Jumat, 06 Januari 2017

Khatmil Qur'an

(Sebuah Upaya untuk Mempersiapkan Generasi Qur’aniy)

Al-Qur’an satu – satunya kitab suci yang masih terpelihara keotentikannya sampai hari ini. Kehebatan al-Qur’an dan kemukjizatannya tentu sudah tidak ada lagi yang memperdebatkan. Berapa banyak orang yang ingin menandingi keindahan sastranya, namun harus bertekuk lutut dan mengakui kehebatannya. Itulah al-Qur’an, semakin ditentang semakin ia menunjukkan kebenarannya. Kebenaran sebagai wahyu Allah yang tak terbantahkan. Mengabarkan berbagai informasi di masa silam dan yang akan datang, menjawab semua problematika kehidupan yang muncul di setiap zaman.

Tidak hanya berhenti di situ saja, ternyata al-Qur’an mempunyai peran besar dalam membentuk generasi umat. Peranan al-Qur’an dalam membentuk umat sudah tidak diragukan lagi semenjak al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Sejarah telah mencatat nama – nama besar sahabat yang muncul dari asupan pembinaan al-Qur’an. Sebut saja Abu Bakar al-Shiddieq, Umar ibnu Khaththab, Utsman ibnu Affan, Ali ibnu Abi Thalib, Zaid ibnu Tsabit, Abdullah ibnu Mas’ud, Abdullah ibnu Abbas dan sederetan nama besar sahabat yang tumbuh dalam naungan al-Qur’an. Para sahabat ini memiliki jiwa – jiwa qur’ani, mereka kuat dalam ibadah, supel dalam pergaulan, kharismatik dalam pandangan umat dan menjadi imam dalam ilmu pengetahuan. Kader – kader militan yang dibangun oleh Rasulullah SAW dengan nilai – nilai Qur’ani yang dipersiapkan untuk melakukan revolusi besar – besaran dalam sejarah peradaban dunia.

Berkaca dari sejarah, -menurut saya- IAIN Tulungagung, khususnya Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan –FTIK-, mengambil langkah baru dalam mempersiapkan mahasiswa agar mampu menjadi kader – kader qur’ani sebagaimana yang menjadi harapan seluruh civitas akademika. Fakultas tarbiyah mengambil strategi dengan memberikan kewajiban kepada seluruh dosen, karyawan dan mahasiswa di lingkungan FTIK untuk senantiasa melakukan khatmil Qur’an minimal sekali dalam seminggu. Khatmil Qur’an di lingkungan dosen dan karyawan dilaksanakan pada setiap hari jum’at pagi. Setiap dosen dan karyawan yang tidak berkepentingan mengajar dianjurkan dan diharapkan untuk mengikuti agenda khatmil ini. Selain untuk mendo’akan para leluhur yang telah mendahului, khatmil ini dimaksudkan juga untuk mendo’akan semua civitas akademika, dosen, karyawan dan mahasiswa agar selalu mendapatkan taufiq dan hidayah Allah SWT. dalam menjalani setiap aktifitas kehidupannya, mendapat bimbingan al-Qur’an dan menjadi generasi qur’ani, generasi yang cinta kepada al-Qur’an.

Di lingkungan mahasiswa, tradisi khatmil Qur’an dilaksanakan seminggu sekali oleh mahasiswa dalam satu kelas. Kapan waktu dan tempat pelaksanaannya tergantung pada kesepakatan masing – masing kelas dengan ketua kelas sebagai koordinatornya. Selain itu di setiap tatap muka di ruang perkuliahan, sebelum melakukan proses pembelajaran, mereka diwajibkan untuk membaca surat – surat pendek yang ada di juz ‘amma. Tradisi semacam ini menurut saya sangat positif untuk terus dibiasakan dilingkungan mahasiswa dan seluruh civitas akademika di lingkungan IAIN Tulungagung. Tradisi ini bisa mengisi sisi spiritual yang seringkali kering dan terabaikan karena kesibukan kita dalam mengurusi kehidupan dunia.

