Jumat, 04 Februari 2022

TINGKATKAN KUALITAS SHALAT

 

TINGKATKAN KUALITAS SHALAT

(Seri Khutbah Jum'at)



الحمد لله حمدا كثيرا كما أمر أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده، اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ونبينا ومولانا محمد المبعوث لتتميم مكارم الأخلاق وعلى أله وأصحابه ومن تبع دينه وسنته إلى يوم القيامة. أما بعد فيا أيها الناس اتقواالله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

Hadirin, jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Pada kesempatan yang penuh barakah ini, marilah kita tingkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah swt. dengan sekuat mungkin melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh dengan modal iman dan taqwa, kita akan menjadi orang yang beruntung dalam kehidupan dunia terlebih saat kembali menghadap-Nya kelak di hari kiamat.

Hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah

Mari kita bersyukur kepada Allah, karena sampai detik ini, Ia masih memberikan berbagai kenikmatan, karunia, hidayah dan taufiq-Nya, sehingga kita masih diberikan umur yang panjang dan bisa kembali bertemu dengan bulan mulia serta bersejarah bagi seluruh umat muslim, yakni bulan Rajab. Bulan dimana Allah swt memanggil hamba yang dicintai-Nya untuk menghadap kepada-Nya guna memberikan perintah supaya ia beserta umatnya mendirikan shalat, lima kali dalam sehari semalam. Perjalanan menghadap kepada-Nya tersbut, diabadikan dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman:

Barik Lana

 

Barik Lana



Bulan Rajab di tahun ini, sebagaimana dimuat di media NU online jatuh pada Kamis, 03 Februari 2022. Ini didasarkan atas ketidaknampakan hilal di berbagai tempat saat dilakukannya ru’yah untuk menentukan awal dimulainya penanggalan pada kalender hijriyah.

Rajab merupakan salah satu diantara empat bulan mulia dalam penanggalan kalender hijriyah. Selain masuk dalam kategori arba’atun hurum, bulan ini juga memiliki nilai historis bagi seluruh umat muslim. Yakni sejarah perjalanan Nabi Muhammad saw yang diperjalankan Allah swt dari Masjidil Haram sampai ke Masjidil Aqsha kemudian di mi’rajkan untuk menghadap kepada-Nya di Sidratul Muntaha. Perjalanan ini, hanya ditempuh dalam satu malam.

Banyak orang kala itu meragukan berita yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw mengenai peristiwa ini. Tidak jarang, sebagian diantara sahabat beliau yang merasa ragu dengan informasi ini. Tentu, hal ini sangat wajar bila dipikir dengan rasio dan logika. Pasalnya, saat itu memang keberadaan kendaraan masih sangat sederhana, sebatas mengandalkan tenaga binatang yang tersedia untuk membantu perjalanan seseorang.

Satu-satunya orang yang secara tegas langsung menerima informasi tersebut adalah Abu Bakar. Karena itu, ia memperoleh gelar Al-Shiddiq. Dia dengan penuh keyakinan tanpa keraguan secara langsung menerima informasi tentang peristiwa isra’ dan mi’raj. Hal ini tentu didasarkan karena selama menjadi sahabat nabi, baik sebelum dan sesudah diutusnya menjadi rasul, Abu Bakar tidak sekalipun pernah menjumpai nabi melakukan kebohongan. Nabi selalu jujur dalam setiap perkataannya, bahkan kejujuran ini juga diakui oleh orang-orang Makkah, jauh sebelum diangkatnya Muhammad sebagai seorang nabi dan rasul.

Kamis, 03 Februari 2022

Manisnya Iman

 

Manisnya Iman





Iman menjadi factor penting bagi manusia agar selamat dalam menjalani kehidupannya di dunia terlebih ketika kembali menghadap Allah swt di akhirat. Iman secara sederhana berarti percaya. Adapun menurut istilah, iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan.

