Sabtu, 15 April 2017

Masih Seputar Peringatan Isra' Mi'raj



Masih Seputar Peringatan Isra’ Mi’raj

Dalam tradisi masyarakat Jawa memang peringatan hari besar Islam seolah telah menjadi bagian yang tak terpisahkan. Entah telah berapa kali dalam bulan ini saya mengikuti kegiatan rajabiyah, baik di daerah saya tinggal maupun di tempat lain. Pagi ini saya juga barusan mengikuti acara yang sama, yang diselenggarakan oleh LPI Qurrota A’yun Beji Ngunut Tulungagung, tempat di mana saya mendarma baktikan ilmu untuk pertama kalinya setelah lulus S1.

Tidak dipungkiri bahwa sebagian di antara orang – orang merasa bosan dengan peringatan ini, apalagi saat muballigh berceramah. Hal ini juga perlu dimaklumi karena relatif tema yang disampaikan para muballigh sama sekitar isra’ mi’raj. Reaksi kebosanan ini bisa saya buktikan dengan banyaknya para sami’in yang lebih memilih membuat forum saat muballigh menyampaikan materi, bermain smartphone, selfie dan seterusnya. Bahkan ada juga panitia penyelenggara mengadakan peringatan isra’ mi’raj atau yang lain tanpa adanya muballigh, hanya dengan mengundang grup shalawatan, mengadakan perlombaan dan lainnya tanpa ada sedikit ceramahpun.

Menurut saya, peringatan hari besar tanpa adanya ceramah keagamaan seputar sejarah yang melingkupi hari besar tersebut, rasanya kurang afdlal, seolah ada sesuatu yang hilang. Sepanjang keikutsertaan saya dalam beberapa kegiatan yang sama, meski dengan tema yang sama, namun beda penyampai, maka di dalamnya pasti ada sesuatu yang baru. Atau mungkin penyampainya sama, tetapi pada lain kesempatan tetap ada sesuatu yang baru yang –menurut saya, adalah sesuatu yang unik dan harus lebih dicermati.

Pagi ini ceramah agama disampaikan oleh K.H. Abdoel Hakim Musthofa ketua PCNU Tulungagung. Seorang yang kenyang dengan segudang pengalaman. Beliau juga tercatat pernah menjabat sebagai anggota dewan di Tulungagung. Tentu hal ini menarik dan mesti memiliki nuansa yang berbeda dengan kebanyakan dai atau muballigh yang lain.

Benar saja, selepas salam, setelah memualai dengan pembukaan beliau memulai ceramahnya. Dalam ceramahnya beliau kelihatan sudah berpengalaman bila berhadapan dengan audiens yang masih dalam usia anak – anak. Banyak penceramah lantaran audiensnya adalah anak – anak menjadi tidak maksiman gara – gara tidak mampu menguasai anak – anak. Memang anak – anak memiliki dunia yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Itulah sebabnya sebagai seorang penceramah seharusnya mampu menempatkan dirinya sesuai dengan audiens yang dihadapinya.

Dalam ceramah ini selain beliau banyak melakukan interaksi dengan anak – anak, beliau juga menggunakan metode cerita. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang menarik bagi anak – anak. Metode ini juga membuat kondisi anak – anak relatif kondusif meski harus diakui juga masih ada satu dua anak yang masih nampak asik dengan candaannya. Tetapi hal itu tidak mengurangi kekhidmatan acara yang diadakan kali ini.

Satu hal menarik adalah ketika beliau mengangkat i’tibar dibalik keberangkatan isra’ mi’raj Nabi yang dimulai dari masjid al-haram, tepatnya mulai dari hijir ismail. Memang mungkin terjadi khilaf di antara para sejarawan muslim kaitannya dengan awal mula keberangkatan Rasul. Saya sendiri pernah menemukan literatur yang menyatakan bahwa keberangkatan isra’ Rasul dimulai dari rumah sepupunya Umi Hani. Terlepas dari khilaf yang terjadi yang penting dan telah disepakati adalah bermula dari masjid al-haram.

Beliau menyampaikan i’tibar mengapa perjalanan isra’ dimulai dari masjid. Menurut beliau masjid adalah tempat ibadah, tempat yang suci yang digunakan untuk bersujud kepada Allah SWT. Sebelum menghadap Allah, maka seseorang harus mensucikan dirinya agar pisowanannya kepangkuan Allah bisa diterima.