Kritikan? Tentu ada kritik. Kritikan pada dasarnya adalah salah satu bentuk perhatian. Orang yang memberikan kritik, hakikatnya ia adalah orang yang selalu memiliki perhatian kepada kita. Terlepas dari perhatian itu baik atau buruk, yang terpenting jangan terlalu mengambil pusing dengan berbagai kritikan. Tetapi, jadikanlah setiap kritikan itu sebagai titik tolak untuk melakukan perbaikan. Demikian halnya dengan khatmil Qur’an di lingkungan Fakultas Tarbiyah, khatmil Qur’an yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah ini tak urung juga menuai banyak kritikan dari mereka yang selalu menyoroti kebijakan. Ini wajar, menurut saya, karena setiap kebijakan pasti akan berdampak pada sikap pro dan kontra.

Sebagai umat islam, seharusnya kita menyambut gembira setiap kegiatan yang berbau religi dan qur’ani tak terkecuali khatmil semacam ini. Memang kegiatan ini  masih jauh dari sempurna, banyak sisi yang harus diperbaiki dan perlu ditingkatkan. Akan tetapi setidaknya sudah mulai ada titik terang arah pendidikan yang diharapkan. Menguasai dan memahami al-Qur’an, mempraktikkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari – hari, menjadikannya sebagai imam dalam setiap naik – turunnya nafas, tentu tidak serta merta bisa langsung dicapai. Ada tahapan – tahapan yang harus dilalui, termasuk diantaranya belajar membaca, belajar mengartikan, belajar memahami dan kemudian mengambil hikmah dan pelajaran. Begitulah mungkin tahapannya.

Sejarah telah mencatat, mereka yang bagus al-Qur’annya, juga memiliki prestasi yang baik dan cemerlang dalam kehidupannya. Mari kita biasakan diri kita untuk selalu bersama al-Qur’an. Mungkin kita belum bisa mengartikan, memahami, atau mengambil hikmah dan pelajaran yang ada di dalamnya, tetapi setidaknya mari kita belajar untuk mencintai al-Qur’an, belajar untuk istiqamah membacanya, mudah – mudahan kita dijadikan ahlul Qur’an. Amin…

Selain itu para ulama’ salafus shalih juga banyak yang menganjurkan kepada kita untuk senantiasa membiasakan diri dalam berperilaku qur’ani. Istiqamah dalam membaca al-Qur’an diyakini oleh para ulama termasuk di antara hal yang bisa menyebabkan seseorang semakin cerdas. Kemampuan al-Qur’an menambah daya tangkap dan kecerdasan di antaranya diungkapkan oleh Imam al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim. Kitab ini sangat terkenal di kalangan pesantren salafi, seolah kitab ini menjadi literature wajib yang harus dipelajari oleh setiap santri yang belajar di pesantren. Menurut al-Zarnuji yang paling bisa menambahkan daya hafal adalah membaca al-Qur’an bi al-nadzar. Membaca al-Qur’an dengan melihat, bukan dengan hafalan.

Tradisi membaca al-Qur’an semenjakk Rasulullah Muhammad SAW sudah menjadi hal yang sangat dianjurkan. Bahkan, dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW mengatakan bahwa sebaik – baik kalian adalah orang yang mau mempelajari al-Qur’an dan mau mengajarkannya. Sungguh, menurut saya langkah ini adalah langkah yang cerdas untuk membentuk generasi umat, generasi qur’ani.

Mudah – mudahan upaya ini mendapat ridla Allah dan berjalan secara istiqamah sehingga cita – cita IAIN Tulungagung menjadi pelopor kampus dakwah dan peradaban bisa segera terwujud. Cita – cita itu akan menjadi kenyataan apabila di dukung oleh semua pihak dan seluruh civitas akademika yang ada di dalamnya.

Semoga bermanfaat…
Wallahu A’lam…


Kamis, 05 Januari 2017

Kekuatan di Balik Tulisan




(Sebuah Refleksi atas Buku “The Power of  Writing” Karya Dr. Ngainun Naim, M.Ag.)

.
Ah… malu rasanya, saya yang sehari – hari berkecimpung di tempat yang sama dengan beliau, tetapi terlambat memiliki buku penuh inspirasi ini. Tapi tidak apalah daripada tidak sama sekali, mending terlambat tapi tetap dapat. Begitulah kiranya ungkapan hati saya setelah resmi saya membeli buku ini sesaat sebelum acara literasi yang beliau adakan atas nama LP2M di kampus IAIN Tulungagung tercinta untuk memompa semangat kawan – kawan dalam dunia literasi.

