Syarat Menjadi Murid


Syarat Menjadi Murid

Pembahasan ini bukan mengenai murid dalam arti seorang pencari ilmu yang duduk di bangku sekolah, melainkan murid yang sedang menempuh perjalanan runahi menuju hadhrah qudsiyah-Nya, Allah Swt. Seorang murid yang telah menyatakan diri untuk setia ikut bersama gurunya/mursyidnya.

Untuk menjadi seorang murid dalam perjalanan menuju kepada Allah Swt. seseorang mesti menata niatnya baik lahir maupun bathin. Menata niat penting artinya karena jika niatannya tidak benar, proses perjalanan menuju kepada Allah tidak aka nada gunanya. Seorang mesti mampu mengosongkan dirinya dari berbagai keinginan dirinya sehingga kehendaknya sirna dalam kehendak gurunya. Disebutkan dalam kitab Taqribul Ushul hal 228:


المريد من يفني إرادته بإرادة الشيخ فمن عمل برأيه أمرا فهو ليس بمريد

Artinya: “Seorang murid itu melebeburkan keinginannya pada keinginan gurunya (semata-mata menjalankan, mengikuti dan mentaati keputusan gurunya). Barangsiapa yang melakukan sesuatu menuruti pendapatnya sendiri, maka dia bukanlah seorang murid.”

Murid harus patuh dan taat pada gurunya. Ia bagaikan mayat di tangan seorang yang memandikannya. Tidak patut bagi seorang murid memiliki keinginan dan kehendak yang menyelisihi gurunya.

Modal utama bagi seorang murid yang menempuh perjalanan ruhani di bawah bimbingan seorang mursyid adalah mahabbah, taslim, menjauhkan diri dari menentangnya, serta diam di bawah apa yang menjadi kehendaknya. Semakin besar kecintaan dan taslimnya kepada mursyid, semakin besar pancaran bimbingan ruhani yang tercurah baginya. Sebaliknya, jika ia tidak memiliki mahabbah dan ketasliman kepadanya, maka tertutuplah pintu pancaran bimbingan ruhani padanya (nadzrah).

Di dalam kitab Tabaqat al-Kubro juz 1 halaman 170 disebutkan:

رأس مال المريد المحبة والتسليم وإلقاء عصا المعاندة والمخالفة والسكوت تحت مراد شيخه. وإذا كان المريد كل يوم فى زيادة المحبة والتسليم لشيخه أمن من القطع

Artinya: “Modal pokok seorang murid adalah mahabbah/cinta dan taslim/menyerahkan diri kepadanya (guru), meninggalakan penentangan dan berselisih dengannya, dan diam di bawah keinginan gurunya. Ketika seorang murid semakin bertambah mahabbah, penyerahan dirinya kepada gurunya, maka amanlah ia dari keterputusan hubungan dengan gurunya.”

Itulah diantara syarat seorang murid ruhani dalam perjalanan menuju kepada Allah Swt. Dengan tetap menjaga rasa mahabbah serta ketaslimannya, maka ia dalam keadaan aman dari keterputusan hubungan dengannya. Sebaliknya, semakin ia bepaling dan menuruti apa yang menjadi keinginan dirinya, hubungannya sebgaai seorang murid semakin terancam.

Murid itu harus menempatkan dirinya sebagai “gelas kosong” yang siap diisi oleh “mursyid”-nya. Jika ia tetap memposisikan diri sebagai seorang yang memiliki kelebihan dibanding yang lain, terlebih merasa lebih dihadapan “mursyid”nya, maka terputuslah hubungannya dengannya. Gelas yang terisi penuh, tidak mampu menerima air yang dituangkan ke dalamnya, meskipun banyak jumlahnya. Sebaliknya, gelas yang “kosong” selalu menerima air yang dituangkan ke dalamnya.

Tentu, tidak sama antara satu gelas dengan yang lain. Seberapa ia merasakan dirinya sebagai “seorang murid” yang senantiasa siap menerima tarbiyah dan nadzrah Sang Mursyid, sebanyak itu pula yang ia dapatkan. Itulah sebabnya, ilmu yang di dapat murid tidak sama antara satu dengan lainnya. Sebabnya ialah tingkat ketasliman dan mahabbahnya kepada guru.

Komentar