Evaluasi Penerapan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Madin Dirasah Qur’aniyyah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

 

Evaluasi Penerapan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Madin Dirasah Qur’aniyyah

UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung


Suasana Parkir Sepeda Mahasantri Madin Dirasah Qur'aniyah H 1


Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa pandemic covid-19 telah memberikan dampak pada semua sektor, baik sosial, politik, ekonomi, termasuk dalam dunia pendidikan. Segala hal yang pada kondisi normal bisa diselesaikan secara langsung melalui tatap muka, tidak lagi bisa dilakukan sebagai upaya dalam memutus mata rantai penularan covid-19.

Pandemic covid-19 cukup lama menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian orang, meskipun sebagian lain tidak terdampak secara psikologis, namun dampak lainnya tentu tetap juga merasakan. Instansi-instansi yang dalam kesehariannya melibatkan banyak tenaga terpaksa harus diliburkan dari tugas mengantornya dan digantikan dengan WFH (Work From Home), yakni menyelesaikan semua tugas-tugasnya dari rumah melalui berbagai akun media jaringan (online) yang dirasa bisa untuk memenuhi kebutuhannya.

Kurang lebih 19 bulan pandemic covid-19 menjadi momok, yakni awal Maret, dengan ditetapkannya sebagai pandemic dan diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di hampir seluruh wilayah di Indonesia menjadi titik dimana semua aktivitas masyarakat dilakukan melalui media online. Sebagian orang memang sudah siap untuk memanfaatkan media-media semacam ini, namun sebagian besar lainnya belum merasa siap. Tetapi, apapun alasannya selalu ada hikmah di balik terjadinya peristiwa, yang terpenting adalah mencari i’tibar dan pelajaran yang dengannya, kita bisa semakin berkembang dan tidak gagap terhadap perkembangan zaman.

Minggu-minggu akhir di bulan Maret 2019, terpaksa perkuliahan dilakukan melalui daring. Para dosen dan mahasantri melaksanakan tugas dan perannya dari rumah masing-masing. Termasuk di dalamnya adalah pembelajaran madin yang menjadi tanggungjawab dari pengelola UPT Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang kala itu masih berstatus sebagai IAIN Tulungagung.

A.    Pembelajaran Madin Di Era Pandemi

Di era pandemic sempat terjadi kebimbangan dalam melakukan pola pembalajaran madin di era pandemic, terlebih dalam melakukan pembelajaran madin dirasah qur’aniyyah. Kebimbangan ini tentu bukan tanpa dasar. Karena semua jajaran pimpinan dan pengelola menyadari betul bahwa pembelajaran madin dirasah qur’aniyyah membutuhkan penanganan yang intensif dari para asatidz. Hal yang paling penting adalah dalam hal penyampaiannya, program ini memerlukan “talaqqi”, yakni pertemuan secara langsung antara seorang guru dengan para santrinya.

Dalam pembelajaran madin dirasah qur’aniyyah ini, umumnya para santri dituntut untuk menirukan dan melihat gerakan “mulut dan bibir” dari para asatidz. Dalam praktiknya pun, biasanya para asatidz akan secara langsung membenahi kesalahan bacaan, makhraj, tajwid dan sebagainya jika ditemukan kesalahan dari para santri.

Kegalauan ini juga merambah pada kegalauan dalam mengambil kebijakan, apakah pembelajaran madin akan tetap dilaksanakan pada masa pandemic ini. Lantas bagaimana metodenya dan bagaimana cara pelaporannya dan seterusnya.

Diskusi ringan tiga pimpinan, Prof. Dr. H. Maftukhin, M.Ag., Dr. H. Abdul Azis, M.Pd.I., dan Dr. KH. Teguh, M.Ag. selaku Mudir Ma’had di Gazebo depan kantor tarbiyah lama yang saat ini menjadi kantor laboratorium FTIK, menjadi penentu langkah kebijakan untuk tetap diberlakukannya pembelajaran madin. Dengan semangat bahwa urusan pembentukan karakter mental religius mahasantri merupakan hal yang harus “diprioritaskan”, terlebih dengan mengacu pada sejarah pendirian UIN SATU Tulungagung oleh para ulama kala itu adalah dengan semangat dakwah islamiyah. Malu rasanya, jika untuk merawat fisik kampus dengan biaya mahal saja berani mengeluarkan uang, tetapi untuk urusan karakter islami, akhlaq mahasantri masih itung-itungan.

Akhirnya semangat itulah yang membulatkan tekad para pimpinan untuk tetap melaksankan pembelajaran madin di tengah pandemic, meskipun tentunya, tingkat keefektifannya tidak seefektif pertemuan tatap muka. Dengan semangat “مالا يدرك كله لا يترك كله, sesuatu yang tidak bisa diperoleh secara keseluruhan, tidak harus ditinggalkan semuanya.

