Selasa, 23 Mei 2017

Tugas Akhir (Ulumul Qur'an)



Tugas Akhir


Mata Kuliah                : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu        : Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Bobot                          : 2 SKS
Fakultas                       : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan                        : PBA II (A, B, C)

Tugas akhir mata kuliah Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut:

1.      Mahasiswa melakukan revisi makalah yang telah dipresentasikan sesuai dengan masukan peserta dislusi, instruksi dan saran yang diberikan oleh dosen pengampu saat menyajikan makalah
2.      Revisi makalah dibendel satu kelas diurutkan mulai kelompok satu sampai terakhir
3.      Revisi makalah dikumpulkan berupa soft file dan hard copy yang dibendel dengan menggunakan sampul soft cover
4.      Setiap mahasiswa membuat tugas individu berupa resensi buku tentang Ulumul Qur’an
5.      Tidak dianjurkan meresensi buku dengan judul yang sama dengan mahasiswa lain
6.      Resensi buku berjumlah setidaknya 3 halaman dan maksimal 5 halaman
7.      Resensi diketik dengan menggunakan font time new roman ukuran 12 spasi 1,5 cm
8.      Resensi dikumpulkan bersamaan dengan revisi makalah berupa soft file dan hard copy yang dibendel berdasarkan urutan absen dengan sampul soft cover
9.      Keterlambatan dalam pengumpulan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama tidak akan ditolelir

Hal – hal penting yang harus ada dan diperhatikan dalam membuat resensi:

1.      Mencantumkan foto sampul depan dan belakang buku yang diresensi
2.      Menyebutkan judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan ke, ISBN, tebal, harga (bila ada) dan peresensi
3.      Menyajikan gaya penulisan buku, hal - hal baru yang menarik, yang ada dalam buku tersebut, perbandingan buku tersebut dengan buku sejenis yang dikarang oleh pengarang yang sama bila ada, kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh buku tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan peresensi
4.      Bagian akhir berupa kesimpulan mengenai hal – hal menarik yang ada pada buku yang diresensi, kemungkinan kelemahan yang terdapat di dalamnya dan saran serta masukan kedepannya menurut peresensi



Tugas Akhir (Hadits)



Tugas Akhir


Mata Kuliah                : Hadits
Dosen Pengampu        : Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Bobot                          : 3 SKS
Fakultas                       : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan                        : PAI II (J, K, L)

Tugas akhir mata kuliah hadits adalah sebagai berikut:

1.      Mahasiswa melakukan revisi makalah yang telah dipresentasikan sesuai dengan instruksi dan saran yang diberikan oleh dosen pengampu saat menyajikan makalah
2.      Revisi makalah dibendel satu kelas diurutkan mulai kelompok satu sampai terakhir
3.      Revisi makalah dikumpulkan berupa soft file dan hard copy yang dibendel dengan menggunakan sampul soft cover
4.      Setiap mahasiswa membuat tugas individu berupa resensi buku hadits
5.      Tidak dianjurkan meresensi buku dengan judul yang sama dengan mahasiswa lain
6.      Resensi buku berjumlah setidaknya 3 halaman dan maksimal 5 halaman
7.      Resensi diketik dengan menggunakan font time new roman ukuran 12 spasi 1,5 cm
8.      Resensi dikumpulkan bersamaan dengan revisi makalah berupa soft file dan hard copy yang dibendel berdasarkan urutan absen dengan sampul soft cover
9.      Keterlambatan dalam pengumpulan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama tidak akan ditolelir

Hal – hal penting yang harus ada dan diperhatikan dalam membuat resensi:
1.      Mencantumkan foto sampul depan dan belakang buku yang diresensi
2.      Menyebutkan judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, cetakan ke, ISBN, tebal, harga (bila ada) dan peresensi
3.      Menyajikan gaya penulisan buku, hal - hal baru yang menarik, yang ada dalam buku tersebut, perbandingan buku tersebut dengan buku sejenis yang dikarang oleh pengarang yang sama bila ada, kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh buku tersebut berdasarkan analisa yang dilakukan peresensi
4.      Bagian akhir berupa kesimpulan mengenai hal – hal menarik yang ada pada buku yang diresensi, kemungkinan kelemahan yang terdapat di dalamnya dan saran serta masukan kedepannya menurut peresensi


Minggu, 21 Mei 2017

Menempatkan Cinta Rasul di Atas yang Lain



Mencintai Rasul di Atas yang Lain

Indahnya Kebersamaan

Rasulullah Muhammad SAW adalah panutan bagi semua umat Islam. Beliau lah suri tauladan yang tiada duanya di dunia ini. Sungguh siapapun akan terkesima melihat dan mengetahui akhlak dan perangainya yang tiada duanya. 

