Iki Mu’jizat
Mu’jizat merupakan kejadian luar biasa yang diluar nalar umumnya,
terjadi pada diri seorang Nabi atau Rasul. Ia diberikan sebagai dukungan Allah,
Sang Pemberi Wahyu sebagai bentuk pembenaran atas pengakuan seseorang sebagai
Nabi atau Rasul. Dengan mu’jizat para Nabi dan Rasul semakin merasa percaya
diri dan mantap atas tugas yang diembannya untuk menyeru umat agar kembali kepada
Allah, Rabbul Alamin.
Selain mu’jizat adalagi kejadian luar biasa yang dialami oleh calon
Nabi atau Rasul. Dalam dunia literature aqidah kejadian ini biasanya disebut
dengan irhas.
Kejadian luar biasa yang tidak bisa dinalar akal manusia pada umumnya juga bisa terjadi pada diri seorang yang dipilih Allah sebagai kekasih-Nya, “wali.” Kelebihan ini disebut dengan karamah, kemulyaan yang diberikan kepada hamba-hamba beriman yang terpilih sebagai “auliya,” yang mereka disifati Al-Qur’an dengan “Laa Khaufun ‘Alaihim Walaahum Yahzanuun,” tidak ada rasa takut ataupun rasa susah bagi mereka.
Jika kejadian luar biasa yang tidak bisa dinalar akal manusia pada
umumnya itu terjadi pada diri seorang mukmin yang biasa-biasa saja. Artinya tidak
masuk dalam kategori sebagaimana dituturkan sebelumnya, maka kejadian itu biasa
disebut dengan ma’unah, pertolongan Allah swt. Seperti halnya jika terjadi satu
kecelakaan dahsyat, yang diperkirakan orang yang mengalaminya secara akal pasti
mati, namun nyatanya ia selamat, maka hal itu merupakan ma’unah, pertolongan
yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang beriman.
Masih ada satu lagi kejadian yang luar biasa, tidak bisa dicerna
akal, namun ia keluar dari pribadi yang kufur, yang mengingkari Allah dan
Rasul-Nya, serta berlarut-larut dalam perbuatan dosa. Kejadian itu biasa
disebut dengan sihir. Sumbernya adalah pertolongan dari iblis dan setan.
Kecelakaan yang dialami bapak, terbilang sangat parah. Bahkan para
medis kala itu, memprediksikan hal yang menyedihkan bagi kami sekeluarga. Tetapi
takdir berkata lain, Allah memberikan kesempatan kepada bapak hingga kira-kira
15 tahun setelah kejadian tersebut.
Di Saiful Anwar banyak kenangan yang saya rasakan. Saat di UGD
adalah saat-saat yang sangat mendebarkan dan memacu kerja jantung secara
maksimal. Bagaimana tidak, berkali-kali dalam satu jam, keluarga mendapat
panggilan, mulai menebus obat berkali-kali dan sampai pada putusan yang harus
diambil untuk melakukan tindakan medis, termasuk di antaranya adalah operasi di
bagian kepala. Operasi berat dengan resiko yang berat pula. Akhirnya kami sekeluarga
memutuskan untuk menerima saran dari dokter supaya bapak di operasi dan
tentunya, dengan tanpa ada jaminan kesembuhan.
Saat di Saiful Anwar, orang yang paling berjasa bagi keluarga
adalah keluarga Bude Nur. Anak dari orang yang pernah di “ngengeri” bapak
selama ngaji di pondok. Kami tidak punya keluarga di daerah Malang. Orang yang
dikenal satu-satunya ya keluarga Bude Nur ini. Dengan ketulusan dan keikhlasan
hatinya keluarga ini selalu mengirimkan makanan untuk sarapan dan makan malam. Tentu,
hal ini sangat berkesan bagi kami sekeluarga. Semoga Allah melimpahkan
keberkahan bagi keluarga ini dan keturunannya. Kami belum bisa membalas
kebaikan mereka.
Saat mendengar bapak hendak di operasi, suami Bude Nur, Pak Endro,
berkali-kali bertanya kepada kami sekeluarga, “Opo wis dipikir tenanan?.”
Selain biayanya yang mahal, beliau bilang tingkat keberhasilan “tindakan operasi
di kepala” itu 1: 100. Artinya peluang kegagalan lebih besar dibanding
berhasilnya. Beliau juga menceritakan sahabatanya dan beberapa orang yang gagal
dalam menjalani operasi di bagian kepala. Tetapi beliau menegaskan, “Tak
ceritani ngene iki, supoyo sampean siap umpomo enek hasil sing ndak sesuai karo
karepe ati. Dene kok berhasil, yo Alhamdulillah.”
