Salah
satu hal penting dalam setiap tindakan yang kita lakukan adalah niat. Niat
diartikan sebagai sikap menyengaja untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan
tindakan. Jumhur ulama’ mengatakan bahwa niat termasuk salah satu rukun yang tidak
boleh ditinggalkan oleh seseorang ketika melakukan suatu amal.
Dalam
sebuah hadis riwayat Imam Bukhari Muslim rasulullah saw bersabda:
عَنْ عُمَرَ ابْنَ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَاالْأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَي، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِلدُّنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوْ اِمْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَجَرَ إِلَيْهِ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Sesungguhnya amalan – amalan itu tergantung pada niatnya
dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang (niat)
hijrahnya karena Allah dan rassulnya, maka hijrahnya (benar – benar) kepada
Allah dan rasulNya. Dan barangsiapa yang (niat) hijrahnya untuk dunia yang
ingin diraihnya atau untuk wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah
kepada apa yang dia hijrah karenanya.” (H.R. Bukhari dan Mulim)
Hadis diatas berkaitan dengan seseorang yang ingin menikahi seorang
muslimah yang hijrah ke Madinah bernama Ummu Qais. Lelaki itu ingin
menikahinya, tetapi Ummu Qais tidak mau sehingga ia hijrah ke Madinah bersama
Nabi Muhammad SAW. Karena cintanya yang mendalam kepada Ummu Qais lelaki itupun
akhirnya hijrah ke Madinah mengikuti jejak Ummu Qais. Berita itu akhirnya
sampai kepada Rasulullah SAW yang kemudian bersabda sebagaimana hadis diatas.
Berdasarkan hadis tersebut rasulllah saw menegaskan bahwa
barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan rasulNya semata maka ia akan
menemukan keridlaan Allah dan rasulNya. Akan tetapi barangsiapa yang hijrahnya
didasarkan atas keinginan untuk meraih dunia atau memperoleh wanita yang ingin
dinikahinya maka ia hanya akan memperoleh dunia dan wanita sementara ridla
Allah dan rasulNya tidak ia dapatkan, itupun bila dunia dan wanita yang ia
inginkan berhasil didapat. Dari situ tampak akan pentingnya niat yang terbesit
dalam diri seseorang yang melakukan sebuah pekerjaan atau amal. Oleh karenanya
permulaan hadis diatas secara tegas menyatakan, bahwa sesungguhnya setiap amal
perbuatan itu tergantung pada niat yang diniatkan dan sesungguhnya setiap orang (akan diberi
pahala/balasan) sesuai apa yang ia niatkan.
Oleh sebab itu, menata niat dalam setiap tindakan harus dilakukan
oleh setiap orang. Niat yang baik akan mendapat balasan yang baik, sebaliknya
niat yang buruk akan mendapatkan balasan yang buruk.
Menurut Syaikh Ibnu Athaillah al Sakandari, amal – amal / tindakan
yang dilakukan seseorang hanya merupakan gambar – gambar belaka adapun yang
menjadikan gambar itu hidup dan memiliki arti adalah rahasia keikhlasan yang
ada didalamnya. Kata beliau:
اَلْأَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ وَأَرْوَاحُهَا وُجُوْدُ سِرِّ
الْإِخْلَاصِ فِيْهَا
Artinya: “Amal – amal itu adalah gambar – gambar yang berdiri tegak
(kerangka) sedangkan ruhnya (yang dapat membuat hidup) adalah adanya rahasia
keikhlasan didalamnya.”
Secara tegas Syaikh Ibnu Athaillah menyatakan bahwa setiap amal
yang kita lakukan hanyalah bentuk dari gambar – gambar kerangka yang berdiri tegak,
sementara yang menjadikan kerangka itu hidup dan memiliki arti hanyalah
keikhlasan yang ada didalamnya. Oleh karenanya setiap amal perbuatan yang kita
lakukan harus diniatkan ikhlas semata karena Allah dan rasulullah saw.
Mengingat akan pentingnya niat maka sudah seharusnya setiap muslim
memiliki perhatian serius terhadap niat. Jangan sampai amal yang dilakukan
dengan bersusah payah tidak memiliki arti dihadapan Allah SWT. Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar