Setiap Tulisan Memiliki Jodoh Pembacanya
Kesuksesan bukan milik mereka yang jenius, melainkan mereka yang
mampu bertahan. Itulah keyakinan yang setidaknya perlu untuk dijadikan
pegangan. Banyak orang cerdik, pandai, selalu meraih rangking pertama saat
berada di bangku sekolah, namun ternyata prestasinya kalah dengan mereka yang
biasa-biasa saja, tetapi memiliki keuletan, ketekunan dan kemampuan bertahan.
Bertahan yang saya maksudkan adalah bertahan dari setiap kegagalan
yang dialami. Tidak ada seorangpun di dunia yang tidak pernah mengalami
kegagalan. Bahkan setiap orang memiliki jatah kegagalan dalam hidupnya. Karena itu,
semestinya seseorang tidak takut mengalami “kegagalan”, sebaliknya dia mesti
mampu menjadikannya sebagai bahan untuk belajar dan memperbaiki diri, supaya
tidak jatuh ke “lubang”/kegagalan serupa.
Di antara hal yang memerlukan kemampuan bertahan adalah menulis. Setiap orang sejatinya bisa menulis, akan tetapi tentu tidak semuanya memiliki kemampuan baik dalam menulis,-termasuk saya. Terkadang untuk menyelesaikan satu artikel, seorang penulis tidak membutuhkan waktu yang lama. Tetapi, tidak jarang pula untuk menulis satu paragraf saja, ia membutuhkan waktu berhari-hari, karena ide dan gagasannya macet.
Itulah beberapa pelajaran yang saya ambil dari beberapa suhu “penulis”,
dunia yang cukup menyita banyak waktu dan fikiran tentunya, tetapi merupakan “tradisi
agung”, yang bisa saja menjadikan seseorang tetap dikenal jauh melampaui
masanya.
Saat menulis, terkadang ada perasaan tidak percaya diri dengan apa
yang ditulis. Merasa bahwa tulisan yang dihasilkan tidak baik, buruk
kualitasnya dan tidak layak untuk dipublikasikan. Itu sangat wajar, apalagi
para pemula yang sedang belajar,-seperti saya. Namun, saat semua itu menyapa,
teringat kata mutiara, “Sesederhana apapun yang kita tulis, semua ada
manfaatnya.” Itulah dawuh “Pak Ngainun Naim” yang saya ingat. Itu pula yang
kemudian mendorong saya untuk selalu memposting tulisan meski “buruk” secara
kualitasnya di akun blog dan FB.
Lagi-lagi, saya mendapatkan suntikan dari status WA beliau, “Setiap
tulisan memiliki jodoh pembacanya masing-masing”. Ya, saya jadi terinspirasi
untuk menjadikannya sebagai judul artikel hari ini, dan benar saja saya
menulisnya, meski saya juga tidak terlalu yakin dengan kebenaran penafsiran
saya.
Melalui status tersebut, sepertinya beliau ingin memberikan
motivasi bagi para penulis pemula untuk tetap konsisten dengan tradisi
menulisnya, seperti apapun hasilnya. Setelah selesai jangan lupa untuk menshare
dan mempostingnya. Jangan malu untuk dibaca orang lain, atau takut mendapat
kritik.
Banyak orang menulis dengan baik, dan bagus kualitasnya, namun
jarang orang membacanya, mengapa? Karena jodohnya memang sedikit. Orang intelek
itu jumlahnya lebih sedikit daripada orang biasa. Mereka yang cerdas, tinggi
intelektualnya, biasanya menulis dengan bahasa para intelektual, sehingga “jodoh”
tulisannya juga para intelektual. Karena itu, sedikit yang membaca.
Sebaliknya, jumlah orang biasa-biasa saja lebih banyak, karena itu,
boleh jadi “jodoh” tulisan biasa-biasa saja, dengan kualitas sederhana lebih banyak
karena jodoh pembacanya banyak. Hehehe…, tetapi ini tentu tidak mewakili apa
yang ada dalam ide pemikiran beliau. Intinya, jangan takut menulis dan
melakukan publikasi, serta jangan takut bahwa tulisan anda tidak akan dibaca
orang, karena setiap tulisan ada jodohnya. Tulisan saja ada jodohnya, masak
kamu tidak???
Komentar
Posting Komentar