Senjata Muridin
(Kajian Kitab Minahussaniyyah)
Terminology murid dalam dunia tasawuf memiliki makna yang
berbeda dari disiplin ilmu lainnya. Di dunia pendidikan murid dipahami
dengan makna seorang yang belajar untuk memperoleh ilmu dari gurunya. Ia
merupakan seorang pencari ilmu di bawah asuhan para guru yang mentransfer
informasi, ilmu serta pengetahuan kepadanya.
Adapun dalam dunia tasawuf murid sepadan dengan term salikin, yakni orang yang sedang menempuh perjalanan spiritual untuk mencapai kedekatan kepada Allah swt. dengan sedekat-dekatnya di bawah bimbingan seorang guru mursyid. Guru yang diyakini memiliki kemampuan khusus untuk membimbing, mengarahkan, mendidik serta menuntun murid-nya untuk mencapai kedekatan kepada Allah swt. serta menyelamatkannya dari jebakan spiritual yang kerapkali menyesatkan jalan salik atau murid, sehingga tidak sampai pada tujuan yang diharapkan.
Jika murid pada umumnya mencurahkan semua perhatiannya untuk
menuntut ilmu dengan belajar secara sungguh-sungguh, melalui berbagai tahapan
dibawah petunjuk gurunya, dengan memperbanyak membaca literature, secara
kontinyu melatih dirinya dengan berbagai latihan ‘berpikir’, menulis dan lain
sebagainya, berbeda hal-nya dengan murid dalam dunia tasawuf.
Dalam dunia tasawuf, murid mencurahkan seluruh perhatiannya untuk
mencapai kedekatan kepada Sang Khaliq dengan cara memperbanyak latihan
spiritual. Melatih diri dengan mengurangi makan, tidur, memperbanyak puasa,
wirid, menaham diri dari menuruti keinginan ‘nafsu’ dan ‘syahwat’-nya. Selain
itu, dalam proses perjalanan spiritualnya ini, murid juga harus memiliki
ketaatan penuh kepada guru mursyidnya, bahkan ketaatan itu layaknya mayat yang
berada di tangan seorang yang memandikannya. Masyhur dalam literature tasawuf
ungkapan yang menyebutkan bahwa, “Al-Muriid ka al-mayyit fii yadi al-ghaasil”,
murid itu laksana mayyit di tangan seorang yang memandikannya.
Oleh sebab itu, dalam dunia tasawuf hampir tidak dijumpai seorang
murid yang berani melakukan protes terhadap perintah guru mursyid-nya. Jangankan
menentang, untuk sekadar bertanya kepada guru saja, -bila tidak terpaksa,
merupakan satu pantangan. Seorang murid tidak diperkenankan bertanya
kepada guru mursyid-nya kecuali jika hal tersebut memang penting, serta
tidak bermaksud merendahkan atau menghina gurunya.
Ketaatan murid pada guru mursyid ini tergambar secara
jelas dalam ungkapan para sufi yang menyebut, ‘Man qaala liustaadzihi lima,
lam yuflih’, artinya barangsiapa yang berani mengatakan kepada gurunya, ‘mengapa?’,
ia tidak beruntung. Ini lah keyakinan yang tertanam pada diri para murid
dan salik dalam perjalanan spiritualnya menuju kepada kedekatan kepada
Allah swt.
Berkenaan dengan keyakinan para sufi, ada hal yang diyakini para murid
sebagai senjata dalam hidupnya. Senjata itu lah yang akan menjaga para murid
dari berbagai gangguan baik yang berasal dari bangsa jin, manusia, maupun dari
beragam bahaya. Senjata itu adalah dzikir.
Al-Imam Dzun Nun Al-Mishri rahimahullah mengatakan, ‘Barangsiapa
dzikir (mengingat) Allah Ta’ala, maka Ia akan menjaganya dari segala sesuatu’.
Siapa saja yang mauu untuk melanggengkan dzikir dalam kesehariannya,
Allah swt. akan menjaga orang tersebut dari berbagai sesuatu yang membahayakan
dirinya. Dengan mengingat-Nya, seorang akan terhindar dari melakukan hal-hal
yang dilarang oleh-Nya, yang implikasinya adalah keburukan bagi diri pelakunya.
Ulama sufi lain berpendapat, ‘Dzikir (mengingat) Allah swt.
merupakan senjata bagi para murid, dengan (dzikir), mereka membunuh
musuh-musuhnya dari kalangan jin dan manusia, dan dengan (dzikir) itu, mereka
menolak berbagai bahaya yang akan menghampirinya.’ Demikianlah dzikir
berfungsi sebagai senjata yang melindungi murid dari serangan-serangan
musuh, baik dari kalangan makhluk halus, dari bangsa jin, maupun dari bangsa
manusia. Selain itu, dzikir juga akan menyelematkan seseorang dari
berbagai bahaya yang menghampirinya. Para ulama sufi mengatakan, ‘Sesungguhnya
bala’ itu ketika turun atas satu kaum, dan di dalamnya (kaum tersebut) terdapat
seorang yang dzikir (mengingat Allah swt.), maka bala’ itu akan menyimpang’. Allahu
A’lam.
Komentar
Posting Komentar