Buku “The Power of Writing” diterbitkan oleh penerbit Lentera Kreasindo, dicetak untuk pertama kalinya pada Januari 2015 dengan tebal 230 halaman. Terbagi menjadi enam bab dengan tema, Spirit Menulis, Motivasi Menulis, Alasan Menulis, Hambatan Menulis, Strategi Menulis, Belajar Menulis Dari Para Tokoh. Buku ini telah mendapatkan banyak komentar dan penilaian dari berbagai pakar dan pegiat literasi. Pada umumnya komentar dan penilaian mereka bersifat positif.

Buku ini memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam menghipnotis pembaca, khususnya saya. Tulisannya sederhana namun mengena, tidak banyak menggunakan kata – kata yang sulit dipahami layaknya karya ilmiah yang bertaraf internasional. Namun, saya merasa, saat saya memulai perjalanan membaca karya ini, seolah - olah saya dihipnotis dengan kekuatan tulisan yang ada di dalamnya. Tanpa terasa saya telah membaca berlembar – lembar tulisan dengan judul yang berbeda – beda di buku ini namun dengan tema yang sama yaitu “Menulis”. Membaca buku ini, membuat saya merasa tidak ingin berhenti dan ingin terus membaca. Setiap kata yang tertulis seolah memiliki kekuatan memengaruhi alam pikiran saya sehingga dorongan membacanya begitu kuat.

Terlepas dari kekuatan tulisan penulis yang profokatif ini, terdapat dua judul yang seolah menusuk jauh ke dalam hati saya yang paling dalam. Dua judul tulisan itu adalah “(Maaf) Babu Saja Menulis” dan “Write or Die!”.

(Maaf) Babu Saja Menulis, sekilas ketika saya melihat judul ini, hati kecil saya seolah seperti tertusuk sembilu. Bagaimana tidak, dalam tulisan ini penulis menyajikan informasi yang begitu menusuk naluri setiap pembaca khususnya mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal sampai perguruan tinggi dengan menunjukkan satu kenyataan yang boleh dibilang bertolak belakang dengan prestasi mereka yang pernah mengenyam pendidikan formal. Seorang Sri Lestari yang sehari – hari bekerja sebagai buruh migran di Hongkong membuktikan kepada dunia bahwa menulis bukanlah hal yang sulit, buktinya dia (maaf) yang kerjanya babu saja bisa. Sementara di sisi lain banyak di antara para sarjana dan lulusan perguruan tinggi yang semestinya mereka lebih lihai dan mampu menghasilkan banyak karya, justru sama sekali mandul dan tidak menghasilkan tulisan sama sekali. Padahal, kalau kita lihat dari satu sisi potensi pendidikan formal yang di enyam seharusnya menunjukkan kenyataan yang berbeda. Sebagai buruh tentu jam kerjanya jauh lebih banyak dan kerjanya lebih berat, apalagi di luar negeri, namun nyatanya Sri tetap bisa, bagaimana dengan kita?

Secara jujur penulis mengatakan, “Sebagai orang yang merasakan manfaat menulis, saya ingin “mempermalukan” teman – teman yang punya banyak potensi dan peluang menulis melebihi Sri Lestari tetapi belum menulis. Sri Lestari yang (maaf) babu saja bisa, mau, dan mampu menulis, masak kaum yang lebih terpelajar tidak bisa?”. Pernyataan ini menurut saya, sangat mengena dan menusuk hati bagi yang mau berpikir secara mendalam. Tetapi lain halnya kalau tidak, ya mungkin hanya dianggap angin yang  berlalu saja.

Judul kedua yang menurut saya sangat profokatif adalah “Write or Die!”. Judul ini mungkin terinspirasi dari perbincangan beliau dengan penulis senior yang juga dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Much. Khoiri. Menurutnya, dalam perbincangan santai di sebuah sanggar kepenulisan di Tulungagung, Pak Emcho –sapaan akrab Much. Khoiri- mengatakan bahwa komitmen menulis itu harus dipegang teguh. Bagi pak Emcho, menulis adalah hidup itu sendiri. Bagi beliau, pilihannya hanya dua: write or die, menulis atau mati, tulis Ngainun Naim.