Sebelum sempat menjalani operasi, ibu pulang untuk mengurus
beberapa berkas ke desa supaya ada keringanan pembiayaan. Posisi ibu digantikan
kakak. Saya dan kakaklah yang menjaga bapak kala itu. Saat ibu tidak ada,
dokter memberikan informasi bahwa besok pagi akan dilakukan tindakan operasi. Kami
yang sama-sama masih belum berpengalaman merasa khawatir dan bingung bukan
kepalang.
Di tengah-tengah bapak menjalani operasi, dokter memberikan
informasi supaya kami mencari darah 3 kantong dengan segera sesuai dengan jenis
golongan darah bapak, AB. Kakak pergi ke PMI yang menjadi stok darah di rumah
sakit. Namun berkali-kali kakak ke sana, tak kunjung ada pula. Kami semakin panik.
Petugas menyuruh kami agar mencari stok darah di jalan Buring. Saya
bergegas ke sana dan kakak gentian menunggu di depan ruang operasi. Lagi-lagi,
saya pun tidak menemukan stok darah yang dicari. Waktu itu, semakin kepanikan
dan hanya “pasrah” pada apa yang akan terjadi karena pada saat itu sedang
sangat dibutuhkan di tengah-tengah operasi.
Saya kembali ke depan ruang operasi sembari bilang ke kakak kalau
stok darah yang dicari tidak ada. Namun, Alhamdulillah, kata dia, sudah dapat
tapi hanya 2 kantong dari PMI. Lalu kakak menceritakan kejadian yang dialaminya
selama saya ke Jalan Buring.
Saat dalam keadaan bingung dan susah, tiba-tiba ada orang tua yang menghampirinya dan mengajak ngobrol. Dia bertanya gerangan apa yang menyebabkan dia susah. Lalu kakak bercerita tentang bapak yang sedang dioperasi yang sedang membutuhkan darah 3 kantong, namun tidak ada dan sudah berkali-kali dia ke sana. Kakek itu kemudian bercerita bahwa saudaranya juga ada disitu dan dia membutuhkan uang. Lalu kakak saya memberikan uang 20.000,- kepada kakek tersebut. Kakek tersebut bilang, ini masih kurang 10.000,-. Kakak bilang, karena ia pada waktu itu tidak pegang uang, dan saya yang bawa, bahwa ia tidak bisa memberikan uang lebih. Singkat cerita kakek tersebut berkata, “yo wes ndak popo iki cukup, kerepo dolan mahku yo, omahku kulone alun-alun.” Sayangnya, entah mengapa kakak tidak menanyakan perihal nama kakek itu dan parahnya, melihat wajahnya saja tidak. Padahal mereka ngobrol cukup lama.
Setalah kakek itu pergi, kakak mencoba untuk ke sekian kalinya
mencari stok darah di PMI. Dan subhanallah, darah yang dicari ada, dan yang
tersedia hanya 2 kantong dengan harga 10.000,- perkantongnya. Allahu A’lam.
Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Esok paginya saya bertanya
ke bapak yang kala itu sepertinya juga belum sadar, apakah ingat dengan saya
dan Alhamdulillah beliau ingat. Cukup lama bapak di rawat di Saiful Anwar,
hingga akhirnya diperbolehkan pulang.
Saya tidak turut menyertai bapak pulang, karena pada selang
beberapa hari dari operasi tersebut, Pak Eko, menyarankan kepada saya untuk
segera kembali ke Tulungagung mengurus ujian saya yang masih tersisa. Di sisi
lain, temen-temen KKN telah menunggu saya, karena saat itu saya juga menjadi ketua
kelompok KKN.
Pulang dari rumah sakit, banyak orang yang menjenguk bapak. Salah satu
diantaranya adalah seorang polisi, yang keluarga kami belum kenal, namun dia
membantu kami menguruskan jasa raharja bapak. Melihat kondisi bapak di awal dan
setelah pulang, dia bilang, “Iki mu’jizat, iki mu’jizat, iki mu’jizat.” Allahu
A’lam Bish Shawab.
Masya Allah, luar biasa tadz
BalasHapusTerima kasih ustadz fikri
Hapus