Kamis, 28 Juli 2016

Kuberi Nama Engkau “Lathiifatul Kariimah Shidqiya Fathoni”


 
Alhamdulillah syukur tiada terkira saya haturkan ke hadirat Allah SWT atas kenikmatan tiada terhingga yang telah Ia berikan kepada saya dan keluarga. Rasa bahagia itu tak mampu rasanya bila diungkapkan dengan kata – kata. Lisan ini terlalu lemah untuk mengungkapkan rasa bahagia tak terperi atas kelahiran putri kedua kami. Buah hati yang akan selalu mengisi sisi kehidupan kami semenjak hari itu, Sabtu, 23 Juli 2016 pukul 05.55 WIB. 

Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada istri tercinta, “Englia Dwi Kayushi Anggraini”, wanita yang semenjak 30 Agustus 2012 telah mendampingi saya dalam keadaan suka dan duka. Meski jujur saya akui, sebagai seorang suami yang semestinya menjadi panutan dalam keluarga, saya belum bisa mewujudkan impian itu sesuai dengan harapannya. Sebagai seorang suami yang harusnya bisa mencukupi semua kebutuhannya, baik secara lahir maupun batin saya belum bisa memenuhinya. Terlalu banyak kekurangan yang ada pada diri saya, terlalu banyak kelemahan yang ada pada diri saya sehingga saya belum bisa menjadi seorang kepala keluarga sebagaimana yang diperintahkan Allah wa Rasulihi saw.

Sebagai seorang kepala keluarga kesibukan saya mungkin boleh dibilang cukup padat. Siang hari saya sering menghabiskan waktu baik di tempat kerja baik bersama anak – anak yang menginginkan untuk menimba ilmu di sekolah maupun di kampus. Di saat luang saya juga memanfaatkan waktu saya menggarap sawah milik orang tua yang karena usia beliau yang sudah sepuh tidak lagi memungkinkan untuk mengerjakannya. Malam hari saya sering  meninggalkan keluarga untuk menunaikan tugas yang di amanahkan Allah di madrasah diniyah. Terkadang juga memenuhi undangan beberapa jamaah yang mungkin mengharapkan saya untuk semakin belajar lagi di daerah – daerah sekitar Blitar. Sehingga terkadang sampai di rumah sudah cukup larut. Tak jarang anak dan istri sudah terlelap dalam tidur pulasnya.

Sesungguhnya terkadang hati juga merasa betapa kasihannya istri dan anak – anak saya. Tetapi apa daya, itulah kenyataan yang harus dihadapai. Sempat beberapa kali ada protes yang disampaikan. Tetapi saya berusaha memberikan alasan yang bisa diterima oleh isrti walau dengan berat hati. Tetapi apapun alasannya saya tetap menyandarkan pada kenyataan “Bahwa Allah menciptakan saya memang untuk mengemban amanah ini.”

Tanpa terasa empat tahun sudah usia pernikahan kami semenjak ijab qabul saya ucapkan di depan ayahnya. Empat tahun itu Allah anugerahkan dua amanah, dua orang putri yang cantik. Putri pertama lahir di tahun 2013, tepatnya kamis 5 September 2013. Putri pertama, kami beri nama “Izzatun Nisa’ Amalia Fathoni”, kira – kira memiliki arti wanita paling mulia harapan Fathoni. Nama adalah perwujudan dari do’a orang tua kepada anaknya. Oleh karenanya nama ini saya berikan kepadanya dengan harapan semoga kelak dikemudian hari dia bisa menjadi anak yang mulia di mata Allah SWT, Rasulullah saw., dan umat masyarakat. Anak pertama ini sekarang sudah memasuki masa pendidikan di “Play Group Unggulan Darussalam”. Salah satu sekolah yang berada pada “Yayasan Pendidikan Satu Atap Unggulan Darussalam” yang menaungi pendidikan play graup, raudlatul athfal dan madrasah ibtidaiyah di daerah Sumber Cangkring Desa Gembongan Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar tempat dimana istri saya juga mengabdikan ilmunya disana.

