Rabu, 15 Maret 2017

Kuliah Literasi Dosen



Kuliah Literasi Dosen

Hari ini, Rabu 15 Maret 2017, menjadi moment istimewa bagi pegiat literasi di lingkup IAIN Tulungangung, pasalnya hari ini IAIN Tulungagung kedatangan tamu istimewa seorang peneliti senior LIPI, Ahmad Najib Burhani, M.A., M.Sc. Ph.D. yang sebenarnya datang ke IAIN untuk memenuhi undangan bedah buku dari Pusat Kajian Islam Jawa dari Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah. Moment ini segera dimanfaatkan oleh ketua pusat penelitian LP2M, Dr. Ngainun Naim, M.Ag. untuk mengadakan acara dadakan bertajuk literasi dengan tema “Kuliah Literasi Dosen”. Sontak acara dadakan ini mendapat respon yang sangat luar biasa dikalangan dosen, buktinya banyak dosen yang hadir untuk menimba ilmu dari peneliti muda dari LIPI ini.

Dalam kesempatan ini pak Najib memberikan banyak pencerahan bagi para pegiat literasi dalam menghasilkan karya yang nantinya akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah terutama yang berstandar internasional. Meski pada awalnya beliau mengatakan bahwa, sesungguhnya beliau tidak sungguh – sungguh mempersiapkan materi untuk acara ini. Bukan tanpa alasan tentunya –menurut penulis, lebih dikarenakan mendadaknya acara yang diadakan oleh LP2M, meski demikian hasilnya sungguh luar biasa, banyak sekali hal – hal yang bisa diambil sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menghasilkan karya dalam bentuk tulisan.

Saat penyampaian materi, beliau mengatakan bahwa kunci utama dalam menulis adalah dengan menulis. Dengan terus berlatih menulis maka tulisan – tulisan yang dihasilkan akan semakin berkualitas. Perlu diperhatikan, bahwa agar tulisan kita menjadi sesuatu yang menarik bagi pembaca, adalah dengan memunculkan sesuatu yang baru yang lain daripada yang lain. Sebenarnya hal ini sudah seringkali disampaikan oleh banyak pemateri dalam kajian – kajian literasi di lingkup IAIN, akan tetapi seringkali hal ini justru menimbulkan kebingungan dan kegalauan yang berujung pada mandulnya hasil karya yang berupa tulisan. Lantas bagaimana dengan pemateri satu ini?

Ahmad Najib Burhani memaparkan bahwa pada dasarnya untuk menemukan hal – hal baru bukanlah sesuatu yang sulit. Segala sesuatu yang kita alami, kita lihat, dan kita rasakan pada dasarnya adalah hal yang sama sekali baru bagi kita. Kesulitan itu sesungguhnya berada pada kemampuan kita dalam mempertemukan realitas yang kita temukan dengan frame keilmuan universal yang kita dalami. Beliau memberikan gambaran sederhana misalnya saat terjadinya kasus bela Islam. Apa yang dialami, dilihat dan dirasakan oleh seseorang yang satu dengan yang lain tentunya tidak akan sama. Banyaknya orang yang hadir saat kasus bela Islam yang terjadi beberapa waktu silam tentunya tidak memberikan kesempatan bagi sebagian orang untuk bisa mendekat ke sosok yang menjadi figure hero dalam kasus tersebut. Tidak semua orang berdiri di dekat Habib Rizieq Syihab misalnya, atau K.H. Ma’roef Amin, ataupun Ahmad Dani. Ketidak mampuan seseorang mendekat kepada sosok – sosok yang menjadi figure dalam peristiwa ini tentunya menyebabkan ia tidak mengetahui informasi secara detail tentang figure – figure tersebut. Sebaliknya mereka yang berada di dekat tokoh – tokoh tersebut, tidak bisa melihat apa yang terjadi di tempat yang jauh dari mereka berdiri dan seterusnya. Hal ini adalah hal baru yang kemudian bisa diangkat dan dijadikan sebagai data dalam penulisan sebuah karya yang berkualitas. Masalahnya, lagi – lagi pada persoalan bagaimana kita mempertemukan antara realitas yang sedang dihadapi dengan frame keilmuan universal yang kita dalami.