Memang diakui maupun tidak, kekuatan tulisan akan lebih bertahan lama daripada ucapan. Ucapan hanya akan memiliki pengaruh spontan dan seketika, mampu menggerakkan masa, namun sifatnya hanya sementara. Berbeda dengan tulisan, kekuatan tulisan lebih bertahan lama daripada kata yang terucap. Bila kata yang terucap akan hilang dan dilupakan bersamaan dengan berpisahnya orang yang mengucap atau minggalnya, maka tulisan masih tetap bisa dibaca dan diambil setiap hikmah dan pelajarannya meski penulisnya sudah meninggal dunia. Oleh karenanya menulis bisa jadi menjadi jariyah bagi si penulis setelah ketiadaannya. Namanya akan tetap terkenang bagi setiap orang yang menjadi pengagumnya sepanjang zaman. Berbeda dengan para orator yang namanya akan menghilang seiring dengan kepudaran popularitas dan produktivitasnya. Maka tidak berlebihan kiranya, jika penulis mengambil judul “Write or Die!” sebagai satu objek bahasan dalam buku ini.

Menulis membutuhkan perjuangan, perjuangan dalam mengatasi berbagai godaan yang menghampiri untuk berhenti menulis. Saya sendiri merasakan hal itu. Saya mungkin belum bisa disebut penulis oleh karena belum ada karya saya yang menghias di penerbitan. Setidaknya, saya pingin belajar menulis. Itulah yang saat ini saya lakukan. Saya mengikuti beberapa kegiatan yang di dalamnya memberikan pendidikan dan pengajaran dalam menulis, sebagaimana yang di adakan oleh Dr. Ngainun Naim. Saya ingin banyak belajar tentang dunia tulis menulis.

Buku “The Power of Writing” ini merupakan satu suntikan power bagi para pemula dalam dunia tulis – menulis. Kekuatan daya hipnotis kata dalam setiap tulisan begitu terasa sehingga menggiring para pembaca untuk terus membaca dan mendorong mereka untuk tergerak dalam menulis. 

Diakui maupun tidak dunia literasi memberikan banyak manfaat bagi setiap pembelajar. Dunia literasi semakin membantu para pembelajar untuk merekam setiap informasi dan pengetahuan lewat berbagai artikel, catatan dan tulisan – tulisan sederhana. Biarlah tulisan kita saat ini jelek, yang penting kita tetap menulis. Jangan menggunakan kesibukan sebagai alasan pembenaran bagi kita untuk tidak menulis. Penulis buku ini mengatakan, “Menulis itu, menurut saya, merupakan bentuk perjuangan. Banyak yang berpendapat bahwa menulis itu membutuhkan waktu tenang, khusus, dan sedang tidak sibuk. Jika rumus ini dipakai, barangkali saya akan sangat jarang menghasilkan tulisan. Lima hari dalam seminggu saya harus pergi ke kantor. Brangkat dari rumah sekitar jam 6 pagi dan sampai di rumah setelah magrib. Hari sabtu dan minggu biasanya saya pakai untuk kegiatan keluarga, sehingga nyaris tidak ada waktu khusus untuk menulis.”

So, bagaimana dengan kita sobat? Masihkah kita beralasan bahwa kesibukan membuat kita tidak bisa menulis. Bukankah mestinya kita yang memanfaatkan waktu, bukan sebaliknya, kita tergilas oleh waktu. Semoga kita bisa menulis seperti beliau… Amin… 

Semoga bermanfaat…

Allahu A’lam bish Shawab…

Wisata Religi di Penghujung Tahun 2016


Al-hamdulillah puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga di penghujung 2016 saya kembali bisa mengikuti kegiatan wisata religi ziarah ke makam auliya’ di wilayah Jawa Timur. Berbeda dari tahun sebelumnya, tahun ini tujuan ziarah ditambah dengan ziarah ke makam Syaikhana Khalil, Bangkalan, Madura.

Perjalanan kami dimualai dari desa Ngunut, tepatnya dari halaman LPI Qurrata A’yun di LK 02, Beji Ngunut Tulungagung. Rombongan ini diikuti kurang lebih 60 orang dengan mengendarai bus dari PO Bimario, Ponggok Blitar. Sebagai Imam Ziarah adalah Kyai Supriyono, Pengasuh Pondok Pesantren dan Madrasah Far’u Hidayatul Mubtadi’in Ngunut, LK 02 Beji Ngunut Tulungagung. Beliau adalah salah satu santri dari KH. Ali Shadiq Umman, Pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Ngunut yang kemudian diambil menantu oleh kakaknya Kyai Ali.

Siang itu selepas shalat jum’at, kira – kira pukul 13.30 WIB, perlahan bus mulai bergerak membawa 60 peziarah yang di dominasi oleh warga LPI Qurrata A’yun yang dikepalai oleh Drs. Imam Muslimin. Sebelum melaju terlebih dahulu, direktur sekaligus kepala sekolah ini memberikan pengarahan kepada seluruh peserta, khususnya kepada anak – anak bahwa perjalanan ziarah ini adalah dalam rangka wujud syukur kepada Allah atas nikmat iman, islam dan ihsan yang diberikan dengan bersyukur kepada orang yang menjadi perantara nikmat dalam hal ini adalah pembawa islam ke tanah Jawa yang dikenal dengan auliya’. Beliau juga mengingatkan agar perjalanan ziarah ini diniatkan semata – mata untuk beribadah kepada Allah bukan yang lain. Selama perjalanan diusahakan hati untuk senantiasa memperbanyak dzikir kepada Allah khususnya dengan memperbanyak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menjelaskan bahwa dahulu ketika umat islam masih lemah imannya, Rasulullah SAW pernah melarang umatnya untuk menziarahi makam  karena khawatir kalau – kalau mereka keliru niat dan justru terjerumus ke dalam kemusyrikan. Akan tetapi setelah Rasulullah SAW merasa iman umat islam sudah kuat beliau menganjurkan umat islam untuk berziarah ke makam karena dengan ziarah makam hati mudah mengingat kematian. Pesan beliau yang terpenting adalah di makam kita berdo’a dan meminta kepada Allah bukan kepada para auliya’ yang ada di dalam makam tersebut. Ini penting untuk diketahui agar tidak terjadi kesalahan yang boleh jadi berujung kepada kemusyrikan.

Sebagai tujuan pertama adalah makam K.H. Ali Shadiq Umman beserta istrinya Nyahi Fatimah. Setelah tiba di makam, jamaah kemudian secara khusyu’ mengikuti setiap do’a, dzikir dan tahlil yang di pandu oleh Kyai Supriono. Perlu diketahui bahwa K.H. Ali Shadiq Umman adalah seorang ulama’ besar di Tulungagung pendiri Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin yang lebih dikenal dengan nama pondok Ngunut. Ziarah ke makam ini tidak lepas karena keberadaan LPI Qurrota A’yun yang berdekatan dengan pondok disamping latar belakang Kyai Supriono sebagai salah satu santri pondok Ngunut. Oleh karenanya kewajibannya adalah berbakti kepada guru, bersyukur atas jasa – jasanya.

Setelah dirasa cukup, para jamaah segera bergegas menuju ke bus untuk melanjutkan perjalanan. Tidak sebagaimana biasa Stono Gedong, makam Syaikh Wasil yang biasanya menjadi tujuan kedua, kali ini tidak diziarahi. Kali ini yang menjadi tujuan kedua adalah makam Syaikh Ihsan Dakhlan al-Jampesi, ulama’ besar dari Kediri, pendiri Pondok Jampes. Beliau menjadi ulama’ kesohor di Kediri khususnya, Indonesia bahkan di luar negeri karena karya besarnya yaitu kitab “Sirajut Thalibin” yang merupakan Syarah dari kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali. Sebelum ke makam jamaah menunaikan shalat ashar berjamah di masjid, selanjutnya ziarah kemakam dengan dzikir dan tahlil sebagaimana biasa.

Perjalanan selanjutnya menuju ke makam Syaikh Sulaiman Jombang. Sebagaimana yang lain di tempat ini peserta dengan khusyu’ melakukan doa dan dzikir bersama. Setelah dirasa cukup, perjalanan selanjutnya di teruskan ke makam Troloyo, tempat Syaikh Jumadil Kubro yang dianggap sebagai salah satu leluhur wali songo di makamkan. Kompleks pemakaman ini berada di daerah Trowulan Mojokerto. Tempatnya berdekatan dengan situs sejarah kerajaan Majapahit yang masyhur. Kerajaan Jawa yang mampu mempersatukan Nusantara di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dengan maha patih Gajah Mada. Boleh dibilang bahwa kompleks pemakaman ini adalah yang terluas bila dibandingkan makam auliya’ yang lain. Saat ini area makam ini masih direnovasi agar lebih baik. Mudah – mudahan renovasi segera bisa di selesaikan sehingga para peziarah kembali bisa merasakan kenyamanan dalam melakukan do’a di area makam ini.