Dengan berpijak pada keputusan rektor dari hasil diskusi ringan tersebut, maka pengelola ma’had al-jami’ah dengan segera melakukan perumusan tentang model pembelajaran di era pandemi ini. Adapun sistem pembelajaran yang dilakukan di masa pandemi dilakukan melalui media online yang dirasa cukup bisa mewakili.

Pada madin dirasah qur’aniyyah media yang digunakan adalah Watsap Group, Zoom, Google Meet. Adapun pada madin kitab media yang disepakati adalah menggunakan Watsap Group dan Youtube.

B.     Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Madin Dirasah Qur’aniyah

Senin, 4 Oktober 2021, secara resmi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung melakukan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Kebijakan ini diambil seiring dengan semakin berkurangnya kasus covid-19 secara nasional. Tulungagung sendiri juga menunjukkan landainya kasus covid-19, terbukti sejak seminggu sebelum pemberlakuan pembelajaran tatap muka terbatas ini, jumlah para pasien semakin menurun dan bahkan Gedung Ma’had yang saat pandemi digunakan sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) telah ditinggalkan oleh para penghuninya dan diserahkan kembali ke pihak kampus.

Di awal diinformasikannya pembelajaran tatap muka terbatas ini,-yakni yang diberlakukan pada madin dirasah qur’aniyyah, sempat terjadi kegaduhan di group kelas. Ada yang telah merindukan untuk bisa hadir di kampus, mengikuti pembelajaran secara luring, ada pula sebagain lain yang masih merasa enggan untuk pergi ke kampus. Tentu, semua itu bisa dimaklumi di tengah kondisi yang masih seperti ini.

Para pengelola pun sempat mengalami kebingungan tentang bagaimana teknis masuknya mahasantri ke dalam kampus, karena memang ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar mereka diizinkan masuk ke area kampus. Pada akhirnya atas komunikasi, kerjasama dari semua pihak dan semua sivitas akademika, akhirnya semua bisa berjalan dengan lancar.

Di hari pertama memang sedikit ada problem di lapangan, terlebih karena memang umumnya mahasantri peserta madin belum pernah menginjakkan kakinya di kampus. Oleh sebab itu sangat dimaklumi jika mereka kebingungan mencari dimana lokal kelas yang harus mereka masuki. Tetapi, semua itu telah diantisipasi oleh pengelola ma’had dengan dibantu oleh para musyrifah dengan membagi mereka ke beberapa titik, untuk mengarahkan baik asatidz maupun para mahasantri yang datang.

Hari kedua dan seterusnya, nampak semua sudah tertata dengan baik. Semua berjalan dengan lancar, tanpa ada kendala yang berarti di lapangan. Tingkat antusiasme mahasantri pun nampaknya juga semakin meningkat, terbukti banyak diantara mereka yang hadir di perkuliahan tatap muka ini.

C.    Evaluasi Pelaksanaan PTMP

Untuk mengetahui secara real kondisi pembelajaran madin pada Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) ini, pengelola ma’had menyebarkan angket melalui Google Formulir yang ditujukan kepada asatidz dan mahasantri. Tidak ada paksaan bagi mahasantri untuk hadir ke kampus, terlebih jika mereka belum memenuhi persyaratan, meskipun datang ke kampus, ujung-ujungnya, jika ada persyaratan yang belum terpenuhi, pihak keamanan kampus akan memaksa mereka untuk putar balik.

Namun, perlu diketahui juga bahwa meski sudah diberlakukan pembelajaran tatap muka terbatas, ada beberapa kelas dirasah qur’aniyah yang belum melakukan pembelajaran secara luring. Ini disebabkan karena teknis dalam pemenuhan protokol kesehatan.

Dari angket yang disebarkan kepada para asatidz, dari jumlah kelas secara keseluruhan, BTQ 69 kelas, Tilawah 4 kelas, dan tahfidz 9 kelas, sehingga jumlah total jika melakukan pembelajaran tatap muka secara online adalah 82 kelas. Dari hasil tanggapan ditemukan bahwa para asatidz yang sudah memberikan tanggapan berjumlah 74 orang. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua asatidz memberikan laporan pembelajaran yang mereka lakukan. Meskipun demikian, jumlah yang telah melaporkan hasil pembelajarannya mencapai 90 %. Adapun kelas yang belum melaporkan hasil pembelajarannya adalah BTQ 03, 09, 12, dan 45, ditambah kelas tahfidz 01, 02, 03 dan 06.

