Tanda-Tanda Celaka
Salah satu diantara sunnatullah yang telah ditetapkan bagi anak cucu Nabi Adam as. adalah keharusannya untuk tinggal menetap di bumi. Ketetapan ini telah menjadi bagian dari skenario Allah swt. sebelum menciptakan makhluk bernama Adam. Skenario ini tersirat pada percakapan Allah swt. dengan para malaikat sebelum menciptakan Adam sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Baqarah (2); 30, ‘Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui",’ (Qs. Al-Baqarah (2); 30). Adapun menetapnya Nabi Adam as. di surga sebelum pada akhirnya diturunkan ke dunia merupakan skenario lain yang hanya diketahui-Nya.
Yang jelas, bahwa Nabi Adam as. beserta anak
cucu keturunannya sejak awal memang dipersiapkan untuk menjadi khalifah di
bumi. Oleh sebab itu, meskipun pada awalnya ia ditempatkan di surga,
lengkap dengan berbagai kenikmatan di dalamnya, pada akhirnya ia mesti
diturunkan di bumi, tempat dimana ia beserta seluruh anak cucu keturunannya
harus melaksanakan amanat yang telah dititipkan kepadanya.
Setiap manusia, tentu mengharapkan keselamatan dan kebahagiaan,
baik selama menjalani kehidupannya di dunia, lebih-lebih saat kembali menghadap
Allah swt. kelak di hari kiamat. Meskipun, nyatanya dalam menjalani kehidupan
di dunia, setiap orang menjalani dengan cara-cara yang berbeda. Ada yang
menjalani hidupnya dengan mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan yang
positif, sebaliknya juga ada orang yang menggunakan waktunya dengan
memperturutkan keinginan nafsunya. Semua itu, merupakan ‘pilihan hidup’
masing-masing individu yang kelak akan dipertanggungjawabkan kepada ‘Pemilik
Kehidupan’, Allah swt.
Pada akhirnya di akhirat kelak, sebagian orang akan mendapatkan
keberuntungan serta kebahagiaan abadi, yakni surga dengan berbagai kenikmatan
yang ada di dalamnya. Ini bukan sekadar halusinasi, namun ‘busyra’,
kabar gembira yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw. yang telah diturunkan
kepadanya, Al-Qur’an Al-Karim, kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia
yang bertaqwa.
Orang-orang yang beruntung
akan kekal di surga dengan berbagai kenikmatan di dalamnya. Tidak ada lagi
‘kepayahan’ , ‘penderitaan’ sebagaimana sebelumnya pernah mereka alami di
dunia. Yang ada hanya ‘nikmat’, ‘kebahagiaan’ abadi sebagaimana yang mereka
dambakan. Semua itu diraih dengan kerja keras, berupa amal shalih, serta
menaham keinginan nafsu yang selalu mendorong kepada keburukan, sebagaimana
ditegaskan dalam Surat Yusuf (12); 59, ‘Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.’ (Qs. Yusuf (12); 53).
Berkaitan dengan orang-orang yang
celaka nanti di kehidupan akhirat, Rasulullah saw. memberikan tanda-tandanya
melalui sabdanya:
سَمِعْتُ
الْفُضَيْلَ بْنَ عِيَاضٍ، يَقُولُ: " خَمْسٌ مِنْ عَلَامَاتِ الشَّقَاءِ:
الْقَسْوَةُ فِي الْقَلْبِ، وَجُمُودِ الْعَيْنِ، وَقِلَّةُ الْحَيَاءِ،
والرَّغْبَةُ فِي الدُّنْيَا، وَطُولُ الْأَمَلِ
Artinya: Aku mendengar Al-Fudhail
ibn ‘Iyadh, ia berkata: ‘Lima diantara
tanda-tanda celaka: kerasnya hati, kerasnya mata, sedikit rasa malu, cinta
dunia dan banyak angan’ (HR. Abu Bakar Al-Baihaqi dalam Syu’b Al-Iman, Bab
Al-Haya’, Juz 10, Halaman 182)
Tanda pertama adalah hati yang
keras. Yakni hati yang sulit untuk diajak mengingat Allah, mengingat dosa,
serta sulit untuk mendengar nasihat yang baik. Hati yang keras termasuk
diantara tanda bahwa seseorang akan celaka kelak di akhirat. Banyak orang yang
bisa memberi nasihat kepada orang lain, namun jarang sekali orang mau mendengar
apalagi menerima nasihat dari orang lain. Terlebih saat orang yang mengingatkan
atau yang menasihatinya secara lahir memiliki kedudukan, pangkat, derajat atau
sejenisnya yang lebih rendah bila dibandingkan dengannya.
Hati yang keras ini, sebenarnya
diakibatkan oleh banyaknya dosa yang telah dikerjakan. Semakin banyak seseorang
melakukan dosa, semakin hatinya akan ‘mengeras’ sehingga tidak lagi menerima ‘suara’
yang berasal dari selainnya. Hati yang keras juga sulit diajak untuk mengingat
dosa, serta mengingat Allah swt.
Tanda kedua adalah kerasnya mata. Seorang
yang ‘lunak matanya’, mudah meneteskan air mata karena teringat akan dosa dan
kesalahannya. Sebaliknya, orang yang ‘keras matanya’ sulit meneteskan air mata
untuk mengingat dosa dan kesalahan. Kerasnya mata juga menyebabkan seseorang
tidak mau ‘menyesali’ kesalahan dan dosa yang dilakukan. Bahkan, tidak jarang
orang-orang yang telah ‘keras matanya’, justru tertawa saat mereka berbuat
salah dan dosa. Penyebab mata yang keras ini sesungguhnya adalah ‘kerasnya hati’.
Tanda ketiga adalah sedikit rasa
malu, artinya berkurangnya perasaan malu dalam dirinya. Malu dalam hal ini
adalah malu yang positif, yakni malu untuk melakukan hal-hal negatif. Orang-orang
yang akan mengalami penyesalan dan celaka di akhirat adalah orang-orang yang
telah kehilangan rasa malu. Akibatnya, mereka tidak segan-segan melakukan
hal-hal yang melanggar aturan syariat, berbuat dosa dan maksiat, bahkan bisa
jadi merugikan orang lain. Orang-orang seperti ini akan celaka di akhirat. Merekalah
yang disindir oleh ungkapan, ‘Jika tidak lagi ada rasa malu dalam hatimu,
lakukan (apa saja) sesuai keinginanmu’.
Tanda keempat adalah cinta dunia. Seorang
yang hatinya telah dipenuhi oleh rasa cinta pada dunia, orientasi hidupnya
hanyalah mengejar dunia. Ia akan berusaha siang dan malam untuk mengumpulkan
harta dunia. Bahkan, saat mereka bekerja, mereka lupa waktu sehingga kewajiban
ibadah mereka tinggalkan. Mereka termasuk diantara orang-orang yang dikabarkan
akan ‘celaka’ dalam kehidupan kekal abadi di akhirat kelak.
Tanda kelima adalah panjang angan.
Orang yang dalam hatinya dipenuhi dengan cinta dunia, pada akhirnya akan merasa
hidup selamanya di dunia. Kondisi ini mendorong mereka untuk banyak ‘berangan-angan’,
dalam menjalani hidupnya di dunia. Mereka lupa, bahwa ada kehidupan setelah
kematian. Kehidupan dimana mereka akan tinggal kekal di sana. Tempat dimana
mereka akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, sebagai bentuk realisasi
janjinya di alam ruh, sebelum dilahirkan di dunia.
Komentar
Posting Komentar