٍ (رواه أبو داود)
Artinya: Dari Zaid bin Tsabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR Abu Dawud)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًافَبَلَّغَهُ فَرُبَّ مُبَلِّغٍ أَحْفَظُ مِنْ سَامِعٍ (رواه ابن ماجه)
Artinya: Dari Abdurrahman bin Abdullah dari bapaknya ddari Nabi SAW, beliau bersabda: “Allah akan memperindah seseorang yang mendengar satu hadis dari kami kemudian menyampaikannya. Berapa banyak orang yang disampaikan hadis kepadanya lebih hafal dari orang yang mendengarnya” (HR. Ibnu Majah)
VII Menuntut Ilmu bukan karena Allah
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه أبو داود)
Artinya : Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian ddari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya surge pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)
VIII Belajar Kepada Selain orang muslim
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِّثُوْا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ وَلاَ حَرَجَ (رواه أبو داود)
Artinya: dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Ceritakanlah riwayat dari Bani Israil , dan itu tidak mengapa.” (HR. Abu Dawud)
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ أَيَةً وَحَدِّثُوْا عَنْ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه البخاري)
Artinya: “Dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi SAW bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Israil ddan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap – siaplahh menempati tempat duduknya di neraka.” (HR Bukhari)

IX Riwayat Ahli Kitab
أَخْبَرَنِيْ ابْنُ أَبِيْ نَمْلَةَ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدَهُ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُوْدِ مُرَّ بِجَنَازَةٍ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ هَلْ تَتَكَلَّمُ هَذِهِ الْجَنَازَةُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللهُ أَعْلَمُ فَقَالَ الْيَهُوْدِيُّ إِنَّهَا تَتَكَلَّمُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا حَدَّثَكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَلاَ تُصَدِّقُوْهُمْ وَلاَ تُكَذِّبُوْهُمْ وَقُوْلُوْا أَمَنَّا بِاللهِ وَرُسُلِهِ فَإٍنْ كَانَ بَاطِلاً لَمْ تُصَدِّقُوْهُ وَإِنْ كَانَ حَقًّا لَمْ تُكَذِّبُوْهُ ( رواه أبو داود)
Artinya: Telah mengabarkan kepadaku Ibnu Abi Namlah Al Anshari dari ayahnya bahwa ketika ia sedang duduk di sisi rasulullah saw yang saat itu disisi beliau ada seorang Yahudi, lewatnya jenazah didepan beliau. Lalu orang Yahudi itu berkata: “Wahai Muhammad, apakah jenazah ini berbicara?” Nabi SAW kemudian menjawab: “Allah lebih mengetahui.”Orang Yahudi itupun berkata, “Sesungguhnya jenazah tersebut berbicara.” Rasulullah saw bersabda : “Apa yang diceritakan oleh orang – orang ahli kitab kepada kalian maka janganlah kalian percayai atau kalian dustakan. Tetapi katakanlah, aku beriman kepada Allah dan para RasulNya.’ Jika mereka dusta maka kalian tidak mempercayainya dan jika benar maka kalian tidak mendustakannya.” (HR Abu  Dawud)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ أَهْلُ الْكِتَابِ يَقْرَئُوْنَ التَّوْرَاةَ بِالْعِبْرَانِيَّةِ وَيُفَسِّرُوْنَهَا بِالْعَرَبِيَّةِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَتُصَدِّقُوْا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلاَ تُكَذِّبُوْهُمْ وَقُوْلُوْا أَمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ الأَيَةَ (رواه البخاري)
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, Ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa arab untuk pemeluk Islam! Spontan rasulullah saw bersabda: “Jangan kalian benarkan ahli kitab, dan jangan pula kalian mendustakannya, dan katakana saja (Kami beriman kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu).”(HR. Bukhari)
X Teguran Keras Berdusta atas nama Rasulullah
عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قُلْتُ لِلزُّبَيْرِ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تُحَدِّثَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صًلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا يُحَدِّثُ عَنْهُ أَصْحَابُهُ فَقَالَ أَمَا وَاللهِ لَقَدْ كَانَ لِى مِنْهُ وَجْهٌ وَمَنْزِلَةٌ وَلَكِنِّى سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه أبو داود)
Artinya: Dari Amir bin Abdullah bin Az Zubair dari ayahnya ia berkata, Äku tanyakan kepada Az Zubair, Äpa yang menghalangimu untuk menceritakan dari rasulullah saw sebagaimana yang diceritakan para sahabatnya? Kemudian ia menjawab, “Sungguh aku mempunyai posisi dan kedudukan di sisi rasulullah saw, akan tetapi aku mendengar beliau bersabda : “Barangsiapa berdusta kepadaku dengan sengaja maka hendaknya ia mempersiapkan tempatnya di neraka.” (HR Abu Dawud)
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ إِنَّهُ لَيَمْنَعُنِيْ أَنْ أُحَدِّثَكُمْ حَدِيْثًا كَثِيْرًا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Artinya: Dari Anas bin Malik bahwasannya dia berkata, ‘Sesungguhnya sesuatu yang menghalangiku untuk menceritakan hadis yang banyak kepada kalian adalah, bahwa rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang secara sengaja melakukan kedustaan atas namaku, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka.” (HR. Muslim)
XI Mengeraskan Suara dalam menyampaikan ilmu
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرٍو قَالَ تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرْنَا هَا فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا الصَّلاَةُ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا
Artinya: Dari Abdullah bin Amru berkata: Nabi saw pernah tertinggal dari kami dalam suatu perjalanan yang kami lakukan hingga beliau mendapatkan kami sementara waktu shalat sudah hamper habis, kami berwudlu dengan hanya mengusap kaki kami. Maka nabi saw berseru dengan suara yang keras: “celakalah bagi tumit – tumit yang tidak basah akan masuk neraka.” Beliau serukan hingga dua atau tiga kali. (HR. Bukhari)
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَوْمًا يَتَوَضَّؤُوْنَ فَرَأَي أَعْقَابَهُمْ تَلُوْحُ فَقَالَ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ أَسْبِغُوْا الْوُضُوْءَ ( رواه النسائ)
Artinya: Dari Abdullah bin Amru dia berkata, Rasulullah SAW melihat suatu kaum sedang berwudlu dan beliau melihat tumit – tumit mereka belum kena air, lalu beliau bersabda: “Celakalah tumit – tumit yang tak tersentuh air wudlu dari api neraka. Sempurnakanlah wudlu kalian.” (HR An Nasai)
XII  Memilih Waktu Yang Tepat
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلْنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِى الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّامَّةِ عَلَيْنَا (رواه البخاري)
Artinya: Dari Ibnu Masúd berkata, bahwa Nabi SAW mengatur penyampaian nasehat kepada kami dalam beberapa hari karena tidak mau membuat kami jemu. (HR Bukhari)
عَنْ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ قَالَ إِنِّي لَأُخْبَرُ بِجَمَاعَتِكُمْ فَيَمْنَعُنِي الْخُرُوْجَ إِلَيْكُمْ خَشْيَةُ أَنْ أُمِلَّكُمْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا فِى الْأَيَّامِ بِالْمَوْعِظَةِ خَشْيَةَ السَّامَةِ عَلَيْنَا (رواه أحمد)
Artinya : Dari Abdullah bahwa ia berkata: “Sesungguhnya aku telah diberitahu perkumpulan kalian ini, namun aku enggan keluar karena khawatir membuat kalian bosan, Rasulullah saw pernah menyela – nyela hari untuk memberi nasehat, khawatir membuat kami bosan.” (HR Ahmad)
XIII Tekun Dalam Mencari Ilmu dan Hikmah
حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيْلُ ابْنُ أَبِيْ حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ ابْنَ مَسْعُوْدٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَحَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ  فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِيْ بِهَا وَيُعَلِّمُهَا (رواه البخاري)