Selain itu beliau juga mengungkapkan bahwa perjalanan isra’ mi’raj adalah peristiwa agung dan luar biasa yang benar – benar terjadi. Peristiwa isra’ mi’raj dialami oleh Nabi secara ruh dan jasadnya, bukan hanya ruhnya lewat mimpi. Menurut beliau orang yang mengatakan bahwa perjalanan isra’ mi’raj hanyalah ruh Nabi melalui mimpinya, menunjukkan kedangkalan ilmunya dan perlu belajar lagi.

Kaitannya dengan hal tersebut beliau menyitir ayat al-Qur’an Surat al-Isra’ (17); 1 sebagaimana yang telah masyhur. Dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa peristiwa isra’ mi’raj adalah hal yang dikehendaki Allah SWT. bukan yang dikehendaki oleh makhluk. Beliau memberikan contoh jam. Menurut beliau jam yang saat ini menunjukkan pukul 09.00 WIB memerlukan waktu selama satu hari untuk menunjukkan waktu dan jam yang sama dengan yang sekarang. Itu dikarenakan jam berjalan dengan sendirinya bukan karena kehendak yang punya. Bayangkan jika yang punya menginginkan jam sekarang jam sembilan, ia bisa melakukannya tanpa menunggu satu hari. Demikian juga peristiwa isra’ mi’raj, oleh karena hal itu adalah kehendak Allah, maka dalam waktu hanya kurang lebih satu malam perjalanan yang jauh dari masjid al-haram sampai masjida al-aqsha hingga sidratul muntaha bisa ditempuh dengan begitu cepat karena keinginan yang punya.

Di akhir ceramahnya beliau berpesan kepada anak – anak agar belajar dengan sungguh – sungguh dan rajin. Dengan ilmu pengetahuan maka cita – cita bisa dicapai. Selain itu beliau juga berpesa agar jangan sekali – kali anak – anak menyakiti apalagi membenci kedua orang tua dan gurunya. Seperti apapun keduanya adalah orang yang paling menyayangi mereka. Ridla Allah digantungkan pada ridla kedua orang tua sehingga tanpa ridla keduanya kehidupan yang kita jalani tidak akan bahagia. Begitu juga dengan guru. Meskipun seorang guru terkadang membentak, mencubit atau menghukum kita, jangan pernah merasa benci karena semua itu adalah wujud kasih sayangnya. Jika kita membenci guru, maka ilmu yang dia berikan tidak akan menjadi ilmu yang bermanfaat. Berapa banyak orang yang pinter tetapi tidak bener.

Mudah – mudahan kita diberi kekuatan untuk senantiasa berada dalam jalan-Nya dan selalu mendapat taufiq hidayah-Nya. Semoga ilmu yang kita dapatkan menjadi ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Ngunut, 15 April 2017




Fanatisme Berujung Radikalisme


Fanatisme Berujung Radikalisme

Entah mengapa tiba – tiba saja terlintas dalam pikiran ini untuk mencoba menulis tentang judul di atas. Fanatisme berujung radikalisme, itulah judul yang terlintas secara tiba – tiba saat menikmati buku yang saya pinjam beberapa waktu lalu dari perpustakaan kampus, tempat di mana saya terus menemba pengetahuan hingga saat ini.

Hal ini mungkin muncul dari rasa keprihatinan saya yang mendalam akan berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini, utamanya pasca meletusnya kasus Gubernur petahana Basuki Djahaya Poernama yang lebih populer dikenal dengan nama Ahok. Kasus yang sebenarnya sarat dengan berbagai kepentingan politik mengingat meomentnya yang bersamaan dengan penyelenggaraan pilkada yang dianggap sebagai pemilu kedua setelah RI satu.



يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)

Artinya: Wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari jenis laki – laki, perempuan, dan kami jadikan kalian berbangsa – bangsa dan bersuku – suku agar kalian saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwa, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Waspada (Q.S. al-Hujurat (49); 13)

Secara tegas ayat al-Qur’an di atas menyatakan bahwa secara kodrati Allah menciptakan manusia berbeda – beda antara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu tidak semestinya kita kaget dengan berbagai perbedaan yang ada. Perbedaan itu menjadi suatu kekayaan yang menjadi khazanah bagi umat Islam. Seharusnya kita bersyukur dengan adanya perbedaan itu, ruang – ruang kosong yang tidak kita miliki bisa terisikan oleh mereka. Bukankah kunci motor bisa berfungsi lantaran ia berbeda dengan tempat menancapkannya, bayangkan saja bila bentuknya sama, mungkin motor kita tidak akan pernah bisa menyala. Antara baut dan pengikatnya juga beda bentuknya sehingga ruang – ruang kosong terisi dan jadilah baut itu menjadi kuat.