Paparan di atas sebenarnya telah memberikan sebuah titik terang bagi para pegiat literasi dalam sebuah upaya untuk menemukan temuan baru dalam tulisan. Memang untuk mempertemukan itu bukan hal mudah, tetapi semua membutuhkan proses. Disinilah pentingnya memiliki kesabaran dalam menjalani proses. Dengan mengikuti proses secara benar niscaya apa yang diidamkan akan bisa diraih dan diwujudkan.

Kesulitan lain dalam penulisan juga muncul dari pembuatan abstrak dan pendahuluan. Di awal season Dr. Ngainun Naim, M.Ag. sempat memberikan sindiran kepada semua yang hadir. Beliau menyampaikan bahwa diantara hal yang sering dijumpai dalam pembuatan karya ilmiah ialah membuat abstrak yang benar – benar abstrak. Abstrak semestinya dibuat dengan menarik sehingga menggugah rasa penasaran bagi para pembaca sehingga mereka terprofokasi untuk membaca secara tuntas. Nyatanya, banyak abstrak yang ketika dibaca justru semakin menambah abstraknya tulisan sehingga sulit mencerna ide dan gagasan apa yang hendak dimunculkan oleh seorang penulis.

Kaitannya dengan penulisan abstrak Ahmad Najib Burhani menyampaikan ada beberapa hal kiranya yang bisa membantu untuk menjadikan abstrak itu menarik. Abstrak dalam pandangannya bisa dipersepsikan sebagai “Trailer” dalam sebuah film. Bila trailer itu jelek dan tidak menarik, tentunya tidak akan mengundang banyak pengunjung untuk menyaksikan film yang dirilis. Sebaliknya trailer yang bagus dan menarik meski mungkin filmnya tak semenarik trailernya tentu akan mengundang banyak pengunjung. Begitu juga dengan abstrak dalam sebuah karya tulis.

Beberapa hal yang beliau ajukan dalam menulis abstrak yang baik diantaranya adalah menawarkan sesuatu yang baru, menggunakan perspektif baru, atau memberikan kritik terhadap sebuah teori yang telah mapan sebelumnya.

Menawarkan sesuatu yang baru, ini akan menjadi hal sangat menarik bagi para pembaca. Dengan menawarkan sesuatu yang baru dalam sebuah tulisan, maka para pembaca ataupun para pengelola jurnal akan tergugah hatinya untuk membaca tulisan tersebut. Lagi – lagi hal ini bukan hal mudah, tetapi memerlukan kecerdasan dan kejelian dari seorang penulis dalam mengambil sebuah peluang dan kesempatan. Oleh karena itu keakraban seorang penulis –penulis jurna terutama, dengan berbagai jurnal yang telah terakreditasi menjadi satu hal yang tidak bisa ditawar. Setidaknya sampai hari ini jurnal masih diyakini sebagai nafas terbaru dalam memunculkan informasi ter –update bagi dunia akademik.

Bila ternyata untuk menawarkan sesuatu yang baru belum bisa kita realisasikan, ada cara lain yang bisa kita pakai agar abstrak itu menjadi sesuatu yang menarik, yaitu menggunakan perspektif baru. Banyak penulis tersebar di negeri ini, puluhan, ratusan bahkan ribuan karya para penulis bisa kita temukan. Tetapi yang perlu menjadi catatan, tidak mungkin semua penulis, menulis karya mereka dengan menggunakan semua perspektif. Oleh karenanya di saat hendak menulis sebuah karya sebisa mungkin kita mempelajari semua karya – karya yang berkaita dengan objek yang hendak kita tulis, mempelajarinya, menelaahnya secara detail sehingga kita bisa melihat perspektif yang mereka gunakan dalam menulis karya – karya tersebut. Saat itulah kita akan menemukan sebuah perspektif lain yang mungkin belum dipakai oleh para penulis dalam menulis karya mereka. Penemuan ini bisa menbantu kita dalam menentukan sebuah perspektif baru bagi tulisan yang hendak kita kerjakan.