Anak kedua kami seorang putri juga, lahir Sabtu kemarin 23 Juli 2016 pagi. Alhamdulillah persalinan berjalan lancar di bidan praktek di desa Ringinrejo Kediri yang akrab disapa Bu Rina. Bidan yang sangat ramah dan gaul, begitu juga asistennya. Sikap ditunjukkan keduanya inilah kiranya yang membuat istri sangat percaya kepada keduanya. Bidan yang tidak pelit ilmu. Selalu memberikan penjelasan sampai detil ke akar – akarnya.

Dengan seizin Allah tadi malam anak yang baru lahir ini, saya beri nama “Lathifatul Karimah Shidqiya Fathoni”, yang kira – kira artinya adalah wanita lemah lembut yang mulia ungkapan kejujuran Fathoni. Harapannya tentunya di kemudian hari anak ini menjadi seorang wanita yang memiliki tutur Bahasa lemah lembut, mulia di mata Allah SWT wa Rasulihi saw, dan tentunya umat manusia, bersifat jujur terhadap diri, keluarga, umat dan tentunya kepada Allah wa Rasulihi saw.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيْمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ........

Yaa Allah jadikan putri – putri kami sebagai orang yang senantiasa taat kepadaMu, taat kepada RasulMu, bermanfaat di dunia dan akhirat. Jadikan mereka pelita dan cahaya bagi umat dan masyarakat hingga mereka sadar kembali mengabdikan diri kepadaMu…. Amin.

Selasa, 26 Juli 2016

Orang Yang Pertama Masuk Surga


 
Surga adalah tempat terakhir bagi orang – orang mukmin. Orang yang beriman kepada Allah, Rasul- Nya, Malaikat, kitab – kitab, yang ghaib, qadla dan qadarnya. Mereka yang memasuki surga adalah orang senantiasa taat kepada Allah SWT, mengerjakan amal shalih dan selalu berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dengan berbagai bentuk ketaatan kepadanya.

Manusia pertama yang akan masuk ke dalam surga adalah Rasulullah, Muhammad saw. sedangkan umatnya adalah umat yang mula – mula masuk ke dalam surga sebelum umat nabi yang lain. Sedangkan umat beliau yang pertama masuk surga adalah Abu Bakar al Shiddieq r.a.

Anas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Saya adalah orang yang pertama mengetuk pintu surga.” (H.R. Muslim)

Dari Anas r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku mendatangi pintu surga, lalu aku memintanya untuk dibuka. Malaikat yang bertugas menjaga pintu surga bertanya, ‘Anda siapa?’ Aku menjawab, ‘Muhammad.’ Lalu, ia berkata, ‘Aku diperintah agar tidak membuka pintu surga untuk siapa pun sebelum anda.” (H.R. Muslim)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Malaikat Jibril mendatangiku seraya memperlihatkan pintu surga yang akan dimasuki oleh umatku.” Lalu, Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulallah, saya senang jika saya bisa melihat bersamamu.” Rasulullah menjawab, “Wahai Abu Bakar, engkau adalah orang yang pertama masuk surge dari umatku.” (H.R. Abu Dawud)

Hadis – hadis diatas menjelaskan tentang orang yang pertama kalii masuk ke dalam surge. Rasulullah saw. adalah manusia pertama yang masuk surga. Umat Nabi Muhammad saw. adalah umat yang pertama masuk surga sebelum umat nabi dan rasul yang lain. Sementara orang pertama di antara umat Rasulullah saw yang akan masuk surga adalah Abu Bakar al Shiddieq.

Abu Bakar adalah sahabat yang mula – mula masuk islam. Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Quhafah. Beliau adalah orang tua pertama yang masuk islam. Beliau selalu membela nabi dalam setiap dakwahnya, membenarkan semua perkataan Nabi dan menemani Nabi kemanapun beliau pergi.

