Bukankah Aku Ini Tuhan Kalian?

 

Bukankah Aku Ini Tuhan Kalian?



Pada dasarnya setiap yang hidup akan mati, namun tak satupun yang tahu kapan ia akan mati untuk kembali menghadap kepada-Nya. Apakah ia akan kembali menghadap kepada-Nya dengan akhir yang baik (husnul khatimah), atau sebaliknya ia menghadap dengan akhir yang buruk (su’ul khatimah). Semua menjadi teka-teki yang hanya Dia Yang Maha Mengetahui segalanya.

Yang jelas, selama menjalani kehidupan di dunia, sebenarnya manusia hanya sebatas menjalani perannya, layaknya wayang yang dimainkan oleh “Sang Dalang”. Namun, bukan lantas tidak ada andil dalam diri manusia dalam melakukan tindakannya. Ada peran yang dimiliki manusia, meskipun semua itu tetap berada dalam lingkaran “takdir” yang telah ditentukan-Nya. Manusia diberi keleluasaan dengan “hurriyyatul iradah”-nya untuk menentukan tindakan apa yang mesti diambilnya. Karena kebebasan berkehendak inilah, manusia memiliki tanggung jawab yang mesti dipikulnya sebagai akibat dari “pengambilan keputusan” yang dipilihnya dengan “hurriyatul iradah” tersebut.

Hurriyatul iradah inilah yang sejatinya harus bisa dikendalikan dan diarahkan oleh manusia dalam menjalani semua bentuk peran yang dilakoninya di dunia. Peran yang tentunya, berbeda antara satu dengan lainnya. Ada yang perannya sebagai rakyat jelata, adapula yang berperan sebagai pemimpin. Ada yang menjadi guru, murid, kyai, santri, ulama, pedagang, petani, kontraktor, dan sebagainya. Semua itu, tetap akan dimintai pertanggung jawaban karena ada “amanat” yang terselipkan dalam kebebasan berkehendak yang menentukan semua bentuk pilihan.

Semua bentuk pilihan yang ditentukan dengan hurriyatul iradah tersebut, mesti dilakukan dalam kerangka untuk mewujudkan janji manusia sebelum terlahir di dunia, yakni sewaktu ia masih berada di alam ruh. Janji, saat ruh dimintai persaksian atas ke-Tuhan-an Allah. Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", (Qs. Al-A’raf (7); 172)

Ayat ini mengingatkan pada semua manusia bahwa jauh sebelum manusia tercipta di dunia, telah ada persaksian yang diambil Allah swt kepada setiap ruh. Namun, sayangnya, kita yang telah ditakdirkan lahir sebagai manusia lupa terhadap persaksian ini. Karena itu, melalui ayat tersebut, Allah swt mengingatkan kepada kita semua, umat manusia akan persaksian yang telah diambil sebelum terlahir di dunia, supaya tidak ada alasan lagi bagi manusia menolak pertanggung jawaban yang kelak dimintakan kepada mereka atas semua perjalanan kehidupan di dunia.

Hurriyatul iradah, merupakan amanat yang berat bagi manusia. Dengan amanat ini, maka manusia harus mampu mengendalikan semua tindakan dan perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan mesti dalam rangka mewujudkan persaksian “Bukankah Aku ini Tuhan Kalian?”. Semua tindakan manusia akan dimintai pertanggung jawaban, apakah semua tindakan tersebut telah berorientasi pada tujuan yang benar dalam rangka persaksian tersebut, atau sebaliknya sebatas menuruti keinginan nafsu belaka, yang ujungnya adalah kebahagiaan “semu” yang menipu. Semoga kita mampu mengemban amanah untuk mengendalikan “hurriyatul iradah” dan pada akhirnya memperoleh kebahagiaan hakiki bersama kekasih-Nya, Rasulullah saw di surga-Nya. Aamiin

Komentar