Jumat, 24 Februari 2017

Kebersihan Sebagian dari Iman



Kebersihan Sebagian dari Iman
(Seri Khutbah Jum’at)

Sebagaimana biasa shalat Jum’at hari ini saya jalankan di masjid al-Hikmah desa Tunggulsari kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung. Khutbah Jum’at diawali dengan pesan iman dan taqwa kepada Allah SWT dengan senantiasa berusaha untuk selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Kali ini tema yang diangkat oleh Khatib adalah kebersihan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW, bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu sudah sepatutnyalah umat islam senantiasa berusaha untuk menjaga kebersihan.

Selain sebagai bagian dari manifestasi keimanan, kebersihan juga memiliki banyak mafaat, baik manfaat secara lahir maupun manfaat secara batin. Mengingat begitu pentingnya pembahasan tentang kebersihan ini maka kajian ilmu fiqih biasanya selalu diawali dengan kajian tentang kebersihan yang tercakup dalam bab thaharah.

Peletakan bab thaharah sebagai permulaan bab dalam kajian ilmu fiqih menunjukkan betapa pentingnya kebersihan dalam pandangan islam. Kebersihan secara lahir akan memberikan manfaat kepada umat islam terhindar dari berbagai kotoran dan najis. Terhindar dari berbagai penyakit yang mayoritas selalu diawali denngan kehidupan yang jorok. 

Kebersihan secara lahir memiliki arti penting dan banyak manfaatnya. Demikian halnya dengan kebersihan secara batin. Kebersihan secara batin ini mencakup kebersihan kita dalam pergaulan, kebersihan dalam bersikap dan bertindak, kebersihan akal kita dari berbagai pikiran yang kotor dan menyimpang serta kebersihan hati kita dari getaran – getaran yang tidak sesuai dengan apa yang diridlai Allah SWT.

Berkaitan dengan pergaulan dan sikap maka seyogyanya seorang muslim untuk selalu menjaga pergaulannya dari pergaulan yang salah. Saat ini kita seringkali melihat banyak sekali diantara para remaja yang terjerumus kedalam pergaulan yang tidak benar. Tidak hanya remaja bahkan anak – anak dan orang tua juga banyak yang terjerumus kepada pergaulan yang tidak benar. Pengaruh televisi dan kemajuan teknologi yang semakin canggih diduga menjadi faktor pemicu utama yang menyebabkan mereka terjerumus kedalam pergaulan yang salah. Hal inilah yang semestinya mendapatkan perhatian yang serius baik dari orang tua, aparat terkait maupun pemerintah sehingga perilaku perbuatan yang menyimpang dalam pergaulan bisa di antisipasi minimal bisa diminimalisir.

Dalam hal menjaga kesucian hati, maka umat islam harus senantiasa memperbanyak mujahadah. Mujahadah artinya bersungguh – sungguh dalam memerangi hawa nafsu. Mujahadah biasanya dilakukan dengan memperbanyak dzikir, istighfar dan shalawat kepada Rasulullah SAW. Dengan memperbanyak dzikir, istighfar dan shalawat sedikit demi sedikit hatinya akan diberi hidayah dan petunjuk Allah menuju jalan kebenaran.

Kebersihan baik dari sisi lahir maupun batin harus senantiasa diupayakan agar tercipta kehidupan yang seimbang dan serasi. Dengan kebersihan lahir maka kita akan diberikan kesehatan. Dengan kesehatan ibadah yang kita jalankan akan lebih lancar dan tenang bila dibandingkan dengan ibadah yang kita lakukan dengan fisik yang sakit. Kebersihan batin akan menjadikan kita semakin khusyu’ dalam mengahadap Allah SWT. Hati yang selamat dari kotoran – kotoran nafsu akan memberikan dorongan positif kepada seluruh anggota tubuh untuk melakukan hal yang baik. Sebaliknya apabila nafsu yang berkuasa dalam hati maka yang terjadi sebaliknya, yang terwujud dan tampak dalam perilaku kita adalah negatif.

Mudah – mudahan kita bisa menjaga kebersihan baik secara lahir maupun batin.

Semoga bermanfaat…
Allahu a’lam…


Muslim Sejati



MUSLIM SEJATI

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هجر مانهى الله عنه    (رواه البخاري)

Artinya: “Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya, sedangkan muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (H.R. al-Bukhari)

Hadits di atas mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya kita berlaku sebagai seorang  muslim. Seorang muslim yang sejati adalah orang yang tidak menggangu saudara mereka sesama muslim. Ia akan menebarkan kedamaian dimananpun dia berada. 