Kedekatannya kepada Nabi menjadikannya sebagai pribadi yang berakhlak seperti akhlaqul karimah sebagaimana akhlaq Nabi. Beliau adalah orang yang paling merasa kehilangan saat kepergian rasulullah saw menghadap Rabnya, namun paling tegar diantara para sahabat. Selepas wafat rasulullah beliau yang mengggantikannya sebagai Khalifah yang pertama.

Oleh karena itulah mungkin Abu Bakar al Shiddieq menempati posisi yang paling utama diantara umat Rasulullah yang lain. Beliau mendapat kehormatan untuk memasuki surge setelah Rasulullah saw. Mudah – mudahan kita mendapat rahmad dan hidayah Allah dan bisa berkumpul bersama Rasulullah saw. di surga. Amin. Semoga bermanfaat.

Masuk Surga Karena Rahmad Alllah





Seringkali kita melihat dan mendengar ada orang yang beranggapan bahwa dia akan masuk surga karena merasa telah memiliki amal yang baik. Tidak jarang juga kita menjumpai orang yang tidak mau bergaul dengan sesamanya dengan dalih bahwa orang yang ia jauhi bukanlah orang yang ahli ibadah (secara lahiriyah). Banyak juga yang memakai pakaian serba putih, bersurban, berjenggot panjang dsb yang sering menyalahkan bahkan mengkafirkan yang lain karena memiliki pemahaman yang berbeda. Pertanyaannya apakah pemahaman semacam ini sudah menjamin seseorang masuk surga? Benarkah seseorang bisa masuk surga karena amalnya? Adakah amal yang dapat menjadikan seseorang masuk surga? 

Mahir Ahmad Ash Syufiy dalam Ensiklopedia Akhirat, Surga Kenikmatan Yang Kekal mengatakan; “Suatu amal meskipun telah sampai pada puncak tertinggi dalam derajat suatu ibadah dan ketaqwaan seseorang, nilainya tetap tidak akan sampai pada posisi pantas untuk mewarisi surga, atau sekadar tinggal di dalamnya. Hal ini disebabkan surga tidak ubahnya seperti lautan yang penuh, sedangkan amal seorang hamba seperti setitik air dari lautan yang penuh tersebut.”

Menurutnya tidak ada alasan seseorang masuk ke surga karena amal yang telah diperbuatnya. Seberapa banyak ketaatan yang telah dilakukan seseorang belumlah pantas memasukkannya ke dalam surga. Namun, pada kenyataannya terkadang kita mendengar kelakar dari seseorang bahwa dia akan masuk surga. Pendapat Mahir Ahmad Ash Shufiy ini sejalan dengan hadis yang diceritakan Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Teruslah berjuang dan berusaha mendekat kepada Allah. Bergembiralah sebab amal seseorang tidak dapat memasukkannya ke dalam surga.”  Para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ya, akuu juga, tetapi Allah SWT menaungi aku dengan ampunan dan rahmad.” (H.R. Bukhari)

Hadis diatas menegaskan kepada semua umat islam bahwa tidak ada amal seseorang yang menyebabkan dia pantas untuk masuk ke dalam surga. Surga adalah tempat mulia yang hanya bisa di huni dan di tempati oleh orang – orang yang mendapat ampunan dan rahmad Allah SWT. Bahkan amal yang telah di kerjakan oleh manusia pilihan kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad saw. pun tidak mampu menjadikan beliau layak untuk masuk surga berdasarkan hadis tersebut. Apalagi kita yang seringkali berbuat dosa dan maksiat, lalai dan sering berdalih karena ini dan itu saat adzan berkumandang.

Lantas apakah hadis tersebut menjadikan Nabi Muhammad saw. tidak maksum? Justru hadis tersebut memperkuat kemaksuman Nabi Muhammad saw. Ini dapat kita pahami dari lanjutan hadis diatas yang menyebutkan, “Tetapi Allah SWT menaungi aku dengan ampunan dan rahmad.” Pernyataan Rasulullah saw. ini menunjukkan bahwa beliau senantiasa di naungi oleh ampunan dan rahmad Allah yang merupakan perwujudan dari ‘kemaksuman’ itu.

