Ibu; Di Bawah Telapak Kakimu Surga Berada
Oleh: Muhamad Fatoni, M.Pd.I
Sosok ibu memiliki peran penting dalam kehidupan. Di rahimnya-lah
kehidupan bermula, dan di rahimnya pulalah perjanjian primordial Tuhan untuk
manusia disampaikan. “Apakah Aku ini Tuhan kalian? Ya, kami bersaksi (Engkau
Tuhan kami).”
Kemulyaan ibu tidak perlu diragukan, apalagi diperdebatkan. Sejak awal masa mengandung, ibu merasakan payah yang semakin bertambah. Dari hari ke hari janin berkembang dan bertambah berat tanpa bisa diletakkan barang sebentar. Tidak ada piihan baginya, selain bertahan dan bersabar sembari tetap menjaga hati untuk tetap riang gembira penuh ikhlas demi menyambut kelahiran sang buah hati.
Tiba saat melahirkan, ibu bertaruh nyawa menyambut kelahiran buah
hatinya. Rasa sakit yang konon paling berat di dunia, hanya bisa dirasakan oleh
seorang ibu yang berjuang melahirkan anak-anaknya. Berharap selamat bersama
anaknya, atau jika tidak,-seorang ibu biasanya, lebih memilih agar anaknya terlahir
dengan selamat ketimbang dirinya. Pilihan berat yang hanya bisa dilakukan oleh sosok
perempuan bernama ibu.
Derajat ibu lebih tinggi dibanding bapak menurut pandangan Islam.Hal
ini tidak bisa dilepaskan dari beratnya perjuangan ibu bagi anak-anaknya. Islam
menghargai peran ibu melebihi peran bapak. Memang benar bapak berjuang tanpa
lelah dari pagi hingga petang untuk mencukupi kebutahan keluarga, namun perjuangan
itu tidaklah sebanding dengan perjuangan seorang ibu.
Bila bapak bekerja dari pagi hingga petang, maka ibu bekerja dari
pagi hingga pagi lagi. Sebelum bapak berangkat, ibulah yang menyiapkan makan
untuk bekal bapak. Saat bapak telah berangkat, ibu menjaga, merawat, dan mendidiknya
anak-anaknya. Ibulah madrasah pertama bagi anak, yang mengenalkan kebaikan
baginya. Saat malam tiba dan bapak lelap dalam tidurnya, tidak jarang ibu
terjaga sekedar untuk menengok buah hatinya, mengganti popoknya tanpa
mengindahkan lelah, letih, dingin dan sakit yang dirasakannya.
Tidak berlebihan jika Islam memposisikan ibu di atas posisi bapak.
Rasulullah pernah ditanya seorang sahabat. “Ya Rasul, siapakah orang yang lebih berhak
untuk aku hormati?”. Rasul menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu, kemudian
bapakmu!” Keterangan ini menunjukkan tingginya derajat ibu menurut Islam.
Seorang ibu biasanya memiliki kedekatan lebih kepada anak-anak
dibanding bapak. Anak umumnya lebih fair dengan ibunya. Anak terbiasa
mencurahkan isi hati dan problematika yang dihadapinya kepada ibu, tidak kepada
bapak. Kedekatan ini tercipta karena sejak penciptaan awal anak ada di rahim
ibu dan mendapatkan asupan makanan melalui tali plasenta yang bersambung
dengan ibu. Ditambah lagi ibu-lah yang menjadi madrasah pertama bagi anak
selama belum memasuki jenjang usia sekolah.
Namun, karena kedekatannya, tidak jarang anak mengabaikan ibunya.
Terbiasa bicara semaunya tanpa ada rasa hormat, mengabaikan perintahnya, dan
tidak jarang pula ada yang berani kepadanya, karena fisiknya yang tampak lemah
luarnya. Apakah hal ini bisa dibenarkan?
Tentu tidak. Perilaku ini harus segera dibenahi. Benar, ibu tidak
sekekar bapak, ototnya lemah, namun dibalik itu ada kekuatan dahsyat yang tidak
bisa dikalahkan oleh seorangpun, yaitu cinta dan kasih sayangnya.