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ismail bin Abu Khalid dengan lafald hadis yang lain dari yang dia ceritakan kepada kami dari Az Zuhri berkata, aku mendengar Qais bin Abu Hazim berkata, aku mendengar Abdullah bin Mas’ud berkata, Nabi saw bersabda: “Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal, (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut dijalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain.” (HR Bukhari)
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمُ ابْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ حَسَدَ إِلاَّ عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ هَذَاالْكِتَابَ فَقَامَ بِهِ أَنَاءَ اللَّيْلِ وَأَنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ أَتَاهُ اللهُ مَالًا فَتَصَدَّقَ بِهِ أَنَاءَ اللَّيْلِ وَأَنَاءَ النَّهَارِ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Ibnu Syihab ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Salim bin Abdullah bin Umar dari bapaknya ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh dengki kecuali pada dua hal. (pertama) kepada seorang yang telah diberi Allah (hafalan) Al Qur’an, hingga ia membacanya siang dan malam. (kedua) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu dibelanjakannya harta itu siang dan malam (dijalan Allah)” (HR Muslim)






Selasa, 01 Desember 2015

Inkar al Sunah

Inkarus Sunah secara harfiyah adalah kelompok yang ingkar terhadap sunnah (hadis). Secara istilah inkarus sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunahh rasulullah saw, baik secara keseluruhan ataupun sebagian. Kelompok ini memandang bahwa al hadis tidaklah penting. Menurut mereka cukuplah al qur'an yang menjadi pedoman bagi umat islam karena al qur'an langsung berasal dari Allah sementara hadis adalah perkataan dari manusia yang dalam hal ini adalah Nabi Muhammad saw.
Pada perkembangannya ada inkarus sunah yang berkembang pada masa klasik, ada pula inkarus sunnah yang berkembang di era modern. Di era klasik ketika Imran bin Husain sedang mengajarkan hadis ada sebagian diantara sami'in yang melarangnya untuk mengajarkan hadis dan cukuplah baginya untuk mengajarkan al qur'an.
Di era modern pada sekitar abad ke 14 H pemikiran tentang inkars sunnah kembali muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh kolonialisme yang ingin melumpuhkan umat islam. Kelompok ini menganggap bahwa al qur'an telah sempurna dan tidak memerlukan hadis sebagai penjelasnya.
Ada beberapa argumentasi kelompok ingkarus sunnah ini:
1. Agama bersifat konkret dan pasti. 
2. Al Qur'an sudah lengkap
3. Al Qur'an tidak memerlukan penjelas
Agama bersifatt konkret dan pasti, artinya hukum agama bersifat pasti dan tidak memerlukan kajian ulang didalamnya. Kepastian ini hanya bisa didapat dari sumber otentik yang tidak ada peluang dzan didalamnya. Hal ini hanya bisa didapatkan dari pemahaman terhadap al qur'an, karena hadis masih memiliki peluang untuk terjadinya dzan.
Al Qur'an sudah lengkap, hal ini didasarkan pada ayat al qur'an surat al an'am ayat 38. Di dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada sesuatu yang terlewatkan oleh kitab al qurán. Artinya bahwa segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah di dalam al qurán.
Al Qurán tidak memerlukan penjelas.Kelompok ini berpegang pada sebuah ayat al qurán yang menerangkan bahwa al qurán diturunkan sebagai penjelas bagi segala sesuatu. Dengan demikian al qurán tidak memerlukan penjelasan lagi karena kehadiran al qurán atau turunnya al qurán adalah sebagai penjelas dari segala persoalan yang ada didunia ini. Al qurán sudah jelas dan tidak perlu dijelaskan lagi.
Dalam perkembangannya ada diantara kelompok ini yang ingkar terhadap sunah secara keseluruhan dan ada juga yang ingkar sebagian hadis dan percaya pada sebagian yang lain. Kondisi semacam ini terjadi karena pergolakan politik di tubuh umat islam kala itu. Pengaruh perkembangan politik sangat kuat sehingga menumbuhkan sikap fanatisme yang berlebihan di tubuh sebagian kelompok tersebut.
