Ba’da Al-Ta’ab
Setiap pencapaian membutuhkan proses yang mesti dijalani dengan
baik. Seberapa tingkat pencapaian tersebut, ditentukan oleh seberapa tingkat
keseriusan, serta focus untuk mencapainya. Itulah mengapa dalam peribahasa Arab
populer sebuah ungkapan, “Wamaa Al-Ladzdzatu Illa Ba’da Al-Ta’abi”, tidak
ada kenikmatan kecuali setelah adanya kepayahan.
Peribahasa ini mengajarkan sebuah proses yang mesti dilakoni dengan serius. Tidak ada satu pencapaian yang diperoleh secara “ujug-ujug”. Siapa yang tetap focus pada target dan tujuan yang diharapkan, ia akan sampai pada tujuan tersebut, tepat pada waktunya.
Hal itu pula yang selalu berusaha saya “pegang” dalam menjalani
kehidupan. Saya selalu berusaha melakukan sesuatu tanpa menundanya. Selagi ada
kesempatan, meskipun snagat sempit, saya mencoba untuk melakukan. Adapun hasil,
semua saya serahkan pada “Sang Pemilik” kehidupan. Apakah bisa selalu
totalitas?
Tentu, semua orang mengalami hal yang sama. Ada saja kendala yang
dihadapi saat kita berusaha mencapai satu tujuan. Yang paling penting menurut
saya adalah tetap focus pada tujuan awal, dan segera kembali pada “titik awal”
tersebut. Jika hal itu sulit dilakukan, maka caranya adalah dengan mencari
sebab, yang dengan sebab itu, kita bisa “terbantu” untuk kembali focus pada
“titik awal” itu.
Senin, 23 Mei 2022, merupakan salah satu diantara buah dari proses
panjang yang saya lakoni dalam sejarah perjalanan hidup saya. Hari itu, saya
melakoni tahapan paling akhir dari proses penyusunan disertasi untuk meraih
gelar “doctor” di kampus UIN Sayid Ali Rahmatullah Tulungagung. Kampus dimana
saya dididik dengan berbagai ilmu dan pengalaman sejak jenjang S1 sampai S3.
Ada lima tahapan dalam penyusunan disertasi yang mesti dilakoni,
yaitu kualifikasi, proposal, seminar hasil, ujian tertutup dan ujian terbukan.
Kualifikasi saya jalani pada kisaran bulan Desember 2020 (kalau tidak salah
tanggal 5 Desember 2020), demikian halnya dengan proposal (kira-kira tanggal 11
Desember 2020). Jaraknya cukup dekat karena memang sebelumnya sedikit banyak
sudah saya persiapkan sejak menjalani kuliah di ruang kelas, tentunya dengan
berbagai prosesnya.
Pasca ujian proposal, saya sempat mengalami vacuum dalam penyusunan
disertasi. Beberapa bulan saya tidak menyentuhnya sama sekali, meskipun banyak
waktu luang yang saya miliki. Saya merasa bahwa hal ini berat dan saya harus
bisa kembali pada titik dimana “focus” dan “titik awal”, kalau di POM, “mulai dari
nol ya”, itu harus bisa saya peroleh. Pada akhirnya, saya memaksakan diri untuk
sowan kepada promotor dengan bekal “ala kadarnya”. Di sinilah saya mendapatkan
“suntikan” semangat yang mengembalikan saya pada titik dimana saya harus tetap
“focus” pada tujuan, yakni menyelesaikan disertasi.
Pada akhirnya serangkaian proses panjang itu menuai hasil dengan
disetujuinya draf tersebut untuk disidangkan di “ujian seminar hasil”. Banyak
catatan, masukan dari para penguji yang diberikan setelah sidang tersebut.
Salah satu diantaranya adalah saran agar saya “sowan” ke penulis buku yang
menjadi focus penelitian saya. Kebetulan penelitian saya adalah pustaka,
sehingga penelitian ini, tidak mengharuskan saya untuk terjun secara langsung
ke lapangan.