Selesai dari makam Troloyo kami melanjutkan perjalanan ke pulau garam Madura melintasi jembatan terpanjang di Asia Tenggara, Jembatan Suramadu. Tempat yang dituju adalah makam Syaikhana Khalil Bangkalan Madura. Syaikh Khalil adalah ulama’ karismatik dan berpengaruh di dunia pesantren khususnya para ulama’ Jawa. Hampir semua ulama’ besar tanah Jawa pada zamannya pernah berguru kepada Syaikh Khalil yang terkenal akan karomah, kealiman dan juga ke-nylenehan-nya. Sebut saja professor do’a dari Kediri K.H. Mohammad Ma’ruf pendiri pondok pesantren Kedunglo, K.H. Abdul Karim dari Lirboyo, dan pendiri jam’yyah Nahdlatul Ulama’ Syaikh Hasyim Asy’ari. Ketiga ulama’ besar ini adalah murid kinasih dari Syaikh Khalil. Kami sampai di makam Syaikh Khalil yang berada di area Masjid Agung Bangkalan sekitar pukul 23.30 WIB dini hari.

Setelah dirasa cukup berdo’a sekaligus dzikir di makam Syaikh Khalil, kami melanjutkan perjalanan ke makam Kanjeng Sunan Ampel, seorang auliya’ yang makamnya berada ditengah – tengah kota Surabaya. Makam ampel seakan tidak pernah sepi dari peziarah yang datang silih berganti dari seantero tanah air. Sunan Ampel  merupakan sosok wali yang dianggap sebagai pemimpin wali songo. Di area makam ini juga terdapat makam Mbah Bolong, dan Mbah Soleh. Keduanya adalah pengikut Sunan Ampel. Konon saat pembangunan masjid ampel banyak yang meragukan apakah arah pengimaman sudah benar – benar lurus ke arah kiblat. Karena keraguan itu akhirnya Mbah Bolong membuat lobang pada pengimaman dan setiap orang diminta untuk melihatnya. Anehnya setiap orang yang melihat ke lubang tersebut dapat melihat ka’bah secara langsung. Inilah sebabnya nama Mbah Bolong lebih dikenal daripada nama aslinya Sonhaji sampai saat ini. Sementara Mbah Soleh adalah orang yang pekerjaannya membersihkan masjid ampel. Makamnya sejumlah tujuh. Konon setelah meninggal saat masjid ampel kotor, ketika Sunan Ampel mengatakan “kalau mbah Sholeh masih hidup masjid ini pasti bersih”, beliau hidup lagi, begitu seterusnya sampai tujuh kali.

Dari ampel perjalanan diteruskan ke makam Sunan Giri. Beliau memiliki nama asli Raden Paku putra dari maulana Ishaq. Makamnya berada di Gresik di daerah Giri Kedaton. Untuk menuju ke area makam peziarah bisa memanfaatkan jasa ojek atau dokar yang sudah siap berjajar di area parkir. Kami tiba di Giri menjelang subuh. Sebelum ke makam kami melaksanakan shalat subuh terlebih dahulu karena waktu sudah hampir habis. Baru setelah itu kami menuju ke makam untuk berziarah, berdoa dan tahlil bersama.

Perjalanan berikutnya adalah ke makam Sunan Gresik atau Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Seorang wali yang dianggap sebagai peletak dasar pertama pesantren di tanah Jawa. Beliau juga disebut – sebut sebagai sesepuh wali songo. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan ke makam Drajat tempat Sunan Drajat dimakamkan, tepatnya di daerah Sedayu yang merupakan area perbukitan. Selesai berdoa dan berdzikir kami menyempatkan diri untuk mengunjungi museum Drajat yang tidak jauh dari area makam. Di museum ini terdapat beberapa peninggalan dari Sunan Drajat.

Selepas dari Drajat, perjalanan diteruskan ke Tuban ke makam Syaikh Ibrahim al-Samarkhandiy yang dikenal dengan Syaikh Asmorokondi. Letak makam ini di pesisir pantai utara. Disinilah para jamaah istirahat sambil menikmati segarnya air untuk mandi setelah menahan penat sehari semalam tanpa mandi.

