Sabtu, 11 Maret 2017

Ta'alluq Bihaqiqatil Muhammadiyyah



Ta’alluq Bihaqiqatil Muhammadiyah

Rasulullah SAW adalah manusia pilihan kekasih Allah SWT. Kedudukannya dihadapan Allah lebih tinggi dibandingkan dengan makluk yang lain. Dialah orang pertama yang akan diterima syafaatnya di hari kiamat, disaat seluruh umat manusia sedang dalam keadaan bingung tiada tara.

 Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita menempatkan beliau pada tempat yang semestinya. Ketinggian pangkat dan derajat beliau dihadapan Allah cukuplah menjadi pemicuu semangat kita dalam memuliakan dan menempatkan beliau pada posisi yang tinggi diantara makhluk lain. Karena kedudukannya yang mulia, menyapa beliau dengan sapaan layaknya manusia pada umumnya dilarang oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an Surat al-Nur (24); 63, Allah SWT. berfirman:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

Artinya: Janganlah kamu sekalian memanggil Rasul diantara kalian sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain… (Q.S. al-Nur (24); 63)

Ayat ini menjadi dasar perintah untuk memanggil Rasulullah dengan panggilan yang penuh dengan pengagungan dan memuliakannya sesuai dengan kedudukannya. Menurut para ulama terkecam apabila seorang muslim memanggil dengan panggilan yang tidak disertai dengan pengagungan yang sesuai dengan kedudukan dan kemuliaannya. Itulah sebabnya untuk memanggil beliau digunakan kata “sayyidina” dan “rasulallah” yang merupakan bentuk ungkapan pengagungan dan penuh kemuliaan.

Dalam dunia tasawuf dimana didalamnya ditempuh satu perjalanan menuju wushul ilallah, berhubungan dengan Rasulullah SAW. adalah hal yang mutlak diperlukan. Berhubungan dengan Rasulullah SAW biasanya dilakukan dengan memperbanyak bacaan shalawat, mengerjakan sunnah – sunnahnya dan meminta syafaat kepadanya. Perlu diketahui bahwa syafaat yang diberikan Rasulullah SAW. tidak hanya ketika kita berada di akhirat, akan tetapi selama didunia pada hakikatnya kita juga membutuhkan syafaat dari Rasulullah SAW.

Mungkin beberapa orang akan mengajukan pertanyaan, apakah mungkin Rasulullah SAW yang telah meninggal bisa memberikan syafaat? Untuk menjawab hal ini, ada baiknya kita telaah qaul para ulama dalam kitab “Jami’ul Ushul”, halaman 172:

لأن روحانيته صلى الله عليه وسلم كجسمانيته فى الإمداد ومنبع العون ومطلع الهداية والإرشاد فى كل أن ومكان

Artinya: Sesungguhnya ruhaniyah Beliau SAW itu seperti jasmaniyahnya (semasa hidup maupun setelah wafat) dalam hal membimbing dan sebagai sumbernya pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk Allah SWT. kapan saja dan dimana saja

Qaul para ulama ini menyatakan bahwa keberadaan ruhani Rasulullah SAW. itu seperti halnya jasmaniyahnya. Artinya, meskipun beliau secara fisik sudah wafat, akan tetapi secara ruhani beliau masih tetap bisa memberikan bimbingan, menjadi sumber pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu seseorang yang menghendaki perjalanan wushul kepada Allah hendaknya senantiasa ber -ta’alluq bihaqiqatil muhammadiyah dengan memperbanyak berhubungan ruhani dan memperbanyak shalawat kepada beliau.

Shalawat termasuk cara paling tepat untuk memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Dengan memperbanyak shalawat dan menjaga adab dalam membaca shalawat maka perjalanan menuju kepada Allah in Sya Allah akan lebih mudah karena langsung mendapat bimbingan dan syafaat Rasulullah SAW.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud disebutkan, bahwa Nabi SAW. bersabda:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً (رواه الترمذي عن ابن مسعود)

Artinya: Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi-ku pada hari kiamat adalah mereka yang paling banyak shalawatnya kepada-ku

Hadits ini juga sekaligus menjadi dasar pentingnya kita berta’alluq kepada Rasulullah SAW. Membaca shalawat kepada beliau termasuk salah satu tanda akan rasa mahabbah kita kepada beliau. Mahabbah kepada beliau juga termasuk tanda bahwa kita juga cinta kepada Allah SWT.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Rabu, 08 Maret 2017

Kesempurnaan Allah dalam Mengurus Makhluk-Nya

Kesempurnaan Allah dalam Mengurus Makhluk-Nya

Allah adalah Dzat Yang Maha diatas segalanya. Kesempurnaan-Nya tak lagi perlu diragukan oleh siapapun. Meragukan kesempurnaan-Nya sama artinya mengkufuri-Nya. Dia-lah Dzat yang tiada pernah tidur, tiada pernah istirahat dalam mengurus makhluk-Nya.