Bila hal itu ternyata kita masih kesulitan, maka kita bisa melakukan sebuah kritik terhadap sebuah teori yang telah mapan sebelumnya. Mengkritik tentu bukanlah hal yang sulit sesulit menemukan tawaran baru ataupun menggunakan perspektif baru. Telaah terhadap sebuah teori lebih mudah dilakukan. Dengan membaca berbagai literature yang terkait dengan apa yang menjadi objek yang akan kita kaji, kita akan menemukan berbagai kelemahan dan kelebihannya yang bisa dijadikan bahan untuk melakukan sebuah kritik.

Sekali lagi, untuk menghasilkan sebuah tulisan yang berkualitas bukanlah hal yang mudah semudah membalikkan telapak tangan. Ada proses yang harus dilalui dan dijalani dengan tekun sehingga kemampuan menulis semakin terasah dengan baik. Dalam menulis karya ilmiah yang akan diterbitkan pada jurnal terakreditasi maupun jurnal internasional tentu merupakan sebuah perjalanan yang penuh dengan liku – liku. Mendapatkan penolakan dari pengelola jurnal adalah salah satu kenyataan yang harus diterima dengan lapang dada, bukan dengan muram durja. Dari situlah kita bisa banyak belajar sehingga hasil dari tulisan – tulisan itu akan semakin menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih baik.

Kedatangan Ahmad Najib Burhani menjadi suntikan luar biasa bagi para pegiat literasi di lingkup IAIN Tulungagung. Sebenarnya masih ada keinginan untuk mengikuti bedah buku yang diselenggarakan oleh Pusat Kajian Islam Jawa pada Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah di kampus IAIN Tulungagung. Sayangnya, acara itu digelar pada malam hari, mulai pukul 18.30 WIB. Waktu yang menuntut pulang karena sudah ada agenda lain yang menanti. Hehehe

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Minggu, 12 Maret 2017

Larangan Berdusta atas Nama Rasulullah SAW

Larangan Berdusta Atas Nama Rasulullah

Berdusta adalah hal yang dilarang oleh agama. Islam melarang umatnya berdusta dan memerintahkan kepada umatnya agar selalu berlaku jujur. Perilaku dusta akan mengantarkan pelakunya pada penyesalan selama – lamanya, sementara jujur akan membawa pelakunya pada kebaikan dan kebaikan akan membawa seseorang kepada surga.

Setiap orang pasti punya keinginan masuk surga. Akan tetapi pada kenyataannya mereka tidak mampu memenuhi syarat – syarat masuk surga. Mereka ingin masuk surga, tetapi maksiat masih tetap mereka lakukan, minuman keras, judi dan main perempuan tetap saja menjadi kebiasaan. Jika demikian halnya maka sulit kiranya menggapai surga Allah yang hanya dijanjikan bagi mereka yang bertaqwa kepada-Nya.

Salah satu perbuatan dusta yang sangat dikecam oleh Islam adalah berdusta atas nama Rasulullah SAW. Rasulullah SAW adalah manusia pilihan yang menjadi kekasih-Nya. Pintu rahmat Allah terletak pada beliau, demikian pula kunci hidayah dan petunjuknya. Memenuhi panggilannya sama dengan memenuhi panggilan Allah, melaksanakan perintahnya sama dengan melaksanakan perintah Allah, ingat kepadanya sama dengan mengingat Allah. Kedudukannya disisi Allah tiada tara dan bandingnya. Semua makhluk berada dibawah kendali kepemimpinannya.

Karena kedudukan beliau yang tinggi disisi Allah, maka mendustakan beliau termasuk kedalam dosa yang sangat dikecam. Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan:

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ ح و حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ أَيْضًا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ وَسُفْيَانَ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ

Artinya: (MUSLIM - 1) : Dan ia merupakan atsar yang masyhur dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Barangsiapa menceritakan hadits dariku, yang mana riwayat itu diduga adalah kebohongan, maka dia (perawi) adalah salah satu dari para pembohong tersebut." Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah dari al Hakam dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Samurah bin Jundab. (dalam riwayat lain disebutkan) dan juga telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Waki' dari Syu'bah dan Sufyan dari Habib dari Maimun bin Abu Syabib dari al-Mughirah bin Syu'bah keduanya berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang hal tersebut."

