Istiqamah Dalam Taubat


Istiqamah Dalam Taubat



Tidak ada seorangpun yang luput dari kesalahan. Setiap orang pernah terjerumus ke dalam kesalahan entah besar atau kecil kesalahan yang diperbuatnya itu. Wajar saja bilamana manusia pernah terjerumus ke dalam kesalahan. Memang manusia diciptakan dengan potensi untuk berbuat salah, pun pula ada dalam diri manusia potensi untuk melakukan kebaikan.

Allah Swt. berfirman dalam al-Qur’an Surat al-Syamsy (91); 8:
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, (QS. Al-Syamsy (91); 8)

Berbuat fujur adalah potensi terbesar dalam diri manusia, karena itu fujur disebut lebih awal daripada kata taqwa. Fujur adalah kecenderungan dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu yang menyimpang yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat yang dibenarkan. Oleh karena itu wajar sekali bila manusia lebih senang untuk memperturutkan keinginan nafsunya daripada memperbanyak ibadah dan ketaatan pada perintahnya.

Untuk membuktikan hal tersebut kiranya tidak perlu diperdebatkan secara panjang lebar. Cukup bagi kita menyaksikan apa yang ada disekeliling kita. Umumnya seseorang akan memenuhi tempat-tempat hiburan seperti orkes, wayang, karaoke, tempat rekreasi dan sebagainya dibandingkan mereka menuju ke tempat pengajian, mushalla, atau masjid yang ada di dekat rumahnya. Meskipun mereka harus mengeluarkan banyak uang, mereka rela untuk menuju tempat-tempat yang dirasa menimbulkan kesenangan itu dibanding mereka menuju ke tempat ketaatan.

Seorang yang menginginkan menuju kepada Allah, maka wajib baginya untuk istiqamah dalam taubat. Taubat secara bahasa memiliki arti kembali. Adapun secara istilah taubat adalah kembali dan menjauhi hal-hal yang tercela dalam pandangan syara’ menuju kepada hal-hal yang terpujii menurut syara’.

Taubat penting dilakukan oleh karena manusia tidak luput dari kesalahan dan dosa. Kesalahan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia menjadi satu sebab bagi dirinya tertutup dari hidayah Allah Swt. Untuk menghilangkan hijab atau tutup tersebut manusia harus bersungguh-sungguh bertaubat di hapadan Allah Swt. Taubat yang sungguh-sungguh tersebut dikenal dengan istilah taubatan nasuha.

Dengan terus menerus bertaubat kepada Allah Swt atas kesalahan dan keteledoran yang diperbuat selama ini, maka manusia akan mampuu meraih hidayah Allah dan menyingkirkan berbagai hijab yang menghalangi proses perjalanannya menuju kepada Allah Swt.

Taubat memiliki awal dan memiliki akhir. Awal dari taubat adalah taubat dari melakukan dosa besar, kemudian taubat dari melakukan dosa kecil, taubat dari hal-hal yang dimakruhkan Allah Swt., taubat dari berselisih dengan hal-hal utama, taubat dari melihat kebaikan dalam diri sendiri, taubat dari menganggap bahwa dirinya termasuk diantara orang faqir (zuhud) di zamannya, taubat dari merasa bahwa taubatnya benar, taubat dari krentek (bisikan hati) yang tidak diridhai Allah Swt. Adapun puncak taubat/akhir taubat adalah taubat dari lupa menyaksikan (syuhud al-qalbi) Allah Swt. meski hanya satu kedipan mata.

Awal taubat adalah berusaha meninggalkan dosa-dosa besar yang pernah dilakukan. Dosa besar itu terjadi oleh karena manusia sedang diambang puncak kelalainnya kepada Allah Swt. 

Setelah sukses dari taubat terhadap dosa-dosa besar yang dilakukan, maka yang seharusnya dilakukan adalah taubat dari dosa-dosa kecil. Dosa-dosa yang mungkin saja dianggap remeh oleh sebagian besar umat Islam, karena remehnya dosa tersebut. Tetapi sesungguhnya Islam tidak pernah mengajarkan bagi umatnya untuk meremehkan dosa, sekecil apapun dosa tersebut dilakukan. Dikatakan dalam satu riwayat bahwa, “Tidak ada dosa besar dengan terus diistighfari dan tidak ada dosa kecil yang terus-menerus dilakukan”.

Sebesar apapun dosa yang dikerjakan, apabila pelakunya terus-menerus istighfar, mohon ampun kepada Allah Swt, maka dosa-dosa tersebut akan berkurang dan diampuni oleh Allah. Sebaliknya, dosa kecil yang terus-menerus dilakukan tanpa pelakunya mau istighfar, mohon ampun kepada Allah Swt., maka dosa-dosa itu akan bertambah dan semakin banyak hingga menjadi dosa yang besar.

Setelah terus menerus istiqamah taubat dari dosa kecil, maka taubat yang harus dilakukan adalah taubat dari melakukan hal-hal yang dimakruhkan Allah Swt. Makruh artinya dibenci. Seorang yang ingin mendapatkan hidayah Allah dan bisa sampai (wushul) ke hadirat Allah Swt., sudah selayaknya berusaha untuk meninggalkan hal-hal yang dimakruhkan Allah. Meninggalkan hal yang dimakruhkan merupakan salah satu proses yang mesti dijalani menuju taubat yang sesungguhnya.

Menjauhi khilafil aula (berselisih dengan yang utama) menjadi salah satu proses berikutnya menuju ke puncak taubat. Menjauhi hal-hal yang masuk ikhtilaf yang tidak dianjurkan oleh jumhur kiranya penting untuk dilakukan bagi orang-orang yang menghendaki menuju wushul kepada Allah Swt.

Kemudian menjauhkan diri dari kebaikan-kebaikan yang ada dalam diri. Ini penting untuk dilakukan, karena pada hakikatnya orang yang merasa bahwa dirinya baik, adalah orang yang telah terjebak dalam perilaku ujub dan takabur.

Puncaknya adalah taubat dari lupa kepada Allah Swt walaupun hanya satu kedipan mata. Tentu untuk melakukan hal ini, bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu usaha secara kontinyu dan sungguh-sungguh. Sekali terjatuh bangkit lagi dan seterusnya hingga seseorang bisa istiqamah dalam mengingat Allah Swt pada situasi dan kondisi apapun yang ada dalam dirinya.

Semoga bermanfaat...

Komentar