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

إن الله تعالى لاينام، ولا ينبغى له أن ينام، يخفض القسط ويرفعه، يرفع إليه عمل  الليل قبل عمل النهار، وعمل النهار قبل عمل الليل، حجابه النور، لو كشفه لأحرقت سبحات وجهه ماانتهى إليه بصره من خلقه

Artinya: Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah tidur, dan tidak pantas Dia tidur. Merendahkan timbangan (keadilan) dan mengangkatnya. Di-angkat/dilaporkan kepada-Nya amalan malam hari sebelum datangnya amalan siang hari, dan amalan siang hari (diangkatkan kepada-Nya) sebelum amalan malam hari. Hijab-Nya adalah Nur. Jika Dia menyingkapnya niscaya cahaya muka-Nya membakar sesuatu yang sampai kepadanya dari pandangan makhluk-Nya. (H.R. Muslim dan Ibnu Majah, dan lafadz ini adalah miliknya)

Hadits diatas menjelaskan bahwa Allah SWT tidak pernah tidur dan tidur itu tidak pantas bagi-Nya. Oleh karenanya Allah selalu melihat apa yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Allah mengetahui segala hajat dan kebutuhan seluruh makhluk-Nya. Allah juga mengetahui ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh semua makhluk-Nya. Cukuplah Allah yang akan menjadi saksi bagi semua yang telah kita perbuat.

Kepada Allah semua amalan yang kita lakukan disiang hari akan ditunjukkan kepada-Nya sebelum datangnya amalan malam hari, pun pula sebaliknya. Tidak ada satupun yang luput dari pengawasan-Nya. Oleh karenya setiap kita harus senantiasa merasakan kehadiran Allah dalam setiap waktu. Dengan merasa terus diawasi oleh Allah, maka kita akan semakin memiliki kemantapan dalam keimanan kepada-Nya. Kemantapan iman sangat diperlukan untuk menjadi pribadi yang memiliki kematangan dalam menatap kehidupan.

Hadits diatas juga menunjukkan adanya hijab nur bagi Allah. Hijab inilah yang menutupi Dzat Allah hingga tidak ada satu makhluk pun yang mampu untuk menjangkau-Nya. Bagi orang yang menghendaki perjalanan menuju wushul kepada Allah dalam dunia kaum sufi, maka memahami hal ini sangat penting. Peran seorang mursyid dalam mengarahkan muridnya dalam perjalan wushul ini sangatlah penting. Bila tidak ada mursyid boleh jadi murid tidak akan sampai kepada Allah.

Semoga bermanfaat …

Allahu A’lam…

Selasa, 07 Maret 2017

Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba



Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba

Istilah yang semakna dengan ini mungkin adalah belajar, belajar dan terus belajar. Tugas kita di dunia ini memang harus terus belajar selain ibadah tentunya. Manusia diberi keistimewaan berupa akal pikiran yang dengan akal itu ia memiliki kedudukan istimewa dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Tetapi tentunya titel ini tidak untuk seluruh manusia. Titel ini hanya diberikan kepada manusia yang mampu menjalankan tugasnya secara baik sebagai khalifah Allah fil ardli tentunya. Bagi mereka yang tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik, maka bagi mereka titel yang sepadan dengan apa yang mereka kerjakan.

Catatan ustadz yang menarik dengan judul kearab – araban meski ‘arab pati genah’, bila ditinjau dari sisi bahasanya kiranya cukup menarik untuk sekedar jadi bahan renungan dan sekaligus koreksi diri. Istilah yang dipakai itu adalah ‘Man Talattaina Fanaina’. Konon dalam catatan tersebut, judul ini beliau dapatkan dari seorang alumni pondok pesantren Lirboyo. Pondok yang memiliki nama besar bagi warga nahdliyyin tentunya. Kalimat tersebut katanya berasal dari almaghfurlah Kia Mahrus Ali Lirboyo. Meski kata – katanya agak aneh tetapi memiliki makna yang dalam.

Man Talattaina Fanaina, barangsiapa yang telaten maka ia akan menuai/panen. Kira – kira begitulah arti dari kalimat itu. Ya memang benar, mereka yang memiliki keuletan dan ketelatenan dalam melakukan sebuah usaha, apapun itu pasti ia akan menuai hasil dari apa yang ia kerjakan. Ketelatenan dalam menekuni sebuah profesi tentunya menjadi sesuatu yang amat penting bagi siapapun yang bergelut dalam bidang profesi.