Saran tersebut saya lakukan. Tepatnya pada tanggal 10 Desember
2021, saya menuju ke lokasi Pondok Pesantren dimana KH. Muhammad Luthfi Ghozali
menjadi pengasuhnya. Satu pengalaman yang sangat berharga bagi saya, karena
moment ini tentunya menjadi moment silaturahmi saya dengan beliau, setelah
sebelumnya hanya sekadar menikmati karya tulis beliau, yang kebetulan saya temukan
di media elektronik.
Kami banyak berdiskusi tentang berbagai hal, utamanya tentang
pemikiran beliau yang menjadi lokus dalam disertasi saya. Beliau sosok yang
ramah, santai dan memiliki banyak pengetahuan. Tidak mengherankan jika banyak
karya yang telah diterbitkannya dalam bentuk buku serta artikel di berbagai
media masa.
Sepulang dari situ, saya kembali focus pada disertasi yang sedang
saya susun. Tentu, banyak hal yang perlu saya benahi dan direvisi. Setelah
merasa cukup saya membawanya ke promotor. Dan dengan berbagai arahan dan
masukannya setelah melalui tahapan dan proses, pada akhirnya disertasi tersebut
disetujui untuk diujikan pada ujian tertutup. Ujian tersebut, saya lakoni pada
Senin, 21 Maret 2022.
Pasca sidang, tentu banyak catatan dan revisi yang harus segera
saya selesaikan. Saya berusaha untuk tetap focus dan menyelesaikannya setahap
demi setahap. Pada akhirnya, semua proses tersebut terlalui dan pada Senin, 23
Mei 2022, tahapan akhir itu akhirnya terselesaikan.
Begitu hasil keputusan sidang disampaikan, terbayar sudah rasa
lelah yang selama ini mengiringi hari-hari penyusunan disertasi ini. Semua beban
yang beberapa waktu terakhir turut serta mewarnai proses penyusunan disertasi
ini, seolah terbayarkan.
Tentu, saya mengakui sejujurnya bahwa masih banyak kekurangan yang
ada pada disertasi yang saya susun. Tetapi, seperti apapun adanya, Alhamdulillah,
ia telah “dianggap layak” untuk dipertanggungjawabkan. Setidaknya di depan 9
dewan penguji. Seperti orang yang sebelumnya berpuasa, kebahagiaan datang saat
tiba waktu berbuka. Itulah kiranya yang saya rasakan saat itu.
Meski secara formal pendidikan akademis ini sudah selesai, tetapi
ini bukanlah akhir. Bahkan, saya sangat sepakat dan sependapat dengan
pernyataan Prof. Syamsu Ni’am, M.Ag. sebagai promotor 2 yang memberikan pesan,
bahwa ini adalah awal dari proses perjalanan panjang dalam proses keilmuan. Masih
ada banyak tugas yang harus diselesaikan demi pengembangan keilmuan, tentunya
hal itu merupakan tugas yang mesti diemban bagi siapa saja yang menyerahkan
dirinya dalam lapangan “ilmu pengetahuan.”
Bagi para pembaca yang membaca catatan sederhana ini, catatan ini
bukan untuk menyindir siapa pun. Catatan ini sekadar untuk bahan “renungan”
bagi pribadi penulis khususnya, umumnya bagi para pembaca bahwa untuk sampai
pada “tujuan”, diperlukan untuk berani mengorbankan berbagai “kesenangan sesaat”
yang kerap kali datang sekadar untuk membuyarkan konsentrasi dan focus pada
tujuan. Karenanya, jangan mudah terombang-ambing oleh keadaan. Tetaplah focus,
bangunlah sebab, jangan terlalu berharap pada hasil. Sebab hasil sekadar buah
dari proses panjang yang kita jalani. Semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar