Muharram Bulan Hijrah
Bulan Muharram termasuk bulan istimewa bagi
umat muslim. Satu Muharram merupakan tahun baru bagi kalender hijriyyah yang
ditetapkan oleh khalifah Umar Ibnu Khathab yang membuatnya berbeda dari
kalender masehi yang dimulai hitungannya dari kelahiran Isa al-Masih, meski ada
dugaan bahwa hal itu tidak sesuai dengan hari kelahirannya mengingat hari Raya
Natal di peringati pada tiap tanggal 25 Desember.
Artikel ini semestinya ditulis pada awal tahun
baru hijriyyah, 1 Muharram tahun ini, 1442 H. Akan tetapi, karena sesuatu dan
lain hal, penulis baru bisa menulisnya pada saat ini. Semoga tidak mengurangi
kebermanfaatan bagi semua orang yang membacanya.
Kalender Islam ditulis bukan berdasarkan kelahiran Nabi Muhammad saw., melainkan dari peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah Islam, yakni peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw. ke Madinah al-Munawwaroh yang kala itu masih dikenal sebagai kota “Yatsrib”.
Peristiwa hijarah di dalam sejarah Islam
sejatinya tidak terjadi sekali. Umat Islam pernah melakukan hijrah ke Habsyi
(Etiopia) sebanyak dua kali pada awal-awal dakwah Islam. Adapun hijrah ke
Madinah merupakan hijrah terakhir atas perintah-Nya setelah semakin dahsyatnya
arus penentangan terhadap dakwahnya disertai upaya untuk membunuh Nabi Muhammad
saw.
Pasca hijrahnya Nabi Muhammad saw. ke Madinah,
terjadilah perubahan besar dalam dakwah Islam. Islam mulai banyak diikuti oleh
orang dan gelombang dakwah semakin menguat. Dakwah Islam semakin meluas di
berbagai suku dan kabilah Arab kala itu, puncaknya adalah dengan penundukan
kota Makkah, “Fathu Makkah” pada kisaran tahun 8 Hijriyyah. Mungkin karena alasan
itulah, kalender Islam ditetapkan oleh khalifah Umar dengan mengacu pada
peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw.
Para sahabat yang turut serta hijrah ke
Madinah selanjutnya dikenal sebagai sahabat Muhajirin dan sahabat Madinah yang
menolong mereka dikenal dengan sahabat Anshor. Ini berkat sifat “fathanah” Nabi
yang mampu mempersaudarakan mereka sehingga kedua kelompok ini bisa hidup
bersama dan saling menguatkan satu dengan lainnya.
Hijrah ke Madinah merupakan peristiwa besar
dalam sejarah Islam sekaligus perjuangan besar bagi kaum muslim Makkah kala itu
yang tentunya dengan berat hati meninggalkan harta benda, rumah, karib kerabat
di tanah kelahirannya untuk mendukung dakwah Nabi. Meski demikian, ada pula
sebagian diantara mereka yang hijrahnya bukan karena Allah dan Rasul-Nya,
melainkan untuk dunia atau wanita yang ingin dinikahinya. Karena itu Rasul
secara tegas mengingatkan orang-orang tersebut dengan sabdanya:
سمعت
عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يقول (إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى
دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما جاهر إليه)
Artinya: “Saya mendengar Umar Ibnu Khathab
Ra. Di atas minbar. Dia (Umar) berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah saw.bersabda,
Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang
hijrahnya karena dunia yang akan diperolehnya, atau karena wanita yang hendak
dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia hijrah kepadanya.”
(HR. Bukhari)
Menata niat saat akan menjalani satu
aktifitas, “amal”, apapun bentuknya adalah hal penting yang harus diperhatikan
oleh siapapun, tak terkecuali saat seseorang mengikuti apa yang menjadi
tuntunan Nabi, seperti halnya hijrah. Memang secara dhahir hijrah kala itu
mengikuti tuntunan Nabi, akan tetapi jika niatannya semata hanya mencari dunia
atau hal lain, maka hijrah tersebut hanya sia-sia semata, tidak akan mendapatkan
“pahala” dari-Nya.
Momentum Muharram erat kaitannya dengan
hijrah. Tentu, hijrah saat ini tidak lagi bisa disamakan dengan hijrah di masa
Nabi. Hijrah yang mesti kita lakukan adalah hijrah dari segala hal negatif
menuju kepada hal negatif. Hijrah dari rasa malas menjadi bersemangat dan
rajin. Hijrah dari kemaksiatan kepada ketaatan kepada-Nya.
Jika sebelum Muharram tiba, kita terlalu
disibukkan dengan urusan duniawi, bekerja tanpa mengenal waktu sehingga lupa
dalam menjalankan ibadah kepada-Nya, maka momentum hijrah Muharram ini,
sebaiknya digunakan sebaik mungkin untuk lebih meningkatkan ingat “dzikir” kita
kepada-Nya. Menjalankan ibadah sebagaimana yang disyariatkan-Nya, sehingga kita
tidak semata menjadi makhluk bak “mesin robot” yang hanya memikirkan kehidupan
dunia sementara, namun kita bisa menggunakan dunia sebagai perantara bagi kita
meraih ridha-Nya. Semoga kita benar-benar hijrah. Hijrah dari selain-Nya menuju
hanya kepada-Nya.
Komentar
Posting Komentar