Pandangan inkarus sunnah ini ditentang oleh jumhur ulama'. Jumhur ulama'bahwa kelompok inkarus sunah telah keluar dari jalur pemikiran agama yang benar. Pendapat mereka tidak bisa diterima. Menurut ulama'jumhur banyak sekali dalil yang menunjukkan kedudukan al hadis sebagai sumber ajaran islam. Dalil - dalil itu banyak dijumpai baik dalam al qurán maupun hadis.Kebenaran al qurán memang sudah diyakini akan tetapi hadis juga merupakan sumber hukum yang harus diyakini pula oleh umat islam. Didalam al qurán surat al hasyr ayat 7 Allah menegaskan :"dan apa yang datang dari rasul maka ambillah dan apa yang dilarangnya maka jauhilah". Dalam pandangan jumhur ulama'ayat ini secara tegas menjelaskan arti pentingnya hadis dalam islam. Hadis tidak boleh dikesampingkan karena hadis adalah bagian dari wahyu Allah yang disampaikan kepada rasulullah saw. Allahu A'lam.....

Dakwah Rasulullah SAW


Rasulullah saw diutus ke muka bumi adalah untuk menyeru umat manusia agar kembali mengabdikan diri kepada Allah SWT. Sebuah tugas suci yang diemban oleh Nabi akhir zaman yang telah diberitakan Allah melalui kitab suciNya Taurat, Zabur dan Injil. Meski kabar itu telah termaktub di dalam kitab – kitab tersebut bukan berarti umat – umat terdahulu yang menerima kitab – kitab tersebut langsung percaya bahkan pada kenyataannya banyak diantara mereka yang justru mendustakan dan memusuhi Nabi Muhammad saw.
Sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw masyarakat Arab jahiliyah hidup dalam kegelapan. Kegelapan dalam kehidupan berketuhanan. Mereka menyembah berhala dan patung yang merreka buat sendiri. Menggantungkan nasib mereka pada azlam (undian dengan anak panah), membunuh bayi perempuan yang baru lahir karena dianggap menjadi aib, berjudi, minum – minuman keras, berperang dengan suku lain dan seabrek perilaku beringas yang tidak berperi ketuhanan dan berperi kemanusiaan. Hukum rimba telah menjadi hukum alam yang seolah berubah menjadi hukum positif dan resmi di tengah sosio culture masyarakat Arab jahiliyah.
Nabi Muhammad saw merasa perihatin dengan kondisi masyarakat Arab kala itu. Beliau yang telah masyhur di kalangan Arab sebagai Al Amin merasa memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang sudah bobrok. Beliau kemudian bertahannus di gua hira’ untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta alam raya (Allah SWT).
Setelah beberapa lama beliau bertahannus di gua hira’, datanglah Malaikat Jibril. Malaikat Jibril datang dengan membawa wahyu dari Allah SWT. Mula – mula Jibril berkata kepada Nabi Muhammad saw: “Iqra’ yaa Muhammad!”. Rasulullah saw yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis dengan gemetar karena merasa ketakutan dengan kedatangan Malaikat Jibril kemudian menjawab; “Maa Ana Biqaariin” (Aku tidak bisa membaca). Mendengar jawaban tersebut Malaikat Jibril berkata untuk yang kedua kalinya ; “Iqra’ yaa Muhammad!”. Tetapi jawaban rasulullah saw tetap sama “Maa Ana Biqaariin” karena beliau memang tidak bisa membaca dan menulis.
Karena mendengar jawaban rasulullah saw yang tetap sama Malaikat Jibril kemudian memeluk rasulullah saw dengan erat sampai – sampai rasulullah saw sulit bernafas sambil membaca surat al ‘Alaq ayat 1 – 5 :
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ (1)
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2)
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3)
اَلَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4)
عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ (5)
Dengan turunnya ayat diatas resmilah Nabi Muhammad saw sebagai nabi utusan Allah.
Setelah turunnya ayat ini rasulullah pulang dengan penuh ketakutan sampai – sampai tubuh beliau menggigil kedinginan. Beliau meminta kepada istrinya Khadijah untuk menyelimutinya. Beliau juga menceritakan apa yang beliau alami kepada istrinya. Mendengar apa yang disampaikan suaminya Khadijah menenangkan dan membesarkan hati beliau. Malaikat Jibril untuk kedua kalinya menemui beliau dan menyampaikan wahyu kedua yaitu surat al muddatsir ayat 1 – 7.
