Mujahadah Maqam




Salah satu tuntunan di dalam pengamalan shalawat wahidiyah adalah pelaksanaan mujahadah maqam. Mujahadah maqam ini dilaksanakan selama tujuh hari. Pelaksanaan mujahadah ini di adakan secara berjamaah di maqam desa tempat para pengamal tinggal. Adapun lamanya pengamalan mujahadah maqam ini adalah tujuh hari dimulai pada bulan Syawwal. Apabila dalam bulan Syawwal belum bisa melaksanakan mujahadah ini maka boleh di laksanakan di bulan berikutnya sampai bulan Dzul Hijjah. 

Mujahadah naqam sangat dianjurkan bagi pengamal shalawat wahidiyah secara keseluruhan. Adapun maksud pelaksanaan mujahadah ini adalah untuk mendo’akan semua ahli kubur yang telah mendahului khususnya ahli kubur para pengamal shalawat wahidiyah umumnya semua umat islam agar diterima seluruh amal baiknya, diampuni semua dosa dan kesalahannya dan di tempatkan di tempat yang semestinya “Surga Allah SWT”.

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa alam barzakh adalah awal dari akhirat. Ia adalah pintu bagi seseorang menuju alam akhirat. Menurut riwayat Sayyidina Utsman Ibnu Affan selalu menangis ketika beliau melintasi maqam. Ketika ditanya perihal ini, mengapa beliau selalu menangis setiap melintasi maqam? Apa gerangan yang membuat beliau menangis setiap melintasinya? Beliau menjawab: “Bukankah alam kubur (barzakh) adalah awal dari akhirat? Barangsiapa ketika di alam ini mendapat kebahagiaan tentulah akhir kehidupannya di akhirat akan bahagia. Tetapi sebaliknya, barangsiapa yang ketika berada di dalamnya ia disiksa maka sudah bisa dipastikan bahwa akhir kehidupannya di akhirat adalah siksaan dalam api neraka.”

Demikianlah hati yang penuh dengan kesadaran kepada Allah akan mudah untuk meneteskan air mata karena syauq, rindu kepada Allah, khauf, takut kepada Allah akan siksaanNya yang amat pedih. Hati yang sadar kepada Allah senantiasa diisi dengan keimanan, air matanya mudah menetes karena khauf dan teringat akan dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan. 

Disebutkan dalam kitab Nashaihud Diniyyah, Rasulullah saw bersabda:

كُلُّ عَيْنٍ بَاكِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيْلِ اللهِ نصائح الدينية ص 
10
Artinya: “Setiap mata itu menangis di hari kiyamat kecuali mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang semalam terjaga di jalan Allah” (Nashaihud Diniyah; 10)

Dalam kitab yang sama, Rasulullah saw juga bersabda:

لَا يَلِجُ النَّارَ مَنْ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدَ اللَّبَنُ فِى الضَّرْعِ وَحَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِى سَمِّ الْخِيَاطِ نصائح الدينية 
10
Artinya: “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sehingga air susu kembali masuk ke dalam teteknya dan seekor unta masuk kedalam lubang jarum”. (Nashaihud Diniyah; 10)

Menangis terkadang dianggap sebagai hal cengeng, namun terkadang menangis adalah luapan hati yang dipenuhi dengan keimanan dan kesadaran kepada Allah SWT sebagaimana tangisan Sayyidina Utsman Ibnu Affan. Tangisan seorang yang telah dijamin surga oleh Rasulullah saw.

Mengingat alam kematian adalah misteri yang sangat menghawatirkan bagi setiap orang maka mujahadah maqam sebagai salah satu bentuk ikhtiar untuk mendo’akan ahli kubur sangat penting untuk dilaksanakan. 

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah tsawabul a’mal bisa sampai kepada ahli kubur? Bukankah mereka telah mati yang itu berarti bahwa semua amal mereka telah terputus dan berhenti disitu. Wallahu A’lam bish shawab, hanya Allah yang tahu. Mungkin sampai saat ini sebagian diantara umat islam masih mempersoalkan tentang sampai tidaknya tsawabul a’mal. Akan tetapi menurut hemat penulis, hal itu tidak perlu dibesar – besarkan. Sejauh pemahaman penulis bahwa tsawabul a’mal akan sampai kepada ahli kubur asal benar – benar dilaksanakan secara ikhlas dan khusyu’ dalam berdo’a. Bukankah firman Allah dalam al qur’an: 

اُدْعُوْنِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ......

            Artinya: “Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku akan mengabulkan”.

Ayat ini tidak menyebutkan secara spesifik isi dari do’a itu. Apa saja bisa diminta kepada Allah termasuk diantaranya adalah memintakan ampun kepada semua ahli kubur yang telah kembali kehadirat Allah SWT. Dengan demikian berdo’alah kepada Allah untuk semua ahli kubur yang telah mendahului. Ingatlah qaul para ‘alim:

اَلْمَيِّتُ فِى قَبْرِهِ كَالْغَرِيْقِ الْمُغَوِّثِ يَنْتَظِرُ دَعْوَةً مِنْ أَخٍ أَوْ صَدِيْقٍ

Artinya: “Mayat dalam kubur keadaannya seperti orang yang tenggelam minta tolong, mereka sangat membutuhkan do’a (pertolongan) keluarganya baik itu dari saudara atau temannya”.

Allahu A’lam bi al Shawaab……..

Komentar