Tidak ada paksaan dalam memilih keyakinan. Akan tetapi setelah seseorang menentukan pilihan untuk meyakini satu keyakinan tertentu, maka dibutuhkan usaha dan upaya sungguh-sungguh untuk mempertahankan keyakinan dan pastinya keimanan yang telah dipilihnya. Seorang yang telah menentukan pilihan keimanan, tentu akan diuji dengan berbagai ujian untuk mengetahui seberapa kadar kualitas iman yang dimilikinya, tidak terkecuali keimanan dalam memeluk dan meyakini Islam sebagai agama yang haq.

Senin, 31 Januari 2022

Tidak Tahu Apa-apa

 

Tidak Tahu Apa-apa



Pada awalnya manusia terlahir di dunia dalam kondisi “tidak tahu apa-apa”. Bahkan untuk sekedar melihat dan mendengarpun manusia tidak bisa, apalagi berpikir. Allah swt menegaskan hal itu melalui firman-Nya, yakni pada Surat Al-Nahl (16); 78:

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Qs. Al-Nahl (16); 78).

Melalui ayat tersebut, Allah swt mengingatkan semua manusia bahwa pada awalnya mereka dikeluarkan dari rahim ibunya tanpa memiliki kemampuan apa-apa. Mereka tidak mampu melihat, mendengar, apalagi berpikir.

Minggu, 30 Januari 2022

Memahami Arti Fithrah

 

Memahami Arti Fithrah



Setiap manusia terlahir dalam keadaan “fitrah”. Rasulullah menegaskan hal ini melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Redaksi hadits tersebut adalah sebagai berikut:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَثَلِ البَهِيمَةِ تُنْتَجُ البَهِيمَةَ هَلْ تَرَى فِيهَا جَدْعَاءَ» (رواه البخارى)

Artinya: “Nabi saw bersabda; “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah (suci), maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi, sebagaimana binatang ternak yang dilahirkan induknya, adakah engkau melihat (adanya) cacat di dalamnya?” (HR. Bukhari).

Sabtu, 29 Januari 2022

Bukankah Aku Ini Tuhan Kalian?

 

Bukankah Aku Ini Tuhan Kalian?



Pada dasarnya setiap yang hidup akan mati, namun tak satupun yang tahu kapan ia akan mati untuk kembali menghadap kepada-Nya. Apakah ia akan kembali menghadap kepada-Nya dengan akhir yang baik (husnul khatimah), atau sebaliknya ia menghadap dengan akhir yang buruk (su’ul khatimah). Semua menjadi teka-teki yang hanya Dia Yang Maha Mengetahui segalanya.

Yang jelas, selama menjalani kehidupan di dunia, sebenarnya manusia hanya sebatas menjalani perannya, layaknya wayang yang dimainkan oleh “Sang Dalang”. Namun, bukan lantas tidak ada andil dalam diri manusia dalam melakukan tindakannya. Ada peran yang dimiliki manusia, meskipun semua itu tetap berada dalam lingkaran “takdir” yang telah ditentukan-Nya. Manusia diberi keleluasaan dengan “hurriyyatul iradah”-nya untuk menentukan tindakan apa yang mesti diambilnya. Karena kebebasan berkehendak inilah, manusia memiliki tanggung jawab yang mesti dipikulnya sebagai akibat dari “pengambilan keputusan” yang dipilihnya dengan “hurriyatul iradah” tersebut.

Siapa yang Ingin Dilapangkan Rizkinya?

 

Siapa Yang Ingin Dilapangkan Rizkinya



Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia hidup di dunia tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebutuhan, baik kebutuhan sebagai makhluk individu, sosial maupun makhluk yang berketuhanan. Semua itu telah ditetapkan sejak zaman azali, yakni zaman dimana manusia belum terlahir sebagai manusia di dunia.

Setelah manusia lahir di dunia, ia terikat dengan berbagai problematika yang ada di dunia. Sebagai makhluk sosial ia ditakdirkan membutuhkan orang lain, baik sekadar untuk berkomunikasi, bertukar pikiran, maupun dalam upaya memenuhi kebutuhannya.

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...