Menulis adalah satu kegiatan yang
membutuhkan banyak konsentrasi. Menulis bagi sebagian orang menarik dan
mengasyikkan, tetapi bagi sebagian yang lain dianggap sebagai kegiatan yang
membosankan dan menjenuhkan.
Harus diakui bahwa menulis tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Menulis membutuhkan banyak waktu, fikiran,
konsentrasi dan ketelatenan. Bahasa tulis lebih sulit dibandingkan bahasa
verbal secara lisan. Bahasa tulis membutuhkan pemahaman yang benar terhadap
kaidah tata bahasa sehingga pesan yang disampaikan seorang penulis mampu
dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Hal ini tidaklah mudah mengingat
heterogenitas para pembaca yang menjadi konsumen dari tulisan yang disajikan. Tidak
jarang pembaca justru merasa bingung dan berujung pada ketidak pahaman sehingga
merasa jenuh dan malas untuk membaca tulisan secara tuntas karena tulisan yang
dirasa kurang atau tidak menarik.
Diantara hal yang menurut saya harus
diperhatikan bagi seorang penulis adalah kesabaran dan ketelatenan dalam
menulis. Memang menulis selalu membutuhkan banyak waktu, sehingga orang – orang
yang sibuk dengan aktifitas sehari – hari cenderug melalaikan kegiatan utuk
menulis. Sama halnya dengan saya, aktifitas saya yang padat baik ditempat kerja
maupun di tengah – tengah kehidupan social masyarakat membuat saya sering kali
mengabaikan kegiatan menulis. Saya mulai menyadari akan pentingnya menulis baru
beberapa tahun terakhir ini, meski demikian bukan berarti saya langsung menjadi
orang yang produktif dalam menulis. Butuh proses dalam menumbuhkan budaya tulis
dalam diri saya. Saat ini saya sedang berusaha untuk menumbuhkan budaya tulis
dalam diri saya. Perjuangan ini mudah – mudahan akan membawa hasil dimasa yang
akan dating khususnya untuk saya dan umumnya untuk umat.
Semasa duduk di bangku kuliah, saya
selalu beranggapan bahwa menulis itu membuang – buang waktu. Ini bukan tanpa alasan.
Memang pada kenyataannya menulis seringkali menyita waktu yang boleh dibilang
tidak sedikit. Butuh konsentrasi dan ketekunan serta kesabaran. Sementara disatu
sisi saat kuliah saya harus menguasai berbagai disiplin ilmu yang diajarkan
dosen dalam setiap mata kuliah mereka. Budaya diskusi yang ada dikampus sangat
menarik bagi saya sehingga saya lebih suka untuk memanfaatkan waktu saya untuk
membaca daripada menulis. Saya senang apabila dalam diskusi yang diadakan saya
bisa ikut aktif nimbrung atau bahkan memberikan masukan – masukan yang tentunya
signifikan didukung dengan data – data yang saya temukan saat saya membaca. Pandangan
itu melekat dan seolah menjadi darah daging saya setidaknya sampai saya lulus
kuliah ditahun 2009.
Lambat laun pandangan saya mulai
berubah seiring dengan perkembangan waktu dan persentuhan pemikiran ddan
keseharian saya dengan kolega – kolega yang hebat. Saya menjadai lebih tahu
bahwa ternyata menulis itu penting bagi semua orang. Rekaman informasi tiddak
selamanya selalu melekat dalam pikiran para pembaca itulah sebabnya informasi
itu harus diikat dengan menggunakan tulisan. Selain itu tulisan merupakan
sarana bagi seseorang untuk mengungkapkan ide, gagasan dan pikiran yang ada
dalam diri seseorang. Tulisan juga bisa digunakan sebagai sarana untuk
melakukan perubahan ditengah – tengah masyarakat. Banyak fakta menunjukkan
perubahan social yang dipicu oleh informasi yang mereka baca. Disekeliling kita
saat ini banyak dijumpai orang – orang yang tidak lagi percaya pada pemerintah,
bukan tanpa alasan melainkan mereka sering menemukan informasi baik secara
elektronik maupun media cetak tentang kebobrokan pemerintah. Ini adalah fakta
kecil ditengah kehidupan .
Disamping itu pengaruh dari tulisan
akan jauh lebih bertahan lama daripada bahasa lisan. Taruh saja para ulama’
salafus shalih dan para ilmuwan yang sampai hari ini masih kita kenal namanya
bahkan kita temukan karya tulisan mereka. Ini bukan kebetulan, tetapi karena
pengaruh ddari tulisan – tulisan mereka yang sampai hari ini ditemukan. Sebut saja
Imam Syafi’I, Imam Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Aristoteles, Plato, Sokrates dll. Mereka
adalah orang – orang yang memiliki pengaruh besar melampaui zamannya karena
tulisan – tulisan mereka. Mudah – mudahan saya bisa meneruskan perjuangan
mereka sebagaimana pesan Kanjeng Romo Yahi yang mentarbiyah saya dalam mimpi, “Pingino
dadi uwong koyo Imam Ghazali, ojo panggah pingin dadi tukang ngaret, sing okeh
tawasule…”. Wallahu A’lam bish Shawab
Komentar
Posting Komentar