Selain hadis riwayat Aisyah r.a., Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tak satu pun amal seseorang yang mampu membuatnya beruntung.” Para sahabat bertanya, “Apakah engkau juga, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Ya, aku juga, tetapi Allah menaungi aku dengan ampunan dan rahmad. Oleh karena itu, teruslah berjuang dan berusaha mendekat kepada Allah. Berjalanlah pada pagi, siang, dan sedikit malam hari. Tetapkanlah yang menjadi tujuan yang benar hingga meraih kesuksesan.” (H.R. Bukhari)

Jika demikian, mengapa ada perhitungan amal (hisab) di akhirat nanti? Padahal tanpa hisab sudah dapat dipastikan bahwa setiap amal manusia tidak akan menjadikannya layak memasuki surga. Untuk apa hisab diadakan?

Jawabnya adalah bahwa Allah SWT melakukan hisab untuk menentukan siapa diantara manusia yang pantas untuk mendapatkan ampunan dan rahmadNya. Allah menjadikan amal shalih sebagai syarat bagi seseorang mendapatkan rahmad dan ampunan. Tanpa amal shalih seseorang tidak akan mendapatkan rahmad dan ampunan Allah.

Rahmad dan ampunan Allah lah yang akan mengantarkan seseorang memasuki surga. Yaitu, tempat yang dipenuhi dengan kenikmatan yang tiada akhirnya. Di tempat ini manusia tinggal tanpa rasa takut sedikitpun, tanpa rasa resah dan penuh dengan kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَأَمَّاالَّذِيْنَ سُعِدُوْا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِيْنَ فِيْهَا مَادَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوْذٍ.

Artinya: “Dan adapun orang – orang yang berbahagia maka (tempatnya) di dalam surge, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tidak ada putus – putusnya. (Q.S. Hud: 108)

Dalam ayat lain;

يَوْمَ نَطْوِى السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيْدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِيْنَ.

Artinya: “(Ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran – lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya lagi. (Suatu) janji yang pasti Kami tepai; sungguh, Kami akan melaksanakannya. (Q.S. al Anbiya’: 104)

Firman Allah SWT:

... وَالْأَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِيْنِهِ ...

Artinya: “… padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan- Nya… (Q.S. al Zumar; 67)

Demikianlah seseorang akan masuk ke dalam surga karena ampunan dan rahmad Allah SWT. Tanpa rahmad dan kasih sayang Allah manusia tidak akan pernah memasuki surga. Maka mendekatlah kepada Allah semampunya. Allah akan memberikan ampunan dan rahmadnya. Mudah – mudahan kita menjadi orang yang diampuni dan dirahmati Allah. Semoga kita termasuk orang yang akan dimasukkan ke dalam surga dengan rahmad dan karunia- Nya. Amin. Semoga bermanfaat…

Jumat, 22 Juli 2016

Perubahan Sikap




“Perubahan paling bermakna dalam hidup adalah perubahan sikap. Sikap yang benar akan menghasilkan tindakan yang benar” (William J. Johnson)

Dalam kehidupan tentunya setiap orang pernah mengalami kegagalan disamping pernah mengalami keberhasilan. Saat menemui keberhasilan banyak orang yang bersikap berlebihan pun pula ada yang bersikap biasa saja. Sebaliknya, saat mengalami kegagalan ada orang yang bersikap tabah dan tawakkal menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan Allah kepadanya tetapi tidak jarang juga ada orang yang lantas merasa terpuruk dan jatuh dalam keterputusasaan.

Nah, disinilah pentingnya seseorang mengelola kondisi hatinya sehingga dia bisa menetukan tindakan yang benar dalam perjalanan hidupnya. William J. Johnson mengingatkan kepada kita pentingnya menentukan sikap yang benar dalam hidup ini. Sikap akan menentukan perilaku yang muncul dalam keseharian kita.