Selesai dari asmorokondi kami menuju makam Kanjeng Sunan Bonang yang merupakan tujuan terakhir dari ziarah wali. Letaknya berada di pusat kota dekat dengan alun – alun kota. Untuk menuju ke area makam kami memanfaatkan jasa tukang becak atau kalau ingin berolah raga bisa dengan berjalan kaki. Jaraknya cukup lumayan sehingga bisa dimanfaatkan untuk membakar lemak yang menumpuk. Di sini pula biasanya selesai ziarah dan berdoa di makam, para jamaah menghabiskan waktunya untuk berbelanja memborong oleh – oleh untuk sanak famili, keluarga dan tetangga di rumah.

Setelah puas dengan belanja,kami melanjutkan perjalanan pulang menuju Tulungagung . Sepanjang perjalanan hampir semua peserta ziarah terlelap dalam tidurnya , mungkin  karena kelelahan selama perjalanan ziarah. Kami sampai di area LPI Qurrota A’yun pada sekitar pukul 23.55 WIB sebelum pergantian tahun. Akhirnya kedatangan kami pun disambut dengan suara letusan petasan dan percikan kembang api sebagai tanda pergantian tahun, dari 2016 ke 2017.

Semoga bermanfaat…


Allahu A’lam bish Shawab… 

Jumat, 30 Desember 2016

DI PENGHUJUNG TAHUN 2016


Tanpa terasa waktu berjalan dengan begitu cepat. Rasanya baru kemarin hiruk pikuk  suara riuh orang sorak sorai menyambut datangnya tahun 2016. Bunyi petasan, kerlap kerlip kembang api, suara terompet dan seabreg suasana pesta penuh kemeriahan menyambut datangnya tahun baru. Kini nyatanya waktu telah mengantar kita pada penghujung tahun 2016, tanda akan dimulainya babak baru kehidupan kita di tahun 2017.

Perjalanan waktu memang terasa begitu cepat. Barangkali karena kesibukan yang begitu padat sehingga waktu satu tahun seolah serasa sehari. Begitu cepat, datang dan kemudian berlalu.

Selama kurun 2016 tentu banyak hal yang kita alami dan kita rasakan. Mungkin ditahun ini kita mendapat banyak kenikmatan, anugerah yang indah dalam kehidupan kita ataupun sebaliknya, banyak menghadapi cobaan, musibah dan kegagalan dalam hidup. Tetapi yang mesti kita sadari dan terus kita ambil hikmah di dalamnya adalah kehidupan itu bersifat dinamis, selalu berjalan setapak demi setapak sehingga kita akan sampai pada tapak terakhir ketika kita sowan kembali kepada-Nya, Allah, Sang Khaliq yang akan meminta pertanggung jawaban akan hal ihwal kehidupan kita selama di dunia.

Apa yang mesti kita lakukan di penghujung tahun ini?

Muhasabah, berusah untuk selalu mengoreksi diri dari setiap perjalanan hidup kita. Apakah setiap langkah dalam kehidupan kita sudah sesuai dengan apa yang digariskan oleh Allah SWT sebagai Khaliq yang telah menciptakan kita. Seringkali kita terbawa larut dalam keadaan yang tanpa kita sadari justru membuat kita lalai dari Allah. Semua ini karena keterbatasan hati, akal dan fikiran kita untuk selalu ingat kepada-Nya. Kesibukan kita untuk mengurus pekerjaan, sekedar mengais rizki memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari menuntut kita untuk bergelut dengan kerasnya kehidupan dunia sehingga kadang tujuan hidup justru terabaikan. Maka, akhir tahun ini menjadi kesempatan bagi kita semua untuk muhasabah, koreksi diri, melihat dan menghitung setiap detik naik turunnya nafas sebelum dimintai pertanggungjawaban pemiliknya.