Suatu saat sayyidina Umar ibnu Khaththab, khalifah Islam yang kedua pernah menyampaikan hal ihwal cintanya pada Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Tafsir Imam Ibnu Katsir yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari. Hadits itu berbunyi sebagai berikut:

والله يارسول الله أنت لأحب إلي من كل شيئ إلا من نفسي، فقال رسول الله صلى الله غليه وسلم: لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه، فقال عمر: فأنت الأن والله أحب إلي من نفسي. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الأن يا عمر  (رواه أحمد والبخا ري)

Artinya: “Demi Allah, wahai Rasulullah, Engkau niscaya lebih aku cintai daripada segala sesuatu selain dari diriku”. Rasulullah SAW menjawab: “Tidak sempurna iman seorang di antara kalian sehingga akuu lebih dicintainya daripada dirinya”. Umar berkata: “Engkau sekarang (wahai Rasulullah), demi Allah, lebih aku cintai daripada diriku sendiri”. Rasulullah SAW bersabda: “Sekarang wahai Umar (telah sempurna imanmu)”. (H.R. Imam Ahmad dan Imam Bukhari)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Bukhari di atas menjelaskan bahwa cinta kepada Rasulullah SAW pada diri seorang mukmin harus melebihi cintanya kepada yang lain, bahkan dirinya sendiri. Seorang yang mengaku beriman kepada Allah akan tetapi kecintaannya pada Rasulullah belum melebihi kecintaannya pada diri sendiri, imannya belum dianggap sempurna.

Umar ibnu Khaththab adalah satu di antara sahabat dekat Rasulullah SAW. yang memiliki rasa cinta kepada Rasul melebihi cintanya kepada yang lain termasuk dirinya sendiri. Tentu hal ini bukan hanya sekedar pengakuan lisan saja, lebih dari itu harus dibuktikan dengan perbuatan yang nyata.

Demikian halnya dengan Umar, kecintaannya kepada Rasulullah melebihi kecintaannya pada dirinya sendiri telah menjadikannya sosok yang siap berkorban demi keselamatan Rasulullah. Berulangkali ia turut serta terlibat dalam berbagai peperangan pada barisan depan untuk membela Allah dan Rasul-Nya. Ia telah menyiapkan seluruh jiwa raga dan hartanya untuk tegaknya kalimah Allah di dunia ini. Kiranya dia patut untuk dijadikan sebagai panutan bagi seorang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW.

Di akhir zaman seperti saat sekarang ini, di mana peradaban telah maju dengan pesatnya, teknologi informasi berkembang cepat tanpa bisa dibendung oleh siapapun, kiranya menanyakan pada diri sendiri perlu untuk dilakukan. Berapa sering manusia yang hidup di zaman sekarang menyatakan kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah SAW akan tetapi perilaku dan tabiatnya jauh dari perilaku yang menunjukkan cinta Allah dan Rasul-Nya.

Sebagai akibat dari berbagai perilaku tersebut adalah merebaknya benih – benih perpecahan di antara umat. Perpecahan yang mulai melanda umat Islam di akhir zaman ini. Saling menyalahkan, membid’ahkan bahkan mengkafirkan satu sama lainnya. Sungguh sebuah perilaku yang tidak selayaknya ditunjukkan oleh mereka yang mengaku beriman dan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Bukankah seorang mukmin itu bersaudara? Bahkan Rasulullah SAW mensabdakan dengan indahnya persaudaraan di antara mereka dengan hadits beliau:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا " *

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan seorang mukmin bagi mukmin lainnya itu bagaikan satu bangunan, sebagian menguatkan sebagian lainnya.”

Hadits di atas kiranya cukup dijadikan sebagai dasar pijakan seorang mukmin dalam berperilaku. Hendaknya seorang mukmin senantiasa menebarkan kedamaian dan keselamatan di muka bumi ini. Oleh karena itu sungguh bukanlah hal yang dibenarkan bila dalam melakukan dakwah, mengajak umat ke jalan yang diridlai Allah, ditempuh sebuah metode yang justru bisa merusakkan kedamaian.