Pemilihan sikap yang benar akan menghasilkan tindakan yang benar pula. Tetapi sebaliknya penentuan sikap yang salah akan berdampak pada tindakan kita yang salah. Tindakan yang benar akan membawa dampak positif bagi pelakunya sehingga akan mengantarkan pelakunya kepada kesuksesan dimasa yang akan datang. Sebaliknya tindakan yang salah akan berujung pada penyesalan di kemudian hari.

Oleh karena itulah setiap orang harus menentukan sikap yang benar dalam hidupnya. Bagaimana ia memandang kehidupan ini? Apakah dia memandang hidup adalah tempat untuk sekadar berfoya – foya dan bersenda gurau belaka? Atau ia memandangg hidup adalah sebuah proses panjang dalam sejarah manusia yang penuh dengan liku – liku yang kesemuanya harus di hadapi dengan hati yang besar. Hati yang siap menerima segala bentuk ujian yang menempa diri menjadi pribadi yang kuat dan tahan terhadap ujian. Semua tergantung pada pilihan sikap kita… Semoga bermanfaat… Amin

Bicara Saat Dibutuhkan





“Malapetaka menimpa binatang selain manusia karena mereka tidak dapat berbicara, dan menimpa manusia karena mereka terlalu banyak bicara” (Sokrates)

Binatang diciptakan tanpa kemampuan bicara layaknya manusia. Meski beberapa binatang dapat menirukan gaya bicara manusia tetapi sejatinya itu bukanlah bicara sebagaimana yang dimiliki manusia. 

Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik diantara makhluk yang lain. Oleh karenanya manusia harus banyak bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepadanya dengan menggunakan nikmat tersebut sesuai apa yang dikehendaki Sang Pemberi nikmat (Allah). Salah satuu bentuk nikmat yang harus di syukuri adalah nikmat berbicara.

Sokrates mengingatkan kepada kita bahwa malapetaka menimpa binatang selain manusia karena mereka tidak dapat berbicara. Binatang seperti sapi misalnya tidak bisa berbicara saat mereka tidak lagi bisa berjalan karena kepayahan saat menarik gerobak, membajak sawah atau yang lainnya. Sementara si pemiliknya tetap memaksanya untuk bekerja tanpa mempedulikan bagaimana keadaannya demi meraup pundi rupiah sebagai pemenuh kebutuhannya. Seekor burung tanpa berdaya tingggal di sangkar tanpa bisa mengekspresikan kebutuhan biologisnya karena keserakahan manusia yang ingin menikmati keindahan warna dan siulannya. Mereka mengalami malapetaka dan ke ‘sialan’ itu oleh karena ketidak mampuannya untuk mengungkapkan maksud hatinya dengan Bahasa lisannya.

Disisi lain Sokrates juga mengingatkan kepada kita bahwa malapetaka akan menimpa manusia karena mereka terlalu banyak berbicara. Berbicara memang satu kelebihan manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain. Akan tetapi tanpa disadari seringkali manusia tertimpa malapetaka hanya karena persoalan mulut yang ‘kesleo’ saat bicara.

Oleh karenanya bicara boleh kita lakukan dan harus dilakukan, tetapi kapan kita bicara, berapa kadar bicara yang kita keluarkan haruslah kita control sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi diri kita. Berbicaralah saat di butuhkan dan seperlunya saja. Usahakan dalam berbicara kita menggunakan Bahasa yang baik dan sopan. Jangan berbicara dengan Bahasa yang dapat menyinggung orang lain. Hindarkan berbicara saat sedang marah, karena dalam kondisi marah emosi seringkalii tidak terkontrol sehingga bisa menimbulkan kata yang semestinya tidak kita ucapkan.

Berbicaralah yang baik atau diamlah. Saat kita bisa memberikan manfaat kepada orang lain dengan berbicara maka berbicaralah. Jika tidak, maka diamlah. Saat marah lebih baik anda diam. Karena disaat seperti itu diam adalah emas. Semoga bermanfaat… Amin

Masjid Sebagai Pusat Syi'ar Islam

 Masjid Sebagai Pusat Syi'ar Islam Hadirin Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah, Mengawali khuthbah jum’at kali ini, khatib mengajak d...