Sejarah Penyembelihan Qurban
(Seri Kutbah Jum'at)
اْلحَمْدُ للهِ ثُمَّ اْلحَمْدُ للهِ،
وَسَلاَمٌ عَلَى عِبَادِهِ اَّلذِيْنَ اصْطَفَى، الحَمْدُ للهِ اْلوَاحِدِ
اْلأَحَدِ اْلفَرْدِ الصَّمَدِ اَّلذِيْ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ
يَكُنْ لَّهُ كُفُوًّا أَحَدٌ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى وَأَسْتَهْدِيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ
وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ اْلمُهْتَدِ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلَنْ
تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا . وَالصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا
وَحَبِيْبِنَا وَعَظِيْمِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا محَمَّدٍ بَعَثَهُ اللهُ
رَحْمَةً لِّلْعَالَمِيْنَ هَادِ يًا وَّمُبَشِّرا وَّنَذِيْرًا وَدَاعِيًا إِلَى
اللهِ بِإِذْنِهِ سِرَاجًا وَّهَّاجًاوَّقَمَرًا مُّنِيْرًا ، فَهَدَى اللهُ بِهِ
اْلأُمَّةَ وَكَشَفَ بِهِ عَنْهَا الغُمَّةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى
اْلأَمَانَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ فَجَزَاهُ اللهُ عَنَّا خَيْرَ مَا جَزَى
نَبِيًّا مِنْ أَنْبِيَائِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى كُلِّ رَسُوْلٍ أَرْسَلَهُ.
أما بعد فيا أيها الناس اتقواالله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون
Hadirin jama’ah jum’ah yang
dimuliakan Allah,
Marilah
pada kesempatan jum’ah yang penuh barakah ini, senantiasa kita tingkatkan rasa
iman dan taqwa kehadirat Allah swt. Dengan bekal iman dan taqwa inilah, kita
akan menjadi seorang yang beruntung dalam kehidupan di dunia, terlebih dalam
kehidupan kekal abadi di akhirat.
Jamaah jum’at yang dimuliakan Allah,
Mari kita bersyukur, sampai detik ini kita masih diberikan usia panjang, sehingga bisa bersua dengan bulan Dzilhijjah, yakni salah satu bulan mulia diantara empat bulan yang disebut sebagai arba’atun hurum. Hari ini, berdasarkan hasil sidang itsbat yang didasarkan pada proses rukyah hilal di beberapa tempat di tanah air, tidak satu pun yang berhasil melihat hilal, karenanya, Jum’at hari ini, 01 Juli 2022, ditetapkan sebagai awal bulan Dzilhijjah. Dengan demikian jika mengacu pada sidang ini, maka Idul Adha jatuh pada hari Ahad, 10 Juli 2022. Adapun jika ada pendapat yang lain, misalnya dengan berdasar pada hisab, bahwa Idul Adha jatuh pada Sabtu, 09 Juli 2022, maka dipersilahkan. Yang terpenting mari, tetap kita jaga semangat persatuan dan kesatuan, kerukunan, serta ukhuwwah islamiyyah, sehingga keberlangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetap terjaga dengan baik.
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah,
Di bulan Dzilhijjah ini, ada peristiwa
bersejarah bagi kita umat manusia, terlebih umat Islam. Yakni peristiwa yang
dialami oleh Nabi Ibrahim bersama dengan putranya Isma’il. Ujian keimanan yang
begitu berat bagi siapapun termasuk Nabi Ibrahim dan Ismail sekalipun, yakni
beliau mesti menyembelih putranya Isma’il. Kisah ini, diabadikan Allah di dalam
Al-Qur’an. Allah berfirman:
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
Artinya: Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab:
"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah
kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (Qs. Ashshaffat (36); 102)
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Sebagai orangtua, tentu Nabi
Ibrahim memiliki rasa cinta dan sayang yang begitu mendalam kepada putranya
Ismail. Terlebih, saat itu ia masih merupakan seorang anak kecil yang baru bisa
bermain dan berlarian bersama dengan teman-temannya. Rasa gundah gulana
menyelimuti hatinya, benarkah Allah swt benar-benar memerintahkannya untuk
menyembelih sang putra yang telah dinanti-nantikannya dalam kurun waktu lama
hingga usianya senja, harus dikorbankan sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya. Peristiwa
ini terjadi pada hari ke-8 dari bulan Dzulhijjah. Karena itulah, tanggal 08
Dzulhijjah dikenal dengan nama hari tarwiyah.
