Ihda>’ al-Mauta>


Ihda>’ al-Mauta>

Satu hal yang menarik untuk diperbincangkan dan sampai saat ini tetap menjadi perbincangan hangat bagi mereka yang memperselisihkannya adalah ihda>’ al-mauta>, menghadiahkan pahala amal perbuatan baik bagi mereka yang telah meninggal dunia. Sebagian orang menolak sampainya pahala amal baik kepada mereka yang telah meninggal, sebagian lain meyakini sampainya pahala amal baik kepada mereka yang telah meninggal dunia.

Mereka yang menolak sampainya pahala amal baik kepada mereka yang telah meninggal berpedoman pada ayat al-Qur’an Surat al-Baqarah (2); 286, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".


Setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang dikerjakannya, jika perbuatan itu baik, maka balasan kebaikan baginya, sebaliknya bila jelek perbuatannya, jelek pula balasan yang diberikan Allah kepadanya. Karena itu, bagi kelompok ini, seorang yang telah meninggal dunia, tidak akan mendapatkan tambahan kebaikan ataupun mendapatkan ampunan dari apa yang diusahakan oleh anak cucu yang ditinggalkannya. Seberapa besarnya amal perbuatan baik yang dihadiahkan anak cucu keturunannya, hal itu sedikitpun tidak akan merubah nasibnya di hadapan Allah Swt.

Lain halnya dengan mereka yang meyakini sampainya do’a kepada mereka yang telah meninggal dunia. Bagi mereka, do’a merupakan senjata yang dengannya segala sesuatu di dunia ini bisa saja dan mungkin saja terjadi. Do’a sangat dianjurkan oleh Allah, bahkan di dalam al-Qur’an Surat Ghafir (40); 60, “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina".

Pada ayat di atas, Allah memerintahkan kepada umat Islam agar ia berdo’a kepada-Nya. Jika manusia berdo’a kepada-Nya, Ia akan memperkenankan do’a itu. Di dalam ayat ini, isi do’a tidak ditentukan. Apapun do’a yang dipanjatkan dan dimohonkan kepada-Nya, Allah akan mengabulkannya asal syarat dan ketentuannya dipenuhi. Arti nya, meskipun do’a itu isinya adalah memohonkan kepada mereka yang telah meninggal agar diampuni oleh Allah, hal itu pun tidak mustahil untuk diijabahi oleh Allah.

Keyakinan ini, diperkuat pula oleh hadits Nabi Muhammad Saw. yang memberikan wasiat kepada menantu kesayangannya, Ali Ibnu Abi Thalib. Beliau bersabda: “Wahai Ali, bersedekahlah untuk orang-orang yang telah meninggal duniamu, karena sesungguhnya Allah telah memerintahkan para malaikat yang membawa sedekah-sedekah orang hidup kepada mereka, kemudian mereka gembira melebihi kegembiraan mereka di dunia. Kemudian mereka berkata: “Yaa Allah, ampunilah orang yang telah menerangi kubur kami, dan gembirakanlah ia dengan surga sebagaimana ia membahagiakan kami dengannya (sedekah).”

Keterangan ini semakin memperkuat sampainya amal perbuatan baik yang dihadiahkan kepada mereka yang telah meninggal dunia. Rasulullah Saw mewasiatkan hal itu kepada menantu kesayangannya, Ali bin Abi Thalib.

Jika Rasul yang mulia dan ma’shum saja, masih mewasiatkan kepada menantunya, Ali bin Abi Thalib untuk ihda>’ al-‘amal, kepada orang yang telah meninggal dunia, lantas bagaimana dengan kita yang bukan siapa-siapa dan tidak ma’shum. Apa yang menghalangi kita untuk  menghadiahkan amal?

Di sini lah sesungguhnya kita mesti cermat dalam melakukan telaah. Jangan-jangan keengganan kita untuk menghadiahkan amal dan mendo’akan kepada mereka yang telah meninggal merupakan bentuk kesombongan yang menggerogoti hati kita, sebagaimana disindir oleh Surat al-Ghafir (40); 60, “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” Orang yang menyombongkan diri karena tidak mau menengadahkan tangannya bermohon kepada Allah Swt. Allahu A’lam

Komentar