Gangguan kepada orang lain boleh jadi berasal dari tangan, boleh jadi juga berasal dari lisan. Tangan yang kita miliki boleh jadi menjadi penyebab orang lain merasa terganggu. Oleh karena itu maka seyogyanya seorang muslim selalu berusaha berbenah diri agar tangan yang dimilikinya tidak mengganggu orang lain. Baik dengan melakukan aktifitas yang bisa menyakiti seperti memukul, mencubit, mencuri, merusak dan sebagainya. Hal – hal semacam ini harus dihindarkan oleh setiap muslim agar keislamannya tidak menyebabkan orang lain celaka.

Lisan adalah makhluk Allah yang tak bertulang. Karena tak bertulang maka sifat lisan itu lentur, mudah sekali berkata A, B, C dan seterusnya. Tidak jarang tanpa kita sadari lisan itu mengucapkan hal – hal yang bisa melukai perasaan orang lain. Bahaya lisan yang tidak terjaga sangat mengkhawatirkan. Bahkan dalam salah satu riwayat disebutkan:

سلامة الإنسان فى حفظ اللسان

Artinya: “Keselamatan manusia itu tergantung pada kemampuan menjaga lisannya”.

Riwayat di atas semakin menunjukkan pentingnya kita dalam menjaga lisan. Lisan yang tidak dijaga boleh jadi akan menyebabkan peperangan yang dahsyat. Bila imbas dari tangan hanya dirasakan oleh satu dua orang, maka bahaya lisan boleh jadi bisa merusakkan seluruh warga desa, kota bahkan Negara. Nah, disinilah pentingnya umat islam untuk senantiasa menjaga lisannya agar orang lain tidak merasa terganggu dengan kehadiran kita.

Mengganggu orang lain terutama orang muslim adalah perbuatan dosa besar. Muslim yang sebenarnya tidak akan melakukan perbuatan – perbuatan yang menyebabkan orang lain terganggu. Sebaliknya muslim yang sejati akan selalu berusaha menciptakan kedamaian dimanapun dia berada tanpa pandang bulu. Sebagaimana Rasulullah SAW yang senantiasa menciptakan kedamaian dimanapun beliau berada. Pribadi beliau adalah al-Qur’an sebagaimana yang diriwayatkan Aisyah ketika ditanya tentang kepribadian Rasulullah SAW maka jawabnya, kana khuluquhu al-Qur’an.

Selanjutnya dalam hadits di atas juga diterangkan bahwa seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.  Berhijrah tidak hanya pindah tempat tanpa ada perubahan sikap dan perbuatan. Ornag yang bersama Rasulullah SAW hijrah dari Makkah menuju Madinah belum dikatakan hijrah dalam arti yang sebenarnya sehingga ia benar – benar telah meninggalkan perbuatan – perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah menuju hal – hal yang diperintahkan dan diridlai Allah SWT.

Bagi seornag muslim penting baginya untuk selalu mengoreksi diri dalam setiap waktu apakah setiap waktu yang dilalui sudah sesuai dengan kehendak Allah atau belum. Kalau belum maka hendaknya segera berhijrah agar setiap saat dari waktu yang dilaluinya selalu menjadi waktu yang bermanfaat. 

Seorang muhajir yang sebenarnya adalah orang yang mau meninggalkan segala yang haram, menjauhi segala larangan, menahan diri dari perbuatan dosa, meninggalkan diri dari segala pelanggaran, bertaubat dari segala kemaksiatan dan menahan dirinya dari perbuatan yang salah. Inilah hakikat berhijrah sebagaimana yang dikehendaki oleh hadits di atas.

Semoga Bermanfaat....
Allahu A'lam....

Kamis, 23 Februari 2017

Keutamaan Tauhid

Keutamaan Tauhid

Tauhid atau mengesakan Allah adalah hal yang penting bagi umat Islam. Mengesakan Allah adalah wujud penghambaan diri seorang hamba kepada Allah SWT. Pengakuan akan kebesaran dan kemaha agungan Allah.

