Babak Kedua Kehidupan Bapak

 

Babak Kedua Kehidupan Bapak



Babak kedua kehidupan bapak dimulai setelah kembalinya bapak ke alam sadarnya pasca kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawanya. Demikian saya menyebutnya. Mengapa? Karena persis setelah kecelakaan tersebut, bapak masih menjalani aktifitas sebagaimana sebelumnya, namun ada beberapa aktifitas yang kemudian dilepasnya karena memang kondisi yang tidak memungkinkan.

Rasa syukur tentu semestinya kami sekeluarga lakukan mengingat pertolongan yang besar di balik ujian berat tersebut. Bapak masih diberikan kesempatan untuk kembali berkumpul bersama keluarga, mendampingi dan mendidik keluarga, tentu dengan kemampuan yang masih tersisa.

Benar apa yang disampaikan pak Endro waktu itu, bahwa pasca operasi tentu bapak tidak bisa kembali sebagaimana semula. Ibarat tulang yang telah retak, meskipun telah dilakukan operasi atau “sangkal putung,” tetap saja tidak akan sempurna sebagaimana pada awalnya.

Selama kurang lebih satu tahun, bapak benar-benar istirahat dari aktifitasnya baik di madrasah, pondok, masjid dan kegiatan kemasyarakatan. Bahkan bapak yang perokok berat pun waktu itu juga berhenti total. Bapak harus istirahat untuk memulihkan kembali kondisinya.

Pada tahun berikutnya, saat lebaran idul fitri, biasanya saya mengantar bapak sowan ke pondok. Itulah awal kembalinya bapak pada berbagai kegiatan meskipun hanya sebagian. Saat itu bapak ditawari rokok sama Gus Atho’,-Panggilan Kyai Agus Mahmud Al-Atho’, pengasuh ponpes Mamba’ul Ulum. Bapak bilang kalau sudah setahun tidak merokok karena tidak diperbolehkan keluarga. Beliau kemudian dawuh, “Pun to mboten nopo-nopo, monggo dirokok, mengke dibeti mantuk.” Pada kesempatan itu pula beliau bertanya, “Benjing ngasto maleh saget nggih?, yo sedinten nopo kaleh dinten ngoten.” Bapak matur, “Pra nggih saget!

Inilah moment awal bapak kembali memulai aktif dalam kegiatan di madrasah, dipondok dan kegiatan di masyarakat. Sedikit demi sedikit sehingga bapak kembali eksis di dalam berbagai kegaitan.

Meski bapak sudah kembali beraktifitas, namun tetap saja ada kekhawatiran keluarga. Bapak juga mulai ke sawah, mencari rumput untuk sapi yang dipelihara, namun kami tidak mengijinkan bapak membawa sendiri rumputnya. Apalagi mengingat kondisi kepala bapak yang tidak lagi sempurna. Tentu ada rasa khawatir dari keluarga, kalau-kalau membawa rumputnya bisa berpengaruh pada kondisi kesehatan kepalanya, atau minimal melukai kulit kepala yang tak lagi berbatok sebagiannya. Penglihatan bapakpun juga banyak berkurang akibat operasi kepala tersebut. Bapak bilang kalau tidak bisa melihat sesuatu di sisi sebelah kanannya. Beliau bisa melihat arah depan, dan sisi kirinya, namun tidak dengan arah kanannya.

Namun, kecelakaan itu sejatinya tidak menyebabkan bapak trauma. Keluargalah yang justru merasa khawatir jika membiarkan bapak berkendara. Beberapa kali bapak berkendara tanpa sepengetahuan keluarga. Para tetanggalah yang memberi tahu sehingga ibu mengingatkan bapak untuk tidak berkendara.

Babak kedua dari kehidupan bapak membawa banyak hikmah bagi kami sekeluarga. Kami harus banyak belajar dalam menghadapi berbagai persoalan hidup yang kadang bersahabat, namun terkadang juga bermusuhan. Hanya dengan ikhtiar, sabar dan tawakkal, segala persoalan hidup akan terselessaikan dengan baik. Berpikir bijak dalam setiap persoalan dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, menjadi kunci utama kehidupan bahagia. Bahagia dunia, terlebih saat kembali menghadap-Nya. Semoga bermanfaat.

Komentar