Tradisi Agung yang Terabaikan
Bersua dengan guru-guru mulia adalah satu hal yang membahagiakan. Satu
kesempatan yang darinya kita bisa memperoleh banyak manfaat, pelajaran dan
pengetahuan. Dari guru-guru mulia tersebut, kita juga bisa mendapatkan
informasi tentang betapa berharganya ilmu pengetahuan bagi peradaban umat
manusia.
Dua hari ini, saya bisa sowan ke dua orang guru mulia. Guru yang
telah mengajarkan banyak hal dalam hidup saya. Tidak hanya sekedar transformasi
ilmu, melainkan beliau juga mengajarkan nilai-nilai hidup yang penting untuk
dijalankan dalam proses kehidupan di dunia ini.
Salah satu di antara pesan yang beliau sampaikan kemarin, adalah
hal yang berkaitan dengan tradisi agung yang saat ini banyak terabaikan oleh
mereka yang menjalani dan menggeluti dunia akademik. Yakni tradisi menulis.
Sontak saja hal itu menjadi satu tusukan yang cukup menohok bagi
saya. Ya, tradisi satu ini memang memerlukan banyak perhatian dan ketelatenan. Jarang
ada orang yang bisa konsisten dalam menekuni tradisi satu ini. Termasuk, saya sendiri
belum bisa konsisten dalam hal ini.
Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman yang sempat menanyakan
mengenai blog yang saya kelola. Apalagi kalau bukan karena lama tidak
mempublish tulisan. Ya, ini menunjukkan ke kurang konsistenan dalam menulis
tentunya.
Menulis menurut guru mulia, merupakan tradisi agung para ilmuan dan
salaf sholih. Perhatikan saja, sampai hari ini, kita bisa mengenal nama Plato,
Aristoteles, Socrates dan sederetan nama beken lainnya, menikmati dan menyelami
hasil pemikiran mereka, dari mana lagi kalau bukan dari karya-karya yang mereka
tinggalkan dalam bentuk tulisan.
Tulisan memiliki jangkauan yang jauh ke depan, melampaui masa hidup
seseorang. Seorang ilmuan meski jasadnya telah disemayamkan di dalam tanah,
namun namanya masih tetap dikenal karena karya yang mereka tinggalkan. Meski fisiknya
sudah tiada, namun gagasan pemikiran mereka masih bisa memengaruhi orang-orang
yang membaca karyanya.
Ini tentu menjadi sisi menarik dari pengaruh karya tulis. Jarang ada
orang yang berpikir demikian, kata beliau. Bahkan, orang yang tiap hari
bergulat dengan dunia akademik pun, banyak yang tidak berpikir mengenai hal
ini. Hanya satu, dua orang saja yang memiliki perhatian pada persoalan menulis
ini.
Ya, memang benar apa yang beliau sampaikan. Saya sendiri juga
merasakan bahwa saya belum bisa menanamkan tradisi tersebut dalam diri saya. Terkadang
muncul semangat, tetapi tidak berapa lama kemudian semangat itu menghilang.
Beliau juga menyampaikan, mungkin hal itu disebabkan karena menulis
tidak menjanjikan materi. Orientasinya tidak pada seberapa banyak rupiah yang
bisa dikumpulkan. Menulis memang tidak menjamin seseorang bisa kaya, namun
setidaknya penulis bisa memberikan pengaruh dan dampak luas pada masyarakat
melalui karya-karya yang ditelurkannya.
Al-Gazali misalnya, meski sudah ratusan tahun beliau meninggal,
namun sampai saat ini pemikirannya masih banyak dikaji oleh banyak orang, baik
di barat maupun di timur. Ini menunjukkan bahwa pemikirannya telah banyak
memberikan dampak, dan pengaruh pada pola pikir seseorang yang membaca
karyanya. Terlepas apakah dia setuju dengan pemikirannya, atau mengcounter
pendapat yang disampaikannya. Yang jelas, pemikirannya telah banyak memberikan
warna bagi para pembacanya.
Menulis, menulis dan menulis. Itulah kiranya pesan yang beliau
sampaikan meski hanya sebatas yang saya simpulkan. Harta berlimpah, jabatan,
memang sering menjadi incaran banyak orang. Namun, sejatinya, semua itu akan
hilang ditelan perubahan zaman. Pemikiran yang diabadikan melalui tulisanlah
yang mampu bertahan meski zaman telah berubah.
Begitulah, tradisi agung ini terus beliau perjuangkan. Bahkan,
beliau menyampaikan bahwa saat ini, di tahun ini, beliau sedang menunggu
terbitnya naskah buku di berbagai penerbit. Ada sembilan naskah buku yang
beliau tunggu terbitnya. Mudah-mudahan pesan beliau bisa memberikan banyak
manfaat bagi saya, dan mudah-mudahan saya bisa mengikuti jejak beliau. AAMIIN
Komentar
Posting Komentar