Berkaitan dengan tauhid dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عُبَادَةَ ابْنِ الصَّامِتِ أَنَّهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَاكَانَ مِنَ الْعَمَلِ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya:
 Dari Ubadah bin Shamit sesungguhnya ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad saw adalah hamba dan Rasul-Nya, Isa adalah hamba dan rasul-Nya, kalimat-Nya yang diberikan kepada Maryam, serta Ruh dari-Nya, surga adalah benar adanya dan mereka pun benar adanya. Maka Allah pasti memasukkannya kedalam surga berdasarkan amalan yang dilakukannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menjelaskan bahwa barangsiapa yang bersaksi bahwa tiddak ada ilah/Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan Rasul-Nya, Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, kalimat-Nya yang diberikan kepada Maryam, serta Ruh dari-Nya, surga adalah benar adanya dan mereka pun benar adanya, maka Allah pasti memasukkanya ke dalam surga berdasarkan amalan yang dilakukannya.

Kesaksian tidak ada Tuhan selain Allah tidak hanya bersifat lisan, akan tetapi juga menuntut adanya keseriusan dalam persaksian. Seorang saksi secara otomatis langsung melihat, mendengar dan mengetahui tanpa sedikitpun mengalami keraguan didalamnya. Apabila seorang saksi tidak secara langsung mengetahui, mendengar dan melihat maka secara otomatis persaksiannya dianggap sebagai persaksian palsu.

Persaksian tidak ada Tuhan selain Allah menunjukkan adanya iman yang sempurna didalam hati. Iman disini tidak hanya berupa ucapan secara lisan akan tetapi juga mampu direalisasikan dalam bentuk perbuatan yang nyata.

Seseorang yang hatinya telah disinari oleh Tauhid yang sempurna kepada Allah secara otomatis akan tercermin dalam kehidupan sehari – hari dalam bentuk perbuatan yang sesuai dengan kehendak Allah SWT. Selain itu orang yang hatinya telah terang benderang dengan cahaya tauhid akan selalu sadar kepada Allah dalam setiap geraknya. Gerak – geriknya selalu berada dalam hidayah Allah SWT.

Jaminan Allah bagi orang yang hatinya dipenuhi dengan tauhid adalah Allah akan memasukkannya kedalam Surga. Surga Allah diperuntukkan kepada mereka yang menyembah dan mentauhidkan Allah tanpa ada keraguan sedikitpun.

Adapun bagi orang – orang yang imannya masih bercampur dengan keraguan maka mereka akan mendapat balasan sesuai dengan kadar keimanan yang ada didalamnya. Untuk menjadi seorang pribadi yang mampuu mentauhidkan Allah secara benar maka diperlukan latihan secara sungguh – sungguh. Latihan dalam mengelola hati agar mampu mentauhidkan Allah SWT harus dilakukan secara sungguh – sungguh dan bertahap. Tidak mungkin kita sampai pada keadaan semacam itu tanpa latihan terus menerus.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…


Rabu, 22 Februari 2017

Ingin Naik Kelas



 Ingin Naik Kelas

Ingin naik kelas? Sudah tahu syaratnya? Inilah syaratnya naik kelas menurut pendapat al-Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili:

لايترقى مريد قط إلا إن صحت له محبة الحق تعالى، ولامحبة الحق تعالى حتى يبغض الدنيا وأهلها، ويزهد نعيم الدارين (منح السنية ص 3)

Artinya: “Seorang murit tidak akan pernah naik kelas sama sekali kecuali apabila telah benar baginya cinta kepada Allah Ta’ala yang Maha Benar, dan tidak dinamakan cinta kepada Allah Ta’ala yang Maha benar sehingga ia membenci dunia serta isinya dan zuhud dari kenikmatan dunia dan akhirat.” (Minah al-Saniyah, h. 3)

Imam Abu al-Hasan al-Syadzili seorang ulama yang sangat masyhur dengan thariqah Syadziliyahnya ini mengatakan bahwa seorang murit tidak akan bisa naik kelas kecuali apabila cintanya kepada Allah SWT sudah benar. Naik kelas disini tentunya bukanlah naik kelas sebagaimana sekolah.  Tetapi yang dimaksud dengan naik kelas disini adalah kelas secara ruhani dalam maqam dunia tasawuf.

Seorang murit dalam hal ini adalah seseorang yang menempuh jalan menuju Allah (al-wushul ilallah) tidak berpindah naik ke satu maqam menuju maqam yang lain sehingga ia telah memiliki rasa mahabbah yang benar kepada Allah SWT. Oleh karena itu mahabbah kepada Allah harus dipupuk dan ditumbuhkan dalam diri seorang murit agar bisa meningkat dari satu maqam ke maqam yang lain yang lebih tinggi.

Bagaimana mahabbah kepada Allah dikatakan sebagai mahabbah yang benar? Banyak orang yang menyatakan cinta kepada Allah akan tetapi cintanya masih perlu diuji. Seringkali orang mengaku cinta kepada Allah akan tetapi perilakunya masih jauh dari cinta kepada Allah.

Menurut Imam Abu Hasan al-Syadzili seorang dikatakan telah benar mahabbah atau cintanya kepada Allah apabila ia telah mampu untuk membenci dunia beserta isinya. Benci disini bukan lantas tidak mau bersinggungan dan mencari sekedar rizki yang digunakannya untuk menyembah Allah SWT, akan tetapi lebih kepada penataan hati agar tidak memiliki setitik rasa cinta kepada dunia. 

Cinta kepada dunia akan membawa seseorang pada gelapnya mata hati yang seringkali menjadikannya sebagai orang yang lupa kepada Allah SWT. Banyak sekali orang yang karena cintanya kepada dunia lantas melupakan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah. Orang yang cinta kepada dunia cendeung tidak bisa memandang sesuatu secara obyektif dan benar. Kecenderungan orang yang cinta dunia selalu mengedepankan kepentingan dirinya untuk meraih keuntungan. Hal inilah yang biasanya menyebabkan seseorang cenderung menuruti keinginan nafsunya.

Apabila seseorang telah memiliki rasa cinta yang benar kepada Allah maka dia tidak akan lagi berpikir untuk sekedar memenuhi hasrat nafsunya. Kehidupannya dalam keseharian lebih diperuntukkan dalam rangka pengabdian kepada Allah SWT.

Kecintaan kepada Allah juga menuntut seseorang untuk berperilaku zuhud baik di dunia maupun di akhirat. Zuhud pada awalnya memiliki arti benci. Zuhud dunia artinya benci dengan kehidupan dunia dan zuhud akhirat benci dengan kehidupan akhirat. Tetapi apakah yang sebenarnya dimaksudkan dengan zuhud di dunia dan akhirat ini?

Zuhud di dunia yang dimaksudkan disini adalah dalam menjalankan semua aktifitas dan amal kita tidak ada pamrih dan tujuan – tujuan yang bersifat duniawi. Kalaulah kita beramal maka amal yang dilakukan itu semata – mata dikerjakan karena Allah tidak karena yang lain. Tidak ada keinginan untuk meraih kehidupan dunia. Bagi seorang sufi semuanya harus dilaksanakan semata karena mengabdikan diri dan cinta kepada Allah SWT.

Zuhud di akhirat memiliki arti bahwa dalam melaksanakan amal ibadah juga tidak kita niatkan untuk meraih surga ataupun dijauhkan dari neraka. Surga dan neraka bagi seorang sufi adalah makhluk Allah SWT. Oleh karena itu tidak sepatutnya kita melakukan ibadah dengan pamrih untuk mendapatkan makhluk yang sifatnya hanya fana belaka.

Ibadah yang dilakukan harus benar – benar murni karena Allah. Salah satu sikap sufi yang mencerminkan hal ini adalah sikap yang ditunjukkan oleh Rabi’ah al-Adawiyyah ketika ia sedang tergopoh – gopoh membawa setimba air dan sebuah obor. Rabi’ah mengatakan kalau seandainya aku menyembah Allah karena ingin surga maka saat ini juga akan aku bakar surga dengan api yang ada pada oborku ini. Sebaliknya jika aku beribadah kepada Allah karena takut pada neraka maka akan aku padamkan api neraka dengan air yang aku bawa ini.

Lantas untuk apa Rabi’ah beribadah kepada Allah? Rabi’ah beribadah kepada Allah semata – mata karena ia cinta kepada Allah. Ia beribadah hanya karena Allah dan tidak karena yang lainnya. Bila demikian maka perjumpaan dengan Allah, Dzat Yang Maha segala – galanya itulah yang menjadi tujuan dari ibadah bukan lagi yang lain.

Seorang murit yang telah jatuh cinta kepada Allah maka dalam hatinya tidak lagi ada pamrih yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Yang ada dalam hatinya adalah rasa mahabbah kepada Allah dan tujuan hidupnya tidak lain adalah untuk mengabdi kepada Allah. Urusan apakah ia akan dimasukkan ke surga atau neraka itu tidak menjadi penting bagi seorang sufi. Apabila ia telah mampu memiliki perasaan yang demikian maka ia mampu naik ke kelas yang lebih tinggi.
 Semoga bermanfaat...
Allahu A'lam...


Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...