Ketelatenan dalam menekuni sesuatu mengindikasikan adanya perjuangan yang keras untuk meraih sukses dalam bidang yang ditekuni. Perjuangan itu tentunya akan melibatkan semua kekuatan dan daya kemampuan yang dimiliki baik berupa tenaga, fikiran maupun biaya. Semakin seseorang menekuni bidang garapan yang digeluti semakin banyak informasi dan pengetahuan yang ia dapatkan. Ia akan semakin mantap dalam bertindak, jeli dalam membaca peluang dan sigap dalam berbagai tantangan.

Kenyataan ini tentunya akan semakin menguntungkan bagi siapa saja. Belajar dan terus mencoba adalah hal sangat dianjurkan bagi siapa saja yang ingin sukses. Tanpa keberanian untuk selalu mencoba dan mencoba mustahi seseorang akan bisa meraih apa yang diinginkan.

Dalam hidup kita dihadapkan pada pelbagai pilihan. Apa yang kita pilih mencerminkan sikap dan kepribadian kita. Oleh karena itu dalam mengambil sikap jangan berlaku setengah – setengah. Perilaku setengah – setengah hanya akan menjadikan kita sebagai pribadi yang konyol. Ibarat ketela, ketela yang mogol. Akibatnya nasib kita juga mogol. 

Kaitannya dengan mengasah kemampuan yang kita miliki maka telaten adalah kata kuncinya. Apapun yang kita miliki sebaik apapun dan sehebat apapun itu, tidak akan ada artinya tanpa adanya ketelatenan. Bahkan mungkin anugerah Allah terbesar yang kita miliki akan tercabut dari diri kita bila kita tidak mau mengasahnya. Ibarat pisau, setajam apapun ia, tetapi bila tidak pernah diasah, pasti akan ‘kethul’ dan ‘teyengen’.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Senin, 06 Maret 2017

Penghalang Wushul



Penghalang Wushul

Dalam dunia tasawuf hal paling utama yang diharapkan oleh seorang salik/murid adalah sampai kepada Allah atau yang dikenal dengan istilah wushul. Salik adalah orang yang sedang menempuh perjalanan untuk sampai kepada Allah, sedangkan murid adalah orang yang memiliki keinginan untuk sampai kepada Allah. Dua istilah ini sebenarnya memiliki pengertian yang sama, tujuannya juga sama yaitu sampai kepada Allah.

Setiap orang bisa mencapai wushul atau sampai kepada Allah. Hanya saja dalam proses perjalanannya ada diantara salik yang mampu untuk menyingkirkan dan melewati semua rintangan tetapi banyak juga yang tidak mampu sehingga mereka berhenti atau bahkan terjatuh. Semua proses itu memerlukan perjuangan yang tidak ringan, mulai dari perjuangan yang bersifat fisik sampai yang bersifat ruhani. 

Perjuangan secara fisik mungkin saja berat tetapi seberat – beratnya perjuangan fisik masih lebih berat perjuangan secara ruhani. Perjuangan secara fisik membutuhkan keberanian untuk sedikit mengosongkan isi perut dan mengurangi porsi untuk tidur. Sementara perjuangan secara ruhani mengharuskan seseorang untuk teliti dan jeli melihat berbagai kemungkinan dikuasainya hati oleh nafsu dan setan. Terkadang secara fisik ibadah yang dilakukan salik sudah mengindikasikan bahwa dia adalah orang yang dekat kepada Allah, akan tetapi ternyata nafsu dan setan membuat usaha dan perjuangan fisik itu tidak berguna dengan mengibarkan rasa aku, ‘ujub, takabbur dan riya’. Terkadang juga seseorang seolah sudah dekat dengan Allah, bahkan asrar bathiniyahnya sudah dibuka oleh Allah. Ia menjadi orang yang karamah, banyak orang menyebutnya sebagai wali dan seterusnya, tetapi banyak juga yang lantas berhenti pada karamah sehingga tidak sampai kepada Allah. Dalam hal ini al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari mengingatkan:

من عمل لله فهو عبد الله ومن عمل لأجل الكرامة أو الدرجة فهو عبد لها

Artinya: “Barangsiapa beramal semata karena Allah, maka ia adalah hamba Allah, barangsiapa yang beramal semata karena karamah atau derajat (yang ingin dicapai), maka ia adalah hambanya (karamah dan derajat)”.

Demikianlah sulitnya perjalanan seorang yang menghendaki wushul kepada Allah. Oleh karena itu para ulama mengingatkan agar seorang yang menghendaki sampai kepada Allah harus mencari seorang mursyid. Mursyid adalah seorang yang telah sempurna imannya dan mampu untuk menyempurnakan iman muridnya. Kedudukan seorang mursyid dalam perjalanan menuju wushul mutlak diperlukan oleh seorang salikk agar dalam perjalanannya ia tidak terpedaya dan tertipu oleh bujuk rayuan setan dan nafsu.