Cinta dan kasih sayang ibu tak terbatas oleh ruang dan waktu. Setiap
saat hatinya terpaut pada anak-anaknya. Ia bahkan mampu menahan panasnya terik
mata hari, dinginnya malam atas dasar cinta dan kasih sayang. Bahkan, meski
anak berulangkali menyakiti, cinta dan kasih sayangnya tetap tak berubah. Selalu
memaafkan dan do’a kebaikanlah yang dipanjatkan teruntuk anak-anaknya. Tidak peduli
seberapa sering anak-anaknya berbuat salah, ibu selalu siap memaafkan, laksana
samudera tak bertepi. Bahkan, bilamana diperlukan, nyawa siap dikorbankan untuk
kebahagiaan anak-anaknya.
Begitulah cinta dan kasih sayang seorang ibu. Tak lekang oleh ruang
dan waktu. Selalu siap bertaruh jiwa raga demi anak-anak yang dicintainya.
Islam sangat memulyakan ibu, sampai-sampai menempatkan surge anak
di bawah telapak kakinya. Rasulullah bersabda, “Surga itu ada di bawah telapak
kaki ibu.” Hadis ini sangat populer, bahkan,-penulis yakin, mayoritas
muslim telah menghafalnya dengan baik. Namun tentunya hadis ini tidak cukup
sekedar dihafalkan, melainkan konsekuensinya lah yang lebih penting.
Hadis ini menuntut agar setiap muslim menaruh hormat dan taat pada
ibunya. Ibu telah mengorbankan banyak waktunya untuk merawat, menjaga dan
mendidik anak-anaknya. Ibu juga yang telah merelakan kebahagiaannya terabaikan
demi merawat buah hatinya.
Surga berada di bawah kaki ibu. Ini bukan berarti secara fisik
surga itu bertempat di bawah kakinya. Namun, hadis ini menuntut agar setiap
muslim berupaya untuk mencari keridha’an ibunya. Jangan sampai mengecewakan dan
membuat luka hatinya sehingga ridha untuknya (anak) tercerabut dari hatinya.
Do’a ibu mustajab bagi anak-anaknya. Dia adalah keramat dunia yang
semestinya diminta do’anya, bukan dukun atau paranormal. Ketulusan do’a ibu menjadi
kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Siapa yang berharap dunianya bahagia,
carilah ridhanya, dan siapa saja yang berharap kemulyaan akhiratnya, berburulah
ridhanya.
Itulah ibu, pribadi agung nan mulia menurut Islam. Mumpung masih
ada kesempatan, jangan pernah kita melupakannya. Ada baiknya kita meluangkan
waktu sejenak, berfikir tentang sikap kita selama ini. Apakah kita telah
memenuhi hak-haknya?, menjadi pelipur lara baginya di masa tua. Menjadi tempat
curahan hati saat beliau sedang bersedih. Menjadi teman ngobrol di saat
kesepiannya? Atau sebaliknya kita disibukkan dengan kebahagiaan sendiri,
pekerjaan yang tak kunjung berhenti. Berburu koin-koin untuk semakin menambah
pundi-pundi kekayaan pribadi. Bahkan sekedar “menemaninya duduk” lima menit
dalam dua puluh empat jam saja tidak ada waktu. Padahal berjam-jam kita
habiskan tanpa lelah bersama teman. Nongkrong diwarung, menyantap lezatnya
makanan, namun lupa pada ibu yang setiap saat meluangkan waktunya untuk kita.
Beruntunglah orang-orang yang mau berbakti pada kedua orang tuanya,
terutama pada ibunya. Surga berikut kenikmatan di dalamnya telah menantinya
masa depan cerah nan gemilang di depan mata. Sebaliknya, celakalah mereka yang
durhaka pada kedua orang tua, ibu utamanya. Neraka telah menantinya dan masa
depan suram di depan mata.
Cintai, sayangi dan bahagiakan ibumu, seperti apapun keadannya, karena setiap tetesan darah
yang mengalir dalam nadimu, tulang dan daging yang menjadi sebab tegaknya
tubuhmu, berasal dari tetesan air susunya. Sumber kehidupanmu, yang dengannya,
engkau ada dan menjadi seperti saat ini.
Mantab...
BalasHapusTerima kasih apresiasinya
Hapus