Tawasul


Tawasul

Istilah tawasul tentu telah populer di telinga kita, apalagi bagi masyarakat pedesaan yang akrab dengan tradisi yasinan dan tahlilan. Bagi sebagian saudara muslim kita yang lain, tawasul dianggap sebagai perbuatan bid’ah yang harus ditinggalkan. Mereka menganggap pelaku tawasul telah terjebak pada perbuatan syirik yang menyebabkan pelakunya kelak menyesal untuk selama-lamanya karena kekal di neraka. Lantas apa sebenarny tawasul itu?

Muhammad Musthofa Luthfi Ghozali mengatakan bahwa tawasul adalah melaksanakan hubungan secara ruhaniah (interaksi ruhaniah), dilaksanakan antara orang yang sedang beribadah kepada Swt dengan guru-guru pembimbing ruhaniah (guru mursyid), baik orang tersebut masih hidup maupun sudah mati. Menurutnya hal ini dilakukan dalam rangka para salik mengambil jalan untuk sampai (wushul) kepada Allah Swt.


Tawasul merupakan upaya yang dilakukan oleh para pelaku suluk untuk menjalin komunikasi dengan para mursyid yang dengannya mereka terbimbing dalam menjalankan perajalanannya menuju kepada Allah Swt. Tawasul bukanlah menyembah kepada mereka yang telah meninggal dunia, atau menyembah kepada para mursyid sebagaimana yang dituduhkan sebagian orang yang tidak setuju dengan adanya laku ini.

Secara naqliyyah, tawasul memiliki dasar yang kuat baik dari al-Qur’an maupun hadits. Sebagai contoh, al-Qur’an menyebutkan dalam Surat al-Maidah (5); 35, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan (tawasul) yang mendekatkan diri kepada-Nya”, al-Taubah (9); 119, “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang shiddiq (tawasul)”, al-Baqarah (2); 43, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama-sama orang-orang yang ruku’ (wasilah)”.

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa tawasul merupakan perintah Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya. Dengan tawasul maka diharapkan hati mereka lebih khusyu’ dan terfasilitasi untuk wushul kepada-Nya, dan do’a-do’a yang mereka panjatkan lebih mendekati kepada terbukanya pintu ijabah.

Meskipun tawasul itu merupakan perintah dari Allah Swt., akan tetapi keadaannya bisa menjadi lain ketika makna tawasul itu dianggap oleh orang yang tidak memahami rahasia bertawasul sebagai pemberian penghormatan yang berujung pada pengkultusan. Akibatnya dia terjebak pada apa yang dituduhkan sebagian orang yang menentang tawasul. Karena itu, menata niat, mengelola hati, mengendalikan nafsu dan senantiasa menjaga hati dari benih penyakit kepada orang yang ditawasuli.

Perintah tawasul juga terdapat di dalam hadits Nabi Saw. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah Saw bersabda: “Apabila kalian mendengar muadzin, maka jawablah sebagaimana mereka katakan, kemudian bacalah sholawat kepadaku, maka sesungguhnya barangsiapa membaca shalawat kepadaku sekali, Allah akan merahmatinya sepuluh kali. Kemudian mintalah kepada Allah, aku sebagai wasilahnya. Maka sesuangguuhnya ia (wasilah) adalah satu derajat di surga, yang tidak akan sampai kepadanya kecuali bagi seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap bahwa akulah sesungguhnya seorang hamba tersebut. Maka barangsiapa meminta kepada Allah, aku sebagai wasilahnya, maka pasti ia akan mendapatkan syafaatkun di hari kiamat”. (HR. Muslim)

Hadits di atas semakin menegaskan pentingnya tawasul dalam rangka mencapai tujuan ibadah kepada-Nya. Dengan tawasul semakin dekat do’a-do’a diijabah Allah. Rasulullah Saw. menganjurkan kepada para pengikutnya untuk senantiasa bertawasul kepadanya dengan membaca shalawat kepadanya.

Shalawat kepada Rasulullah memiliki manfaat dan faedah yang banyak. Barangsiapa membaca shalawat sekali, Allah akan membalas shalawat tersebut sepuluh kali, barangsiapa membaca sepuluh kali, Allah akan membalasnya seratus kali dan barangsiapa membaca seratus kali, Allah akan mencatat di antara kedua matanya, bebas dari munafik dan bebas dari neraka. Shalawat kepada rasul merupakan sebagian cara berwasilah menuju (wushul) kepada Allah Swt.

Komentar