Turunnya surat al Muddatsir menjadi tanda resminya Nabi Muhammad saw menjadi seorang rasul yang diutus Allah untuk umat manusia. Rasulullah segera melaksanakan misi dakwah ini dengan segenap jiwa dan raganya.
Mula – mula dakwah yang dilakukan nabi adalah secara bis sirri atau secara diam – diam/ sembunyi – sembunyi. Dakwah ini dilakukan rasulullah saw selama 3 tahun lamanya. Dalam dakwah ini rasulullah saw mengajak kaum kerabat handai tolan dan sahabat – sahabat terdekat beliau. Orang yang mula – mula menerima dakwah beliau adalah istri beliau Siti Khadijah. Disusul kemudian oleh Abu Bakar As Shidiq, Ali bin Abii Thalib dan Zaid bin Haritsah. Dakwah islam mendapat sambutan dari masyarakat Arab terutama mereka yang berada dalam garis kemiskinan dan termarginalkan.
Setelah 3 tahun berdakwah secara sembunyi – sembunyi turunlah wahyu Allah yaitu surat al hijr ayat 94 yang memerintahkan rasulullah saw untuk berdakwah secara terang – terangan. Pasca turunnya ayat ini rasulullah saw berdakwah secara terang – terangan. Langkah yang pertama dilakukan rasulullah saw adalah mengumpulkan masyarakat Arab di bukit shafa. Disinilah rasulullah saw untuk pertama kalinya menyeru masyarakat Arab untuk menyembah kepada Allah SWT. Dalam dakwah ini rasulullah mendapat penentangan yang keras dari masyarakat Arab. Bahkan paman beliau yang bernama Abu Lahab dengan keras  menentang dakwah nabi ini. Kerasnya penentangan Abu Lahab dan perlakuannya kepada nabi menyebabkan Allah menurunkan surat al lahab yang berisi kecaman dan laknat terhadap Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil.
Meskipun penentangan terhadap nabi begitu gencar, hati rasulullah saw tidak bergeming untuk selalu mengajak umat dan masyarakat Arab untuk mengesakan Allah. Berbagai kecaman dan ancaman baik secara fisik maupun psikis dihadapi beliau dengan tabah dan sabar. Berulangkali beliau dan para pengikutnya mendapat ancaman dan penyiksaan, akan tetapi beliau dan para pengikutnya semakin kuat dalam keimanannya kepada Allah SWT. Semakin hari pengikutnya semakin bertambah sehingga orang – orang kafir melakukan boikot kepada umat islam. Pemboikotan ini di lakukan di sebuah lembah bernama syi’ib sampai akhirnya kertas yang berisi pemboikotan itu di sobek oleh orang – orang yang simpatik terhadap nasib umat islam.
Setelah masa pemboikotan berlalu rasulullah saw menghadapi masa – masa yang sulit karena ditinggal oleh dua pilar yang selalu menopang dakwah beliau yaitu Abu Thalib dan Siti Khadijah. Keduanya berpulang kehadirat Allah di tahun yang sama hanya berselang tiga hari. Kondisi ini menyebabkan rasulullah saw merasakan kesedihan yang luar biasa sehingga tahu ini dikenal dengan nama ‘amul huzni yang artinya tahun duka cita.
Menjelang tahun ke 13 kenabian Allah memerintahkan rasulullah saw untuk hijrah ke Madinah. Rasulullah bersama pengikut setianya hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah dakwah rasulullah mendapat sambutan yang hangat sampai akhirnya islam berkembang dengan sangat cepat. Puncak kemenangan islam terjadi pada tahun ke 8 H ketika rasulullah saw bersama 10.000 umat islam bergerak ke Makkah untuk menundukkan kota Makkah. Penundukan kota Makkah ini dikenal dengan nama Fathu Makkah. Setelah peristiwa ini masyarakat Arab berbondong – bondong memeluk islam. Sempurnalah risalah rasulullah saw dalam menyampaikan dakwahnya hingga rasulullah saw akhirnya dipanggil menghadap Allah SWT. Allahu A’lam

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...