Takbirkan Empat Kali

 Takbirkan Empat Kali



Perhatian Islam terhadap ilmu yang begitu besar telah banyak melahirkan para ilmuan kaliber dunia yang kapasitasnya tidak lagi diragukan. Bukan hanya di masanya, tetapi menembus sekat waktu, hingga era digital seperti saat ini. Dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami percepatan yang sangat luar biasa melampaui rentang usia manusia.

Semangat ilmuan muslim pada periode awal tumbuh akibat kesadaran yang mengakar kuat di hatinya tentang pentingnya ilmu. Tidak hanya itu, mereka menyadari betul betapa pentingnya “warisan ilmu” yang terwujud dalam bentuk kitab/buku menjadi hal yang tidak bisa dikesampingkan agar perkembangan ilmu dan pengetahuan di masa mereka bisa dinikmati, dimanfaatkan, ,dikembangkan dan dijadikan dasar pijakan generasi berikutnya untuk menjadi lebih baik dari generasinya. Terbukti, ilmuan muslim banyak meninggalkan karya-karyanya yang dengan karya-karya tersebut generasi berikutnya mengenal mereka meskipun belum pernah bertemu dengannya.

Nama-nama mereka dikenang dan sering disebut dalam setiap waktu oleh generasi berikutnya. Lebih penting lagi, nama-nama mereka tetap ada dalam setiap do’a yang dipanjatkan oleh setiap orang yang mengambil manfaat dari karya yang mereka tinggalkan.

Semangat ilmuan muslim di periode awal dalam menuntut ilmu, bisa kita lihat dari beberapa bait Imam Syafi’i dalam bahar kamil berikut ini:

مَنْ لَمْ يَذُقْ ذُلَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً #  تَجَرَّعَ ذُلَّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتـِهِ

Artinya: Barangsiapa belum merasakan susahnya menuntut ilmu barang sejenak Ia pasti akan merasakan rendahnya kebodohan seumur hidupnya


وَمَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ # فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتـِهِ

Artinya: Barangsiapa yang lalai dari menuntut ilmu semasa mudanya Maka bertakbirlah engkau atasnya sebanyak 4 kali akan wafatnya ia.


حَيَاةُ الْفَتَى وَاللهِ بِالْعِلْمِ وَالتُّقَى #  إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لَا اعْتِبَارَ لِذَاتـِهِ

Artinya: Hidupnya seseorang itu –demi Allah- ditentukan oleh ilmu dan takwa Jika keduanya sudah tak ada, maka tak ada lagi harga dirinya.

Bait-bait tersebut menggambarkan semangat yang ingin ditularkan oleh Imam Al-Syafi’i kepada generasi muslim tentang pentingnya belajar untuk mendapatkan pengetahuan. Siapa saja yang belum pernah merasakan pahitnya menuntut ilmu barang sejenak, ia pasti akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.

Menuntut ilmu itu berat, perlu pengorbanan, keuletan, ketelatenan dalam memperoleh ilmu. Seorang penuntut ilmu harus menyiapkan diri dengan berbagai tempaan yang tidak mudah dalam mempelajari ilmu. Terkadang mereka harus menghafalkan materi-materi yang diajarkan guru kepadanya. Kadang mereka juga harus mendapat sanksi manakala tugas yang diberikan belum bisa diselesaikan dengan baik. Dan yang paling berat, mereka harus siap mengorbankan waktu bermain dan bersenang-senang untuk mengejar ilmu yang diimpikan.

Tetapi, semua akan indah pada waktunya. Banyak orang tidak menyadari pentingnya ilmu pengetahuan, sehingga mereka menyia-nyiakan kesempatan belajarnya dengan berhura-hura. Membiarkan waktunya terbuang sia-sia, bahkan kadang-kadang membantah dan menentang petunjuk baik dari gurunya. Mengapa??? Karena akalnya belum sampai pada rahasia pentingnya ilmu pengetahuan. Baru, setelah mereka dewasa dan berada di tengah-tengah masyarakat, kesadaran itu muncul dengan sendirinya. Mereka yang tekun di kala mudanya, merasa bahagia dengan capaiannya, meski terkadang juga menyesal karena merasa kurang, sebagian lain merasa “menyesal” karena di kala mudanya hanya menuruti “syahwat” dan kesenangan “nafsu” semata.

Begitu besarnya perhatian Imam Syafi’i pada ilmu, sehingga ia mengecam para pemuda muslim yang meninggalkan belajar untuk menuntut ilmu. Dia mengatakan, Barangsiapa yang lalai dari menuntut ilmu semasa mudanya Maka bertakbirlah engkau atasnya sebanyak 4 kali akan wafatnya ia.

Bagi Imam Syafi’i pemuda yang meninggalkan belajar di masa mudanya, sama artinya dengan orang yang mati. Karena itu, sebagai tanda kematiannya, layaklah ia ditakbirkan sebanyak empat kali.

Seorang yang hidup tanpa ilmu itu, ibarat bangkai yang berjalan tanpa ada ruhnya. Kemana ia pergi, lebih sering menjadi beban dan masalah di tengah-tengah komunitas masyarakatnya. Oleh karena itu, secara fisik ia ada, namun dari sisi nilai dan kualitas pribadinya, ia bukanlah apa-apa. Imam Syafi’i sangat prihatin dengan pemuda muslim yang menyia-nyiakan waktunya seperti ini. Karenanya ia memperingatkannya dengan keras supaya ditakbirkan empat kali sebagai tanda kematiannya.

Islam membutuhkan generasi yang cerdas yang mampu memegang urusan umat di masanya. Syarat bagi seorang yang mampu memegang urusan umat di masanya adalah dengan iman dan ilmu. Karena itu, Imam Syafi’i bersumpah, Hidupnya seseorang itu –demi Allah- ditentukan oleh ilmu dan takwa Jika keduanya sudah tak ada, maka tak ada lagi harga dirinya.

Sebagai generasi muslim, menyiapkan diri dengan ilmu dan iman adalah keharusan. Islam akan sampai pada puncak kejayaannya, jika generasi muslim memiliki keimanan yang kuat disertai ilmu pengetahuan yang luas. Yuk, tetap belajar!

Komentar