Karakter Santri

 

Karakter Santri


Istlah pesantren sudah sejak lama dikenal luas di Indonesia, bahkan pesantren dianggap sebagai cikal bakal berdirinya lembaga pendidikan. Tidak diketahui secara pasti, kapan awal mula berdirinya pesantren sebagai penyelenggara pendidikan. Sebagian ada yang mengklaim bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Gresik sebagai orang pertama yang mendirikan pesantren, namun sebagian informasi yang lain menyebut bahwa Sayyid Ali Rahamtullah atau Sunan Ampel lah orang yang pertama kali menyelenggarakan pendidikan pesantren.

Terlepas dari perbedaan tersebut, di setiap pesantren selalu ada figure yang menjadi panutan dan teladan di pesantren, yakni Kyai. Kyai merupakan pribadi yang memiliki charisma di tengah masyarakat secara umum, terlebih di tempat dimana ia mengajar. Petuahnya merupakan ilmu, sekaligus hukum bagi para santri yang mengikutinya.

Kharisma kyai tidak hanya pada persoalan ilmu agama saja, namun menembus pada berbagai aspek kehidupan para santri dan para pengikutnya. “Fatwa kyai” diyakini menjadi kunci bagi keberkahan dan kemanfaatan hidup para santri dan pengikutnya, baik dalam kehidupan pribadi, sosial maupun sebagai makhluk beragama yang bertuhan.

Charisma kyai bisa dirasakan juga dengan melihat bagaimana keberhasilannya dalam membentuk karakter para santrinya. Santri merupakan sebutan bagi seorang yang belajar di madrasah maupun pesantren di bawah bimbingan seorang kyai. Umumnya kyai mampu menjadikan para santrinya memiliki karakter kuat yang membedakannya dari produk lain di luar pesantren.

Karakter santri yang bisa dirasakan oleh semua masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut:

1.      Memegang teguh prinsip keyakinan kepada Allah swt.

Para santri pesantren umumnya memiliki keyakinan kuat, bahkan sebagian lainnya berkeyakinan secara total bahwa Allah adalah penentu segala-galanya. Artinya bahwa umumnya dalam menjalani kehidupan ini, para santri cenderung santai, sabar, dan siap menghadapi berbagai persoalan hidup. Hal ini disebabkan mereka telah memperoleh tempaan hidup keras dan kuat di pesantren. Selain itu, mereka juga memperoleh banyak materi tentang keimanan sehingga mereka lebih bisa memasrahkan dirinya kepada Sang Pemilik kehidupan tunggal bila dibandingkan dengan orang yang tidak belajar di pesantren.

2.      Patuh dan tunduk pada perintah kyai dan ustadznya.

Karakter ini sangat kental di dunia pesantren. Bahkan, umumnya para santri tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat wajah kyai karena saking tawadlu’nya. Para santri umumnya menaruh rasa hormat kepada para asatidz dan kyainya, bahkan mereka berebut untuk melayani mereka demi mendapatkan barakah dan manfaat ilmunya. Tidak jarang di pesantren kita temukan, para santri yang berebut minum/makan sisa minuman atau makanan para asatidznya sebagai bentuk “tabarrukan”, bahkan berebut sekadar menata “sandal” kyai atau ustadznya.

Saat berpapasan dengan asatidz atau kyai, mereka mengucap salam, mencium tangan, dan melayani kebutuhannya. Hal ini, tentu jauh berbeda bila dibandingkan dengan produk pendidikan lain, yang umumnya tidak menerapkan system semacam ini.

3.      Tawadlu’ dan rendah hati.

Para santri umumnya selalu bersikap tawadlu’. Mereka tidak membanggakan diri atas apa yang dimilikinya, namun menyadari betul bahwa segala sesuatu yang mereka miliki sesungguhnya merupakan titipan yang sewaktu-waktu bisa saja diambil pemiliknya, Allah swt. Mereka selalu berusaha mendahulukan orang lain pada persoalan-persolan hidup yang bukan berkaitan dengan ubudiyah.

4.      Tekun dalam menjalani ibadah.

Para santri umumnya memiliki karakter tekun dalam menjalani ibadah. Tentu, hal ini disebabkan karena didikan di pesantren yang selalu mengajarkan kepada mereka untuk beribadah tepat pada waktunya. Dalam hal berjamaah misalnya, mereka umumnya berebut untuk bisa shalat di belakang “kyai” maupun “asatidz”-nya untuk memperoleh barakahnya. Para santri umumnya juga tekun dalam belajar, menghafal bait-bait nadzam pelajaran mereka, sebagai bentuk menjalankan perintah Allah. Mereka meyakini, bahwa mencari ilmu merupakan hal penting, karena ibadah tidak akan pernah diterima tanpa adanya ilmu.

Di era milenial seperti saat ini, karakter santri sangat dibutuhkan. Banyak lembaga-lembaga pendidikan yang berusaha untuk menanamkan karakter sebagaimana di pesantren, akan tetapi lembaga-lembaga tersebut mengalami kegagalan. Karakter santri yang luar biasa tersebut, menurut hemat saya, tidak bisa dilepaskan dari figure penting pesantren, yakni kyai dan ustadz. Kyai dan ustadz pesantren umumnya tidak sekadar mengajar untuk transformasi ilmu semata. Lebih dari itu, mereka juga berperan sebagai motor penggerak.

Para kyai dan asatidz pesantren selalu berupaya memberi teladan dalam bersikap dan berperilaku. Oleh sebab itu, para santri umumnya meniru apa yang mereka contohkan. Karenanya kata kunci bagi para penyelenggara pendidikan di luar pesantren, jika ingin menanamkan karakter santri dalam diri para muridnya, hendaknya keteladanan dalam bersikap, bertindak dan bertutur selalu dilakukan sehingga dengan sendirinya para murid akan meniru dan mengikutinya.

Komentar