Hadits diatas menjelaskan ancaman bagi orang yang berdusta atas nama Rasulullah SAW. orang yang berani berdusta atas nama Rasulullah menurut hadits diatas tempatnya adalah di neraka. Neraka adalah tempat terakhir bagi orang – orang kafir dan pelaku maksiat. Neraka akan dipenuhi oleh manusia dan jin sebagaimana keterangan yang ada dalam al-Qur’an.

Mengingat bahaya dan ancaman berdusta atas nama Rasulullah SAW, maka sudah sepatutnya bagi seorang muslim untuk selalu berusaha menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan berdusta atas nama rasul. Berdusta atas nama Rasul sama artinya dengan menantang api neraka. Api terpanas yang tidak pernah ada tandingannya didunia yang dipersiapkan Allah bagi mereka yang durhaka kepada-Nya.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’alam…

Sabtu, 11 Maret 2017

Ta'alluq Bihaqiqatil Muhammadiyyah



Ta’alluq Bihaqiqatil Muhammadiyah

Rasulullah SAW adalah manusia pilihan kekasih Allah SWT. Kedudukannya dihadapan Allah lebih tinggi dibandingkan dengan makluk yang lain. Dialah orang pertama yang akan diterima syafaatnya di hari kiamat, disaat seluruh umat manusia sedang dalam keadaan bingung tiada tara.

 Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita menempatkan beliau pada tempat yang semestinya. Ketinggian pangkat dan derajat beliau dihadapan Allah cukuplah menjadi pemicuu semangat kita dalam memuliakan dan menempatkan beliau pada posisi yang tinggi diantara makhluk lain. Karena kedudukannya yang mulia, menyapa beliau dengan sapaan layaknya manusia pada umumnya dilarang oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an Surat al-Nur (24); 63, Allah SWT. berfirman:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

Artinya: Janganlah kamu sekalian memanggil Rasul diantara kalian sebagaimana panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain… (Q.S. al-Nur (24); 63)

Ayat ini menjadi dasar perintah untuk memanggil Rasulullah dengan panggilan yang penuh dengan pengagungan dan memuliakannya sesuai dengan kedudukannya. Menurut para ulama terkecam apabila seorang muslim memanggil dengan panggilan yang tidak disertai dengan pengagungan yang sesuai dengan kedudukan dan kemuliaannya. Itulah sebabnya untuk memanggil beliau digunakan kata “sayyidina” dan “rasulallah” yang merupakan bentuk ungkapan pengagungan dan penuh kemuliaan.

Dalam dunia tasawuf dimana didalamnya ditempuh satu perjalanan menuju wushul ilallah, berhubungan dengan Rasulullah SAW. adalah hal yang mutlak diperlukan. Berhubungan dengan Rasulullah SAW biasanya dilakukan dengan memperbanyak bacaan shalawat, mengerjakan sunnah – sunnahnya dan meminta syafaat kepadanya. Perlu diketahui bahwa syafaat yang diberikan Rasulullah SAW. tidak hanya ketika kita berada di akhirat, akan tetapi selama didunia pada hakikatnya kita juga membutuhkan syafaat dari Rasulullah SAW.

Mungkin beberapa orang akan mengajukan pertanyaan, apakah mungkin Rasulullah SAW yang telah meninggal bisa memberikan syafaat? Untuk menjawab hal ini, ada baiknya kita telaah qaul para ulama dalam kitab “Jami’ul Ushul”, halaman 172:

لأن روحانيته صلى الله عليه وسلم كجسمانيته فى الإمداد ومنبع العون ومطلع الهداية والإرشاد فى كل أن ومكان

Artinya: Sesungguhnya ruhaniyah Beliau SAW itu seperti jasmaniyahnya (semasa hidup maupun setelah wafat) dalam hal membimbing dan sebagai sumbernya pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk Allah SWT. kapan saja dan dimana saja

Qaul para ulama ini menyatakan bahwa keberadaan ruhani Rasulullah SAW. itu seperti halnya jasmaniyahnya. Artinya, meskipun beliau secara fisik sudah wafat, akan tetapi secara ruhani beliau masih tetap bisa memberikan bimbingan, menjadi sumber pertolongan dan sebagai tempat keluarnya hidayah dan petunjuk Allah SWT. Oleh karena itu seseorang yang menghendaki perjalanan wushul kepada Allah hendaknya senantiasa ber -ta’alluq bihaqiqatil muhammadiyah dengan memperbanyak berhubungan ruhani dan memperbanyak shalawat kepada beliau.