Semua orang bisa mencapai wushul namun terdapat penghalang yang menyebabkan seseorang harus berjuang untuk menyingkirkannya sehingga tidak ada lagi penghalang antara dia dan Allah. Imam Sahal rahimahullah mengatakan:

إنما حجب الخلق عن الوصول ومشاهدة الملكوت بشيئين: سوء الطعمة، وأذى الخلق

Artinya: “Sesungguhnya makhluk itu terhalang dari wusul dan menyaksikan alam malakut sebab dua hal: buruknya makanan dan menyakiti makhluk lain.”

Qaul Imam Sahal rahimahullah diatas memberikan pencerahan kepada kita agar berhati – hati dalam hal makanan dan hubungan sosial. Seseorang yang menghendaki wushul kepada Allah harus memperhatikan dua hal diatas agar bisa sampai pada tujuan akhir yakni wushul ilallah.

Makanan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Bayangkan saja apabila tanpa makanan tentu manusia dan makhluk hidup pada umumnya tidak akan mampu bertahan hidup. Ya hidup dan mati memang Allah yang memberi dan menentukan, tetapi yang perlu kita ingat Allah selalu menciptakan sarana dan wasilahnya. Wasilah kehidupan kita adalah dengan menyantap makanan yang telah Allah sediakan bagi kita di dunia.

Makanan yang masuk ke dalam perut akan diproses oleh tubuh sehingga akan berubah menjadi daging, darah dan sari yang lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Mengingat penyokong tubuh berasal dari makanan, maka penting untuk memperhatikan dan selektif terhadap berbagai makanan yang masuk ke dalam tubuh. Bila makanan yang masuk ke tubuh adalah makanan sehat, bergizi dan berasal dari bahan yang halal tentu makanan itu akan menjadi pendorong bagi dia untuk beribadah kepada Allah SWT. Makanan halal yang msuk ke tubuh akan membuat tubuh pemakannya menjadi ringan untuk diajak mengabdikan diri kepada Allah SWT.

Sebaliknya, bila makanan yang masuk ke dalam tubuh berasal dari makanan yang buruk, makanan yang berasal dari zat – zat yang haram dan dilarang oleh syariat, tentuu efeknya juga berbeda. Makanan itu akan menyebabkan pemakannya menjadi orang yang keras hatinya dan sulit untuk diajak melakukan perintah Allah SWT.  Lebih dari itu ibadah yang dilakukan orang tersebut tidak akan diterima Allah SWT sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab “Sulam al-Taufiq” berkaitan dengan syarat diterimanya shalat yang termasuk didalamnya adalah makanannya berasal dari sesuatu yang halal.

Jelaslah dari sini kalau ibadahnya orang yang makan haram saja tidak bisa diterima disisi Allah, lantas bagaimana ia bisa menggapai wushul kepada Allah?. Inilah mungkin sedikit rahasia yang bisa kita dapatkan dari qaul Imam Sahal.

Hal kedua yang menjadi penghalang seseorang untuk menggapai wushul ilallah adalah menyakiti makhluk Allah yang lain. Dari keterangan ini kita dapat menyimpulkan bagaimana kepribadian seorang sufi yang sebenarnya. Seorang sufi adalah orang yang selalu menjaga hak – hak lainnya. Ia tidak akan melakukan hal – hal yang bisa menyakiti orang lain. Makhluk disini tidak hanya manusia akan tetapi semua makhluk Allah yang ada di bumi sampai binatang dan tetumbuhan.

Seorang sufi harus mampu menjelma sebagai rahmat bagi seluruh alam layaknya khalifah Allah di bumi. Seorang mukmin yang sebenarnya harus mampu menjadi penebar kesejahteraan dan keselamatan diseluruh bumi. Oleh karenanya jangan sampai berbuat dlalim terhadap makhluk Allah yang lain.

Dlalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jadi seorang yang memasukii dunia sufi yang hendak menuju wushul kepada Allah harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi segala hal yang bisa menyebabkannya berlaku dlalim. Dlalim kepada dirinya sendiri maupun dlalim kepada makhluk yang lain. Kaidah ushul mengatakan:

لا ضرر ولا ضرار

Artinya: “Tidak boleh berbuat bahaya (untuk diri sendiri) dan berbuat bahaya (untuk orang lain)”.

Para salikin dan muridin harus senantiasa menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang bisa menyakiti makhluk Allah yang lain. Tangan, lisan, hati dan perbuatannya harus berusaha diarahkan untuk kesadaran kepada Allah SWT wa Rasulihi SAW. 

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

MC Maulidan Musholla

 MC Maulidan Mushola   السلام عليك م ورحمة الله وبركاته بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على أمور الدنيا والدين...