Seorang muda hebat dan berbakat, Aya Nawafi’ Maksum, asli kelahiran Tulungagung pernah update status yang menukik dalam hal ini. Status itu berbunyi, “…Silahkan kamu memburu surga, tapi jangan ciptakan neraka di bumi ini…”. Status singkat namun sarat akan makna. Selayaknyalah sebagai seorang mukmin yang mengaku cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala yang ada di dunia dan bahkan dirinya untuk senantiasa menebarkan keselamatan, kedamaian dan kasih sayang di dunia ini.

Toleransi adalah kata kunci untuk terciptanya keselarasan dan kedamaian di bumi. Semakin dalam rasa cinta seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, semakin kuat pula rasa toleransi yang disuarakannya. Bukan berarti mendiamkan kesalahan dan kemaksiatan, namun tetap berdakwah, mengajak kepada kebaikan, tetapi tetap dengan cara santun, dan cinta akan kedamaian. Itulah sesungguhnya teladan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW saat beliau berdakwah mengajak umat untuk kembali mengabdikan diri kepada Allah SWT, Sang Pemilik kehidupan fana ini.

Semakin sempurna cinta seseorang kepada Rasulullah semakin ia akan menebarkan kebaikan di bumi-Nya Allah. Ia sadar betul bahwa semua ini adalah bagian dari takdir Allah yang mesti dijalani dengan ikhlas dan ridla. Bukan tempat untuk menebar kebencian, kedengkian apalagi permusuhan.

Apa yang menimpa bangsa ini kiranya cukup menjadi bahan renungan dan introspeksi diri bagi semua pihak yang terlibat dalam arus perpolitikan dan elemen bangsa. Cinta kepada Rasul akan menumbuhkan rasa cinta kepada bangsa dan tanah air.

Sejarah bangsa ini telah cukup menjadi bukti akan rasa nasionalisme yang dimiliki oleh mereka yang cinta Allah dan Rasul-Nya. Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Hos Cokroaminoto, Syaikh Hasyim Asy’ari, K.H. Agus Salim, K.H. Ahmad Dahlan dan sederetan nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu adalah sosok – sosok yang memiliki rasa cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan itu berbuah pada nasinalisme dan semangat kebangsaan. Lantas sejarah mana lagi yang hendak di dustakan?

Semoga kita mampu menjadi orang yang menjadikan cinta Rasul di atas segalanya, melebihi cinta kita pada diri kita sendiri. Semoga bangsa Indonesia, tempat di mana kita tumbuh besar,  yang saat ini diuji dengan isu – isu sektarian segera bisa keluar dari kericuhan dan perpecahan sehingga segera terwujud negara yang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”. Negara yang  "Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo".

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Haflah Akhirus Sanah



Haflah Akhirus Sanah
(Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung)


Penampilan Mahasantri pada Sesi Praacara
Sabtu, 20 Mei 2017 menjadi puncak acara dari semua kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di UPT Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung angkatan ke-6. Hal ini ditandai dengan diadakannya acara haflah akhirus sanah yang digelar pada Sabtu malam tadi. Acara ini digelar di aula utama Ma’had al-Jami’ah yang berada di lantai lima gedung Pascasarjana IAIN Tulungagung. Hadir pada acara ini, Rektor IAIN Tulungagung, Dr. K.H. Maftukhin, M.Ag., selaku pimpinan tertinggi IAIN Tulungagung, Mudir Ma’had al-Jami’ah, Dr. K.H. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag. selaku pemangku pengelolaan Ma’had al-Jami’ah, para murabbi yang terdiri dari unsur dosen tetap bukan PNS, segenap asatidz Ma’had al-Jami’ah baik dari unsur dosen maupun tenaga professional yang diperbantukan.


Rektor IAIN Tulungagung bersama para Pengelola Ma'had


Muhamad Fatoni, salah satu unsur murabbi yang mewakili sambutan atas nama ketua panitia, menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam – dalamnya kepada seluruh pihak yang hadir dan turut serta dalam menyukseskan acara tersebut, terutama atas berkenannya Rektor IAIN Tulungagung, Dr. K.H. Maftukhin, M.Ag., untuk mensuport kegiatan yang diadakan oleh UPT Ma’had al-Jami’ah. Ia juga menyampaikan bahwa kehadiran bapak rektor sudah sangat dinantikan semenjak lama, namun karena tingkat kesibukan yang luar biasa, tentu ini menjadi kendala, dan pada akhirnya baru malam tadi pada acara haflah akhirus sanah beliau bisa hadir ditengah – tengah keluarga besar Ma’had al-Jami’ah. Ia juga menyampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan yang mungkin ditemukan dalam sesi acara haflah akhirus sanah tadi malam.
 Qiraatul Qur'an oleh Mahasantri