Nabi Ibrahim terus munajat,
memohon petunjuk kepada Allah swt. Pada akhirnya pada malam ke-09 Dzulhijjah,
Allah kembali memberikan petunjuk melalui mimpi. Allah memerintahkan kepada
Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail. Barulah Nabi Ibrahim yakin akan
perintah Allah swt., sehingga sampai hari ini tanggal 09 Dzulhijjah dikenal
dengan hari arafah.
Jama’aah jum’ah yang dimuliakan
Allah,
Setelah merasa mantap dan yakin
akan perintah Allah, Nabi Ibrahim lantas meminta pendapat kepada putranya,
Ismail. Seorang yang shalih, iman dan bertaqwa kepada Allah, tanpa sedikitpun
keraguan dengan tegas menjawab ayahnya, dan meminta ayahnya untuk segera
melaksanakan perintah Allah. Sungguh, satu peristiwa besar, pengorbanan besar
seorang hamba yang tanpa mengenal takut, tanpa mengenal rasa “eman” bahkan untuk
memberikan “nyawa” satu-satunya, untuk dikorbankan dalam rangka pengabdian
kepada-Nya.
Singkat cerita, ketika keduanya
sudah menyerahkan diri kepada Allah swt. untuk melaksanakan perintah-Nya,
datanglah kabar gembira dari-Nya dengan mengganti Ismail dengan sembelihan yang
lain. Allah mengabadikan hal itu dalam firman-Nya:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ
يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي
الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106)
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
Artinya: Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim
membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik. Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Qs. Al-Shaffat (36); 103-107)
Hadirin jama’ah jum’ah yang
dimuliakan Allah,
Berangkat dari sejarah inilah,
pada setiap 10 Dzilhijjah dan 3 hari setelahnya (ayyam tasyrik), kita
disunnahkan untuk menyembelih binatang qurban. Dimana maksud dari hal ini,
sesungguhnya, tidak lain adalah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan yang
lainnya. Oleh karena itu, jika ada sebagian diantara kita menyembelih binatang
qurban, sekadar untuk rutinitas, maupun untuk sekadar berpesta di hari 10
Dzilhijjah, maka hal itu jauh dari tujuan utama syari’at qurban ini.
Hikmah terbesar di dalam peristiwa
ini, adalah ujian keimanan. Seseorang tidak akan dibiarkan mengaku beriman,
tanpa sebelumnya diuji terlebih dahulu. Ujian terbesar dalam kehidupan ini,
sesungguhnya adalah hidup itu sendiri. Harta benda, kesehatan, kehormatan, bisa
jadi merupakan bagian dari ujian yang berat dalam hidup, tetapi hidup itu
sendiri tentu akan menjadi ujian yang lebih besar dari itu semua. Karena itulah
Syaikh Ibnu Athaillah Al-Sakandari mengingatkan kita semua, agar dalam
kehidupan ini, kita belajar untuk mengubur nafsu dalam bumi kosong. Artinya kita
menekan “ego” kita dari setiap rasa, sehingga apapun yang terjadi dalam hidup
ini, kita tetap bersyukur kepada-Nya, tanpa sedikitpun ada keluh kesah yang
keluar dari lisan kita.
اِدْفِنْ
وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ
يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ
"Kuburlah wujudmu
(eksistensimu) di dalam bumi kerendahan (ketiadaan); maka segala yang
tumbuh namun tidak ditanam (dengan baik) tidak akan sempurna buahnya."
Semoga kita bisa menjadi pribadi yang ikhlas
dalam setiap kehidupan yang kita jalani. Semoga saat kita dipanggil
menghadap-Nya, kita kembali dengan membawa hati yang selamat. Dengan hati yang
senantiasa bersyukur kepada-Nya, dan menerima segala ketentuan-Nya, hingga kita
bisa meraih husnul khatimah. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar