Mendahulukan Ilmu Sang Guru


Mendahulukan Ilmu Sang Guru

Masih membicarakan tentang santri, seorang yang haus akan pengetahuan dan ingin menggali berbagai informasi baru yang selama ini belum diketahuinya. Seorang yang berharap agar kelak ia bisa memiliki banyak informasi terkait dengan apa yang dicenderungi dan ditekuninya sebagai bekal untuk mencari kebahagiaan abadi “dalam angan-angan”-nya.

Saat seorang menuntut ilmu, perlu diperhatikan bahwa ia seharusnya juga menyiapkan dirinya untuk siap menampung segala pengetahuan yang akan diberikan oleh guru kepadanya. Ibarat wadah, semestinya ia mengosongkan wadahnya dan membiarkan air tertuang ke dalamnya tanpa menutup bagian atasnya. Persoalannya, terkadang seorang santri tidak menyadari hal itu.


Fakta di lapangan menunjukkan sebagian di antara santri tidak menyiapkan dirinya sebagai “wadah kosong” di hadapan gurunya. Terkadang justru ada sebagian di antara mereka menganggap bahwa dirinya memiliki kelebihan di atas gurunya. Santri yang seperti ini, tentu tidak akan mendapatkan apa yang dicarinya. Kalau toh ia mendapatkan informasi tentang ilmu, ilmu itu tidak banyak berpengaruh pada kehidupannya.

Seorang santri semestinya mengosongkan dirinya di depan gurunya. Ia semestinya mendahulukan ilmu gurunya daripada ilmu yang dimilikinya. Selain hal itu sebagai mujahadah atas dirinya sendiri, yang demikian menunjukkan akhlak seorang santri pada gurunya.

Di dalam proses pencarian terhadap ilmu pengetahuan penting artinya seorang santri untuk menyadari sepenuhnya bahwa ia bagaikan tempat yang rendah dan kosong siap utnuk diisi dengan berbagai “macam informasi”. Jangan sampai seorang murid merasa lebih dan berani menentang gurunya.

Seorang guru selain ia mentransfer pengetahuan, mendidik santrinya, terkadang ia juga menguji santrinya dengan berbagai ujian. Adakalanya ujian itu berupa hal yang telah diketahui sebelumnya oleh santri, ataupun hal lain yang belum diketahui sebelumnya.

Terkadang, sebelum tiba waktunya, santri merasa ingin mengetahui hal ihwal tentang apa yang dikerjakan oleh gurunya. Padahal sang guru sedang menguji seberapa tingkat kesabaran yang ada dalam diri sang murid. Ingin mengetahui seberapa siap hatinya dalam menerima tarbiyah darinya.

Tarbiyah guru ibarat matahari yang memancarkan sinar terangnya. Siapapun yang menyiapkan dirinya dengan keluar dari tempat berteduhnya, rela akan sengatan panasnya, ia akan menyerap berbagai zat yang bermanfaat bagi tubuhnya.

Pun pula dengan kesiapan santri “menerima keputusan gurunya” dengan berbagai macam variannya, maka terbukalah hatinya untuk menerima pancaran ilmu dari gurunya itu. Seorang guru dalam menyampaikan ilmunya, umumnya memilih waktu yang tepat serta melihat kesiapan dari santrinya. Jika ia menjumpai santrinya telah siap baik secara lahir maupun batinnya disaat itulah ia akan menganugerahkan ilmunya tersebut pada Sang Santri.

Komentar