 Selain itu ia juga menyampaikan bahwa memang pada dasarnya haflah akhirus sanah merupakan acara puncak yang menjadi penutup dari rangkain kegiatan pembelajaran di Ma’had al-Jami’ah, namun tidak untuk saat ini. Memang biasanya setelah haflah akhirus sanah seluruh mahasantri harus berkemas dan meninggalkan ma’had karena adik – adik mereka akan menjadi penghuni baru di Ma’had al-Jami’ah. Tentu sebenarnya mereka tetap ingin berada di Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung, akan tetapi karena kondisilah yang memaksa mereka untuk tidak bisa menetap di Ma’had al-Jami’ah.

Pada liburan semester ini dan untuk mengisi bulan suci Ramadlan, Ma’had al-Jami’ah mengadakan dua agenda besar yang masing – masing mahasantri harus mengikuti salah satu di antara keduanya, yakni pesantren kilat Ramadlan, yang insya Allah pembelajarannya akan di pusatkan di aula utama gedung Pascasarjana dan dirasat al-Qur’an yang sebagaimana liburan semester kemarin akan dipusatkan di Pondok  Pesantren ‘Usyaqil Qur’an dibawah asuhan Kyai Ahmad Marzuki, M.Pd.I., dosen dan alumni IAIN Tulungagung.

Sementara itu dalam sambutannya Mudir Ma’had al-Jami’ah, Dr. K.H. Muhammad Teguh Ridlwan menyampaikan banyak hal kaitannya dengan kema’hadan, sejarah kemahasantrian dan Pancasila. Kaitannya dengan kema’hadan beliau menyampaikan bahwa banyaknya kegiatan ma’had yang ada di IAIN Tulungagung ini, mudah – mudahan bisa menjadi bekal bagi para mahasantri kedepan setelah mereka lulus dari IAIN Tulungagung. Beliau juga memberikan apresiasi yang luar biasa kepada para mahasantri atas jerih payah yang dilaluinya semasa berada di asrama Ma’had al-Jami’ah. Banyak cerita yang ada di Ma’had al-Jami’ah, baik suka maupun duka, mulai dari kran airnya macet, bau yang kurang sedap dan seterusnya, namun hal itu juga tidak pernah menyurutkan minat mereka untuk tetap menimba ilmu di Ma’had al-Jami’ah.

Selanjutnya beliau juga mengungkap sejarah yang ada kaitannya dengan kemahasantrian. Bahwa ternyata negara ini bisa berdiri dengan kokoh itu sesungguhnya termasuk di antaranya adalah karena perjuangan para ulama dan kyai di masa lalu. Pangeran Diponegoro adalah salah satu di antaranya. Ia adalah seorang santri, kyai dan pemimpin pasukan saat melawan penindasan yang dilakukan penjajah Belanda kala itu. Beliau menggerakkan para santrinya untuk berjuang melawan kelaliman mereka. Kekalahan Pangeran Diponegoro telah menyebabkan para pengikutnya banyak hijrah ke berbagai daerah di belahan nusantara. Namun, karena kecerdasan yang dimilikinya maka ke manapun pengikut Diponegoro berada di situ selalu bisa dikenali. Simbol yang dipakai oleh para pengikutnya ketika mereka telah menetap di suatu wilayah tertentu adalah dengan menanam pohon sawo.

Beliau juga menyampaikan bahwa Tulungagung merupakan kota lahirnya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Pernyataan ini bukan sekedar klaim semata, tetapi merupakan hasil riset yang dilakukan oleh para peneliti di lingkungan IAIN Tulungagung. Kata Bhineka Tunggal Ika itu ada dalam kitab Sutasoma karya Empu Tantular. Menurut sejarahnya Empu Tantular adalah salah satu murid dari Sri Rajapatni Gayatri. Ia lebih menyukai hidup sebagi biksuwati daripada hidup dalam gemerlapnya istana. Beliau menghabiskan banyak waktunya di Tulungagung hingga meninggal dan dimakamkan di sana. Beliau di makamkan di Candi Dadi atau yang dikenal dengan Candi Gayatri. Oleh karena itu sesungguhnya sejarah lahirnya Pancasila tidak akan jauh dari tempat di mana Gayatri menetap yakni Tulungagung.