Shalawat termasuk cara paling tepat untuk memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Dengan memperbanyak shalawat dan menjaga adab dalam membaca shalawat maka perjalanan menuju kepada Allah in Sya Allah akan lebih mudah karena langsung mendapat bimbingan dan syafaat Rasulullah SAW.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud disebutkan, bahwa Nabi SAW. bersabda:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً (رواه الترمذي عن ابن مسعود)

Artinya: Sesungguhnya manusia yang paling utama disisi-ku pada hari kiamat adalah mereka yang paling banyak shalawatnya kepada-ku

Hadits ini juga sekaligus menjadi dasar pentingnya kita berta’alluq kepada Rasulullah SAW. Membaca shalawat kepada beliau termasuk salah satu tanda akan rasa mahabbah kita kepada beliau. Mahabbah kepada beliau juga termasuk tanda bahwa kita juga cinta kepada Allah SWT.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Rabu, 08 Maret 2017

Kesempurnaan Allah dalam Mengurus Makhluk-Nya

Kesempurnaan Allah dalam Mengurus Makhluk-Nya

Allah adalah Dzat Yang Maha diatas segalanya. Kesempurnaan-Nya tak lagi perlu diragukan oleh siapapun. Meragukan kesempurnaan-Nya sama artinya mengkufuri-Nya. Dia-lah Dzat yang tiada pernah tidur, tiada pernah istirahat dalam mengurus makhluk-Nya.

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Musa al-Asy’ari, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

إن الله تعالى لاينام، ولا ينبغى له أن ينام، يخفض القسط ويرفعه، يرفع إليه عمل  الليل قبل عمل النهار، وعمل النهار قبل عمل الليل، حجابه النور، لو كشفه لأحرقت سبحات وجهه ماانتهى إليه بصره من خلقه

Artinya: Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah tidur, dan tidak pantas Dia tidur. Merendahkan timbangan (keadilan) dan mengangkatnya. Di-angkat/dilaporkan kepada-Nya amalan malam hari sebelum datangnya amalan siang hari, dan amalan siang hari (diangkatkan kepada-Nya) sebelum amalan malam hari. Hijab-Nya adalah Nur. Jika Dia menyingkapnya niscaya cahaya muka-Nya membakar sesuatu yang sampai kepadanya dari pandangan makhluk-Nya. (H.R. Muslim dan Ibnu Majah, dan lafadz ini adalah miliknya)

Hadits diatas menjelaskan bahwa Allah SWT tidak pernah tidur dan tidur itu tidak pantas bagi-Nya. Oleh karenanya Allah selalu melihat apa yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Allah mengetahui segala hajat dan kebutuhan seluruh makhluk-Nya. Allah juga mengetahui ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukan oleh semua makhluk-Nya. Cukuplah Allah yang akan menjadi saksi bagi semua yang telah kita perbuat.

Kepada Allah semua amalan yang kita lakukan disiang hari akan ditunjukkan kepada-Nya sebelum datangnya amalan malam hari, pun pula sebaliknya. Tidak ada satupun yang luput dari pengawasan-Nya. Oleh karenya setiap kita harus senantiasa merasakan kehadiran Allah dalam setiap waktu. Dengan merasa terus diawasi oleh Allah, maka kita akan semakin memiliki kemantapan dalam keimanan kepada-Nya. Kemantapan iman sangat diperlukan untuk menjadi pribadi yang memiliki kematangan dalam menatap kehidupan.