Mengambil Ibrah, mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan kejadian yang kita alami maupun yang terjadi disekeliling kita. Setiap peristiwa dan kejadian yang kita alami maupun yang terjadi di dunia ini bukan terjadi secara alami dan hanya sekedar gejala atau peristiwa alam belaka yang tidak mengandung pelajaran di dalamnya. Dibalik setiap peristiwa terdapat sebuah pelajaran. Maka, sudah seharusnya kita berusaha untuk selalu mengambil pelajaran dari setiap peristiwa dan kejadian yang terjadi. Apabila ada anugerah dan kenikmatan yang kita terima, maka jangan sampai kita lupa bahwa semua itu datang dari kehendak-Nya yang menuntut kita untuk bersyukur dan semakin mendekat kepada-Nya. Jika yang terjadi adalah sebuah musibah dan kegagalan, maka yang kita lakukan adalah berusaha bangkit dari semua keterpurukan itu, mengubahnya menjadi spirit untuk lebih maju dan menyadari bahwa kita tidak mampu apa – apa yang mampu hanyalah Allah saja. Selain itu juga berusaha meneliti perjalanan hidup kita barangkali ada sesuatu yang salah sehingga Allah mengingatkan kita dengan musibah tersebut.

Taubat, kembali kepada-Nya. Di dunia ini kita tidak diperintahkan untuk melakukan apapun selain hanya beribadah kepada-Nya. Mengabdikan diri kepada-Nya dengan tulus ikhlas, memurnikan agama-Nya. Maka penghujung tahun adalah momentum yang baik bagi kita untuk bertaubat kepada-Nya atas semua kelalaian, kesalahan, dosa dan setiap maksiat yang kita lakukan.  Kita juga perlu untuk melihat dan mengoreksi diri sudah sampai mana perjalanan kita untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Taubat kita juga harus kita teliti termasuk dalam katgori yang mana, taubat min al-shaghair, min al-kabair, min al-makruhat, min al-mubahat, min al-ghaflah? Begitu seterusnya sehingga kita semakin berkualitas dalam mengabdikan diri.

Berbenah Diri, akhir tahun sebagai meomentum bagi kita untuk berbenah diri, memperbaiki setiap kesalahan yang pernah kita alami. Jangan sampai kita hanya terbuai dengan kemeriahan tahun baru tetapi lupa akan perbaikan kualitas diri. Begitu seharusnya.

Apa yang harus kita lakukan di tahun depan?

Planning, apa yang akan kita lakukan di tahun depan harus kita planningkan, kita rencanakan dengan sebaik – baiknya agar kita tidak menyesal kemudian. Semua harus rapid an lebih tertata dengan baik dibandingkan tahun lalu.

Niat, perbaiki niat kita, ibarat orang menempuh pelayaran saat ini kita sedang berlabuh disebuah dermaga, dermaga 2017 Sekarang saatnya kita memulai babak baru perjalanan kita menuju dermaga 2018. Maka niat kita harus diperbaiki dan tata dengan baik jangan sampai kita menyesal kemudian.

Perbaiki Kesalahan, tahun baru adalah tahun dimana kita harus memperbaiki semua kesalahan kita di tahun lalu. Maka, cobalah resback kebelakang teliti semua kesalahan, dimana letak kesalahannya dan bagaimana cara memperbaikinya. Insya Allah hidup kita akan semakin berkah. Amin.

Memupuk Harapan, masih ada kesempatan bagi kita untuk meraih harapan. Jangan berhenti karena satu kegagalan. Ingatlah harapan masih ada. Jangan bersedih karena satu kegagalan, senyampang nafas kita masih ada, jantung kita masih berdetak disitu harapan selalu ada.

Berlomba dalam Kebaikan, tahun baru adalah waktu dan kesempatan bagi kita untuk memulai babak baru dalam berlomba menuju kebaikan. Jangan biarkan diri kita larut dalam keterpurukan dan dosa. Keluarlah dan tataplah masa depan yang lebih baik dari kemarin.

Masih banyak sebenarnya yang bisa kita lakukan di tahun baru ini. Cobalah gali semua potensi diri, manfaatkan semua peluang dan isilah setiap waktu dengan hal – hal yang bermanfaat. Semoga di tahun yang akan datang kita akan menjadi pribadi yang semakin baik dari sebelumnya, semakin sukses dalam menapaki kehidupan dan semakin dekat dengan Allah, Sang Penguasa atas segala – galanya.

Semoga Bermanfaat...

Wallahu A’lam Bish Shawab…


Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله Ø£َÙƒْبَرُ (×Ù£) اُلله Ø£َÙƒْبَرُ (×Ù£) اُلله اَكبَرُ (×Ù£) اُلله Ø£َÙƒْبَرُ ÙƒُÙ„َّÙ…َا...