Tetaplah Menjadi Manusia



Tetaplah menjadi manusia, begitulah pesan terakhir K.H. Musthafa Bisri seorang ulama’ besar kharismatik Nahdlatul Ulama’ dalam sebuah acara talk shaw di stasiun televisi Metro TV berjudul Mata Najwa. Mata Najwa adalah salah satu acara yang memiliki kontribusi besar dalam membentuk karakter bangsa dengan menghadirkan tokoh – tokoh besar di negara ini mulai dari dunia politik, entertainer, religious dan sebagainya. Acara ini di bawakan oleh pembawa acara yang genius putri dari mufassir besar Indonesia Prof. DR. Quraisy Syihab.

Pesan K.H. Musthafa Bisri (yang akrab di sapa dengan Gus Mus) sangat sederhana, akan tetapi memiliki pesan yang begitu mendalam bagi mereka yang mau berfikir. Manusia, ya memang kita manusia dalam bentuk fisik. Tetapi benarkah kita manusia? Pertanyaan itu kiranya perlu kita tanyakan pada diri kita masing – masing.

Allah SWT menciptakan manusia di bumi sebagai khalifah fil ardli. Artinya manusia harus mampu menjadi pengganti Allah dalam mengatur pola kehidupan di bumi sehingga seluruh potensi alam yang telah diciptakan Allah bisa diberdayakan secara maksimal sehingga tercipta keselarasan, keharmonisan dan kemashlahatan secara umum. Untuk kepentingan itulah Allah membekali manusia dengan akal yang dengan akal itu manusia bisa berfikir dan mengelola seluruh potensi yang ada sesuai dengan kehendakNya. Selain itu Allah juga menundukkan seluruh yang ada di bumi kepada manusia. Sungguh ini adalah satu nikmat yang tiada tara bagi manusia.

Manusia diciptakan dalam sebaik baik bentuk demikian penegasan ayat al qur’an dalam surat al Thin. Tentunya hal ini juga menunjukkan tentang kedudukan manusia yang mulia melebihi makhluk lain selain manusia. Lagi – lagi alqur’an juga menegaskan itu dalam al qur’an surat al isra’ ayat 70:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آَدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا (70) 

“Dan sesungguhnya telah kami mulyakan anak – anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik – baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. al Isra’; 70)

Secara eksplitis ayat diatas menerangkan tentang kemulyaan anak – anak Adam (manusia) bila dibandingkan dengan makhluk lain. Kemudian dalam ayat ini juga terkandung makna penundukan Allah terhadap daratan dan lautan untuk manusia. Ia juga memberikan rizki yang baik dan melebihkan manusia dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Ia ciptakan.

Melihat ayat diatas sudah sepatutnya manusia bersyukur atas kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya dengan cara menggunakan nikmat  - nikmat tersebut sesuai dengan apa yang dikehendaki Sang Pemberi nikmat “Allah Azza Wajalla”.

Pesan Gus Mus yang sederhana, “Tetaplah menjadi manusia, pahamilah manusia, mengertilah manusia, manusiakanlah manusia” seolah menjadi sentilan gaya Gus Mus yang begitu halus dalam menggambarkan kehidupan saat ini. Banyak manusia yang bertebaran di muka bumi ini, namun mereka tak ubahnya seperti bintang. Perilaku mereka seperti binatang yang tak memiliki pikiran. Menebar benih permusuhan, membuat kerusakan, saling menerkam dan saling menghisap darah. Begitulah mungkin gambaran dunia saat ini.

Disana sini banyak penyimpangan, narkoba, perjudian, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, perselingkuhan dan sebagainya selalu menjadi berita akrab yang kita dapatkan baik melalui media elektronik maupun cetak. Sungguh gambaran kehidupan yang begitu memprihatinkan. Lalu, dimanakah peran manusia sebagai khalifah fil ardli? Apakah peran mereka telah tergantikan oleh yang lain? Itulah yang mungkin patut untuk kita pertanyakan.

Ketika manusia telah terjerumus kelembah dosa dan kemaksiatan, kehancuran semakin tampak di depan mata. Manusia yang seharusnya tetap menjadi manusia yang memerankan perannya sebagai khalifah fil ardli telah berubah menjadi binatang – bintang yang tak berperikemanusiaan. Menerkam kesana kemari, membuat kerusakan dimana mana. Dalam kondisi seperti itulah pada dasarnya manusia telah dikembalikan kepada posisi paling hina diantara yang paling hina. Lebih hina daripada binatang bahkan kotorannya sekalipun. Dalam kondisi seperti ini manusia membutuhkan sebuah pencerahan untuk mengembalikan jati dirinya sebagai anak Adam.

Setiap anak Adam pernah melakukan kesalahan, dan sebaik – baik yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat. Taubat artinya kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridlai Allah dan rasulNya. Jalan ini adalah jalan yang ditempuh oleh anbiya’ mursalin, syuhada’ shalihin dan auliyaillah radliyallahu ‘anhum.

K.H. Musthafa Bisri berpesan agar kita tetap menjadi manusia bukan yag lain. Menjadi sosok yang dikehendaki Allah di awal penciptaannya. Tetap menjalankan kewajibannya sebagai khalifah Allah di bumi.

Sebagai tokoh agama yang kharismatik Gus Mus memberikan pencerahan yang luar biasa bagi kita semua. Seorang ulama’ yang bersahaja, bisa bergaul dengan semua kalangan mulai rakyat jelata, politisi, ulama’ dan lain sebagainya. Nafas kehidupan beliau adalah dakwahnya dalam mengajak umat manusia untuk kembali kepada jalan Sang Khaliq “Shirathal Mustaqim”. Meski demikian beliau tidak pernah menonjolkan diri sebagai ulama besar. Akhlaq pribadinya mencerminkan akhlaq Rasulullah SAW. Semoga Allah memanjangkan umur beliau dan memunculkan generasi ulama penyejuk hati seperti beliau. Amin… Allahu A’lam..



Komentar