Hadits diatas juga menunjukkan adanya hijab nur bagi Allah. Hijab inilah yang menutupi Dzat Allah hingga tidak ada satu makhluk pun yang mampu untuk menjangkau-Nya. Bagi orang yang menghendaki perjalanan menuju wushul kepada Allah dalam dunia kaum sufi, maka memahami hal ini sangat penting. Peran seorang mursyid dalam mengarahkan muridnya dalam perjalan wushul ini sangatlah penting. Bila tidak ada mursyid boleh jadi murid tidak akan sampai kepada Allah.

Semoga bermanfaat …

Allahu A’lam…

Selasa, 07 Maret 2017

Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba



Mencoba, Mencoba dan Terus Mencoba

Istilah yang semakna dengan ini mungkin adalah belajar, belajar dan terus belajar. Tugas kita di dunia ini memang harus terus belajar selain ibadah tentunya. Manusia diberi keistimewaan berupa akal pikiran yang dengan akal itu ia memiliki kedudukan istimewa dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Tetapi tentunya titel ini tidak untuk seluruh manusia. Titel ini hanya diberikan kepada manusia yang mampu menjalankan tugasnya secara baik sebagai khalifah Allah fil ardli tentunya. Bagi mereka yang tidak bisa melaksanakan tugas dengan baik, maka bagi mereka titel yang sepadan dengan apa yang mereka kerjakan.

Catatan ustadz yang menarik dengan judul kearab – araban meski ‘arab pati genah’, bila ditinjau dari sisi bahasanya kiranya cukup menarik untuk sekedar jadi bahan renungan dan sekaligus koreksi diri. Istilah yang dipakai itu adalah ‘Man Talattaina Fanaina’. Konon dalam catatan tersebut, judul ini beliau dapatkan dari seorang alumni pondok pesantren Lirboyo. Pondok yang memiliki nama besar bagi warga nahdliyyin tentunya. Kalimat tersebut katanya berasal dari almaghfurlah Kia Mahrus Ali Lirboyo. Meski kata – katanya agak aneh tetapi memiliki makna yang dalam.

Man Talattaina Fanaina, barangsiapa yang telaten maka ia akan menuai/panen. Kira – kira begitulah arti dari kalimat itu. Ya memang benar, mereka yang memiliki keuletan dan ketelatenan dalam melakukan sebuah usaha, apapun itu pasti ia akan menuai hasil dari apa yang ia kerjakan. Ketelatenan dalam menekuni sebuah profesi tentunya menjadi sesuatu yang amat penting bagi siapapun yang bergelut dalam bidang profesi.

Ketelatenan dalam menekuni sesuatu mengindikasikan adanya perjuangan yang keras untuk meraih sukses dalam bidang yang ditekuni. Perjuangan itu tentunya akan melibatkan semua kekuatan dan daya kemampuan yang dimiliki baik berupa tenaga, fikiran maupun biaya. Semakin seseorang menekuni bidang garapan yang digeluti semakin banyak informasi dan pengetahuan yang ia dapatkan. Ia akan semakin mantap dalam bertindak, jeli dalam membaca peluang dan sigap dalam berbagai tantangan.

Kenyataan ini tentunya akan semakin menguntungkan bagi siapa saja. Belajar dan terus mencoba adalah hal sangat dianjurkan bagi siapa saja yang ingin sukses. Tanpa keberanian untuk selalu mencoba dan mencoba mustahi seseorang akan bisa meraih apa yang diinginkan.

Dalam hidup kita dihadapkan pada pelbagai pilihan. Apa yang kita pilih mencerminkan sikap dan kepribadian kita. Oleh karena itu dalam mengambil sikap jangan berlaku setengah – setengah. Perilaku setengah – setengah hanya akan menjadikan kita sebagai pribadi yang konyol. Ibarat ketela, ketela yang mogol. Akibatnya nasib kita juga mogol. 

Kaitannya dengan mengasah kemampuan yang kita miliki maka telaten adalah kata kuncinya. Apapun yang kita miliki sebaik apapun dan sehebat apapun itu, tidak akan ada artinya tanpa adanya ketelatenan. Bahkan mungkin anugerah Allah terbesar yang kita miliki akan tercabut dari diri kita bila kita tidak mau mengasahnya. Ibarat pisau, setajam apapun ia, tetapi bila tidak pernah diasah, pasti akan ‘kethul’ dan ‘teyengen’.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...