Muhasabah Diri


Muhasabah Diri

Banyak orang yang terjebak pada sikap selalu mengoreksi orang lain, tanpa mau melihat dan mengoreksi dirinya sendiri. Orang-orang ini terjebak pada kondisi merasa bahwa dirinya memiliki kebaikan ‘melebihi’ yang lain. Padahal bila mau jujur, kesalahan dan keburukannya melebihi yang dilihatnya.

Keputusan untuk segera memberi ‘penilaian’ pada orang lain tanpa mau melihat diri, mengoreksi setiap apa yang ada dan terlintas dalam dirinya, apa yang melingkupi objek yang dilihatnya dan seterusnya merupakan wujut ‘keterjebakan’ seseorang oleh ‘ego ananiyyah’ yang ada dalam dirinya. Akan tetapi, umumnya orang-orang tersebut tidak menyadarinya.


Seorang yang senantiasa mengoreksi dirinya, tidak akan memiliki waktu dan kesempatan untuk menyalahkan orang lain. Mengapa demikian? Karena orang yang senantiasa muhasabah, akan menemukan banyak kekurangan dalam dirinya. Ia akan merasa bahwa maksiat yang dilakukannya melebihi kebaikan yang diperbuatnya. Akibatnya, ia akan semakin memperbanyak ‘istighfar’ dan mohon karunia dan rahmat-Nya.

Syaikh ‘Abdul Wahhab al-Sya’rani mengingatkan agar setiap salikin senantiasa muhasabah diri. Jangan sampai kelalaiannya menyebabkan para salik lebih banyak menilai orang lain daripada mengoreksi pribadinya. Jika hal itu yang terjadi, bahaya sedang mengintai para salik.

Beliau juga mengingatkan, agar seyogyanya para salik mengistiqamahkan dirinya dalam menjalankan ‘qiyam al-lail’. Qiyam al-lail sangat penting bagi seorang yang berjalan menuju pada Allah Swt. Waktu di mana kebanyakan dari umat manusia sedang dilelapkan oleh dinginnya malam.

Bagi para salik yang merasa berat dan malas untuk melaksanakan qiyam al-lail sebaiknya melakukan koreksi diri, ‘muhasabah’ terhadap dirinya. Jangan-jangan rasa berat dan malas itu disebabkan serignya salik terjatuh dalam kemaksiatan batin seperti riya’, takabbur, ujub, berpikiran buruk, hasad, terlena, dan senanng mendapat pujian dari yang lainnya. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat buruk yang boleh jadi ‘menjangkiti’ para salik, namun ia tidak mengetahuinya.

Jika para salik senantiasa koreksi diri, ia akan terbimbing untuk melihat kesalahan-kesalahan tersebut sehingga ia bisa segera memperbaikinya dengan taubat. Sebaliknya, lalai terhadap koreksi diri menyebabkan diri mereka terjatuh pada jebakan ‘ego ananiyah’ yang pada akhirnya semakin menjauhkan dirinya dari Allah Swt.

Hal itu sebagaimana diisyaratkan oleh Rasul Saw dalam haditsnya, “Barangsiapa yang semakin bertambah ilmunya, dan tidak semakin bertambah hidayahnya, maka ia tidak semakin bertambah kepada Allah selain bertambah jauh”. Oleh karena itulah, para mursyid selalu menganjurkan para muridnya yang sedang menjalani ‘suluk’ untuk selalu muhasabah.

Komentar