Dari hasil data yang dilaporkan, pada hari pertama jumlah mahasantri yang hadir adalah 750 mahasantri, hari kedua sejumlah 865 mahasantri, hari ketiga sejumlah 904 mahasantri dan hari keempat sejumlah 896 mahasantri. Dari jumlah tersebut terdapat peningkatan pada setiap harinya, yang mana hal ini menunjukkan tingkat antusiasme mahasantri dalam mengikuti pembelajaran secara luring. Adapun pada hari keempat terjadi penurunan karena banyak diantara mahasantri yang izin untuk mengikuti vaksinasi tahap kedua.

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan pada beberapa asatidz madin dirasah qur’aniyah, umumnya di kelas-kelas pembelajaran terdapat peningkatan jumlah mahasantri yang hadir untuk mengikuti pembelajaran luring.

Berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran PTMT ini, dengan merujuk pada hasil angket yang disebarkan oleh pengelola mahad ada beberapa problematika yang dihadapi oleh para asatidz, akan tetapi secara umum problematika itu hampir sama antara satu dengan lainnya. Adapun problematika yang dihadapi oleh para asatidz, yang paling banyak adalah dalam hal membagi perhatian pada para mahasantri. Sebagaimana telah disampaikan bahwa dalam PTMT ini, jumlah mahasantri yang hadir dibatasi maksimal 21 orang di tiap ruangan. Oleh karena itu sebagian diantara mereka harus mengikuti pembelajaran melalui media online.

Perhatian asatidz agak terpecah karena sebagian harus mengawasi yang daring dari rumah. Dalam satu waktu mereka melakukan dua metode pembelajaran sekaligus yaitu luring dan daring. Tentu hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi mereka untuk pandai-pandai dalam mengelola waktu, dan membagi tugas bagi para santrinya.

Problem berikutnya adalah beberapa kelas hanya sedikit yang hadir dengan alasan belum vaksin. Hal ini menjadi problem tersendiri yang tentunya tetap harus disikapi secara bijak. Karena menggunakan dua media di waktu yang sama, tentunya membagi waktu secara adil dan proporsional bagi yang luring dan daring menjadi hal yang cukup menjadi perhatian para asatidz. Demikian juga, mereka harus meluangkan waktu lebih banyak karena ada sebagian yang online dan ofline.

Masalah berikutnya juga muncul dari jaringan internet kampus. Karena mungkin lama tidak diberlakukan pembelajaran tatap muka, maka beberapa titik di area kampus mengalami gangguan jaringan wifi.

Adapun harapan dari para asatidz secara umum adalah berharap bahwa pandemi segera berakhir, PTMT segera berakhir dan pembelajaran ofline segera bisa terlaksana. Karena memang, pembelajaran ofline dirasa lebih efektif dan lebih maksimal. Harapan lain adalah tersedianya jaringan wifi gratis. Sebenarnya ini sudah berlaku, hanya mungkin sebagian yang belum mendaftarkan perangkatnya ke bagian puskom.

Evalusi berikutnya juga disebarkan kepada para mahasantri peserta madin dirasah qur’aniyah. Dari angket yang disebarkan diketahui bahwa sejumlah 992 mahasantri telah memberikan tanggapan.

Berdasarkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan kendala yang dihadapi saat pembelajaran online, umumnya mereka memberikan jawaban tidak ada kendala yang dialami. Umumnya para mahasantri lebih merasa nyaman, dan lebih bisa menangkap materi dengan baik melalui proses pembelajaran secara online. Hanya memang kurang maksimal yang ditemukan adalah asatidz harus membagi perhatiannya pada yang ofline dan online sekaligus.

Adapun beberapa kendala muncul dari sisi teknis, seperti jarak dari rumah ke kampus cukup jauh, tergesa-gesa kalau pulang karena mepet dengan jam perkuliahan, malas mandi kalau pagi hari, belum diizinkan oleh orangtua, bingung dengan jadwal kuliah karena setalah madin harus masuk kuliah, dan beberapa problem teknis yang kurang berkaitan dengan proses pembelajaran.

Berkaitan dengan harapan, rata-rata semua mahasantri berharap agar pembelajaran ofline secara tatap muka segera diberlakukan untuk semua mahasantri baik dalam pembelajaran madin maupun dalam pembelajaran perkuliahan reguler.

Adapun berkenaan dengan vaksinasi, dari sejumlah 991 mahasantri yang memberikan tanggapan, 95,8 % diantaranya telah melakukan vaksinasi. Berikut bagan vaksinasi yang ditunjukkan dari jawaban mahasantri:

 


Artinya hampir semua mahasiswa yang memberikan tanggapan sudah melakukan vaksinasi minimal pada dosis yang pertama. Semoga dengan ini mengindikasikan bahwa dalam waktu yang dekat, pembelajaran secara luring sudah bisa diterapkan dan diberlakukan, paling tidak di semester mendatang. Aamiin

Komentar

Posting Komentar