Adapun Rektor IAIN Tulungagung, Dr. K.H. Maftukhin, M.Ag. dalam sambutannya memberikan apresiasi besar kepada seluruh pengelola ma’had al-jami’ah dan para mahasantri yang ada di ma’had. Beliau mengatakan bahwa saat ini banyak orang yang terlalu menganggap apa yang diketahuinya benar dan bahkan memaksakan kebenaran itu kepada orang lain. Padahal sesungguhnya kebenaran yang diyakini itu hanyalah sebatas pengetahuan yang dimilikinya, tidak lantas kebenaran itu adalah kebenaran mutlak. Oleh karena itu, maka mahasantri IAIN Tulungagung tidak boleh memiliki kedangkalan ilmu dan informasi. Kedangkalan ilmu dan informasi itulah yang sesungguhnya menyebabkan orang tersebut seringkali menyalahkan orang lain yang tidak sejalan dengannya, bahkan terkadang sampai pada klaim “mengkafirkan”.

Semakin banyak ilmu dan informasi yang dimiliki seseorang sesungguhnya akan semakin menjadikan orang tersebut memiliki kearifan dan kebijaksanaan dan tidak mudah menyalahkan. Orang yang mengatakan orang lain salah dan tidak punya dasar kitabnya, belum tentu hal itu merupakan hal yang benar. Boleh jadi hal itu terjadi karena ia belum pernah belajar kitab tersebut, atau tidak punya kitab tersebut. Beliau memberikan contoh pada kalimat “hauqalah” yang bisa dibaca dengan beberapa cara. Mereka yang tahu bahwa kalimat ini bisa dibaca dengan berbagai cara tentu tidak akan mempermasalahkan, sebaliknya mereka yang belum pernah mengenyam pendidikan alfiyah atau memahami ilmu nahwu secara benar, cenderung menganggap bahwa kalimat ini hanya dibaca dengan “Laa haula walaa quwwata illaa billahh”.

Nah, oleh karena itu mahasantri yang mudah menyalahkan orang lain, atau bahkan mengkafrkan yang lain sesungguhnya, mereka itu belum menyelesaikan “ngaji”-nya. Oleh karena itu mereka harus banyak belajar dan mengaji kembali hingga kebijaksaan dan kearifan akan mereka miliki.

Beliau juga menyampaikan, bahwa ke depan semua mahasiswa IAIN Tulungagung utamanya semester satu, wajib untuk mengikuti pembelajaran “MADIN”. Rencananya akan ada alokasi khusus untuk pembelajaran madin, yakni pada jam pertama setiap harinya. Oleh karena itu semua fakultas dan jurusan harus mensterilkan jam pertama dari mata kuliah regular, utamanya untuk mahasiswa semester awal.

Kata ma’had, -menurut beliau, sesungguhnya adalah turunan dari kata ‘ahdun yang artinya adalah janji. Oleh karena itu sesungguhnya ma’had adalah tempat perjanjian bagi seorang guru dan murid, bagi seorang mursyid dan mustarsyidin untuk menempa diri dengan menuntut ilmu. Oleh karenanya mahasiswa yang saat berada di ma’had hanya bermain wa, pacaran dan seterusnya, sesungguhnya mereka telah melanggar janji. Padahal janji itu adalah hutang yang harus ditepati.

Pada kesempatan ini beliau juga panjang lebar menerangkan tentang asal usul Pancasila yang pada sambutan sebelumnya disampaikan oleh mudir ma’had. Beliau juga memberikan kabar gembira bahwa besuk pada tanggal 1 Juni 2017, insya Allah beliau akan menandatangani MOU antara IAIN Tulungagung dan Mendagri kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan oleh Mendagri kepada beberapa kampus di Indonesia, termasuk di antaranya adalah IAIN Tulungagung, yang secara resmi dipercaya untuk melakukan riset tentang Pancasila.

Kaitannya dengan kampus dakwah dan peradaban, maka ke depan IAIN Tulungagung ingin mencetak kader – kader yang mampu untuk mengisi seluruh lini dalam kehidupan masyarakat. Dakwah tidak hanya diartikan sebagai ajakan kebaikan dalam bidang keagamaan, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, baik sosial, ekonomi, agama, kesehatan dan sebagainya. Semua itu sesungguhnya adalah lahan dakwah bagi seluruh alumni IAIN Tulungagung.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…




Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...