Refleksi di Penghujung 2019


Refleksi di Penghujung 2019


Tanpa terasa waktu bergulir begitu cepatnya. Rasanya belum lama kita rasakan hiruk-pikuknya pergantian tahun 2018 ke 2019, kini tiba saatnya kita berada di penghujungnya. Ya, hari ini, Senin, 31 Desember 2019, merupakan penghujung akhir tahun 2019.

Banyak orang mungkin telah mempersiapkan agenda untuk menyambut pergantian tahun 2019 ke 2020. Mulai dari membeli terompet, kembang api, membeli ayam, bebek, ikan atau lainnya sekedar untuk merayakan pergantian tahun. Tentu, kita akan disuguhkan dengan gemuruh perayaan di mana-mana, di dekat-dekat rumah kita tinggal, tempat kerja maupun kota. Ya, banyak orang merasa gembira dengan pergantian tahun.


Hal yang tentunya perlu untuk kita renungkan di setiap penghujung tahun, -menurut saya, adalah merenungkan dan melakukan refleksi, kembali menengok apa yang kita kerjakan setahun yang telah lewat. Adakah hal itu lebih baik, atau sebaliknya lebih buruk dari sebelumnya di tahun 2018. Jika lebih baik, hendaknya bersyukur dan berusaha untuk semakin meningkat ke depannya. Jika lebih buruk, ada baiknya kita melakukan perbaikan dan merencanakan dengan lebih baik lagi agar di tahun mendatang situasinya bisa berubah menjadi lebih baik dari tahun ini.

Hari ini, tepat 31 Desember 2019, pagiku bersama dengan tugas yang menuntut harus segera diselesaikan. Seperti biasa, saya juga mendengarkan youtube, kali ini bersama ulama kharismatik yang sangat saya kagumi, Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan. Mendengar petuah-petuahnya, terasa nyaman, tenang dan penuh dengan kedamaian. Bersama itu, serasa semakin kecil diri ini, bila melihat bagaimana seharusnya manusia hidup sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. Tanpa terasa, air mata tidak mampu terbendung mendengar petuah-petuahnya.

Saya memang belum pernah bertemu secara fisik dengan beliau, hanya sekedar melalui youtube dan media lainnya saja saya mengikutinya. Namun, dari situ saya yakin bahwa beliau adalah seorang kekasih Allah di masa sekarang yang ditugaskan untuk menjaga bumi Nusantara ini. Rasa kasih sayangnya kepada semua orang tanpa membedakan status sosial, selalu tawadlu’ tanpa merendahkan yang lainnya, merupakan bukti bahwa beliau adalah orang pilihan.
Aurat Mujahadah Penyongsongan Tahun Baru

Jika saja semua ulama di negeri ini memiliki keteladanan seperti beliau, pasti negeri ini semakin berkah ke depannya. Semoga saja semakin banyak yang meniru cara dakwahnya, semakin banyak pengikutnya hingga negeri ini menjadi baldatun thayyibatun ghafur.

Tausiyah beliau yang saya simak hari ini merupakan tausiyah yang beliau sampaikan di sebuah lapas. Saat memulai beliau menitikkan air mata haru bahwa beliau bisa bertemu dan dijumpakan dengan orang-orang yang beliau banggakan di tempat itu. Betapa mulia akhlak beliau, yang tidak pernah membedakan orang satu dengan lainnya, apapun status sosialnya.

Betapa banyak kita jumpai orang-orang yang ahli ibadah, namun mereka seringkali mencibir mereka yang tidak sehaluan, apalagi yang masih sering berbuat maksiat. Mereka seolah menganggap dirinya sebagai ahli surga yang berhak menvonis orang lain sebagai penghuni neraka. Mereka menjadi tuhan baru di dunia dengan mengambil alih peran Allah, sebagai juru hakim atas surga dan neraka. Satu hal yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah Saw.

Seberapapun banyaknya amal ibadah seseorang yang telah dilakukan, tidak sepatutnya menjadikan dirinya sombong dan merasa bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Seyogyanya hal itu justru menjadikannya sebagai seorang yang arif, bijaksana dan selalu berusaha untuk mengoreksi diri atas berbagai kesalahan yang dilakukannya.

Habib Luthfi bin Yahya mencontohkannya dengan hal kecil saat sebutir nasi terjatuh dari sendok makan. Bagaimana perlakuan kita padanya, menunjukkan bagaimana sejatinya diri kita memaknai kekuasaan-Nya. Jika kita meremehkannya, sama artinya dengan kita meremehkan Allah, penciptanya. Sebaliknya, jika kita mampu menghargainya, bijak dalam mensikapinya menunjukkan betapa pengahrgaan kita pada Allah Swt. Nyatanya, banyak di antara kita yang mencibir keberadaannya karena merasa bisa mendapatkan yang lebih darinya.

Penghujung tahun ini, semoga menjadi batu pijakan untuk menjadi lebih baik di tahun berikutnya. Kemarin adalah masa lalu, sekarang adalah kenyataan dan besok adalah masa depan. Semoga masa depan lebih baik dari masa lalu. Semoga...

Komentar