Sama halnya dengan perbedaan yang ada pada berbagai kelompok umat Islam, -menurut saya, adalah satu hal yang bisa menjadi pelengkap antara kelompok yang satu dengan yang lain. Ibarat pakaian, ada di antara kita yang senang dengan pakaian warna kuning, senang mengenakan jaket, kemeja ataupun baju koko. Semua itu bukan untuk diperdebatkan apalagi menganggap dirinya paling benar. Tapi persoalannya sekarang, perbedaan ini seolah hampir menyebabkan umat Islam saling serang antara yang satu dengan yang lain. Belum lagi sebagian menganggap sebagian lain sebagai pelaku dosa, bid’ah, khurafat bahkan pentakfiran. Inilah sesungguhnya hal yang harus dijauhi dan dihindarkan oleh umat Islam sehingga umat Islam tidak menjadi buih dilautan, bukankah buih itu mudah diombang – ambingkan? Sedikit isu sudah goyah dan guncang? Inilah yang harus diwaspadai oleh umat Islam.

Terlepas anda suka atau tidak dengan pemimpin non muslim, boleh dan tidaknya, menurut saya ada yang lebih penting untuk tetap dijaga dan dipertahankan, yakni keutuhan bangsa ini sebagai satu – satunya Negara dengan jumlah pulau mencapai ribuan, agama dan keyakinan yang berbeda, tetapi tetap satu dalam waddah NKRI. Sungguh menurut saya ini adalah capaian yang luar biasa, identik dengan semangat yang dibangun oleh Rasulullah dalam mendirikan Negara Madinah dengan piagam Madinahnya.

Mengapa sikap saling menyerang, klaim bahwa saya yang benar anda salah, itu bid’ah yang menyesatkan, anda kafir, ahli neraka dan seabrek klaim kebenaran yang lain. Sejauh pengamatan dan analisanya semua itu disebabkan karena sikap fanatisme berlebihan terhadap kelompok keyakinan, ditambah lagi dengan provokasi yang luar biasa seolah menjadikan semua yang dilakukan oleh pemimpinnya adlaah kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Saya tidak ingin mengatakan kelompok ini begini, itu begitu dan seterusnya. Saya hanya ingin mengajak semua yang membaca artikel ini khususnya mencoba untuk bersikap dewasa, arif dan bijaksana dalam menanggapi berbagai persoalan yang hari ini muncul kepermuakaan. Keinginan terbesar saya adalah bahwa Islam sebagai agama suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. tetap menjadi agama yang rahmatan lil’alamin, cinta damai dan tidak terkotori oleh perilaku segelintir orang yang mengatasnamakan Islam, tetapi sesungguhnya justru menghancurkan Islam itu sendiri. Bukankah Rasul pernah bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ

Artinya: Orang – orang Islam itu terhijab oleh orang – orang muslim lainnya

Hadits di atas menjelaskan bahwa mungkin sekali perjuangan umat Islam untuk menyebarkan dakwahnya, menegakkan kebenaran dan menyebarkan kedamaian justru terhalang dengan adanya ulah sementara umat Islam lain yang mereka mengotori Islam itu sendiri. Perasaan merasa paling benar, membuat seseorang menjadi fanatik berlebihan sehingga pada akhirnya membawa pada sikap radikalisme dan membabii buta demi untuk mempertahankan pendapat dan kebenaran yang diyakininya. Bila hal ini terjadi lantas bagaimana nasib Islam ke depan? Bukankah Islam datang untuk menyebarkan kedamaian bukan memperkeruh keadaan umat. Bukankah Islam datang untuk mengajak mereka yang belum beriman agar menjadi beriman? Bila mereka kita musuhi dan caci maki, siapakah yang akan menunjukkan dan menuntun mereka kepada ajaran Allah yang penuh dengan kasih sayang? Semua kembali pada pribadi masing – masing umat Islam. Hendaknya kita koreksi diri, melihat dengan kejernihan hati dan pikiran, merenung dan mengaca kepada apa yang telah dicontohkan oleh pribadi Rasul dalam berdakwah. Bukankah beliau adalah teladan kita? Bila kita tidak menempatkannya sebagai suri tauladan, lantas siapa yang akan kita jadikan panutan? Tinggalkan ego yang selalu merasa benar, ada baiknya kita saling melihat diri sendiri, sudahkah kita menjadi pribadi sebagaimana yang diinginkan Nabi?

Ingatlah, mereka yang buta membutuhkan uluran tangan mereka yang bisa memandang untuk menemukan jalan kebenaran. Bila yang menuntun buta, bukankah hal itu justru akan mengantarkan mereka pada jalan kesesatan. Kontrolnya ada pada diri kita. Bila kita baik, maka sekeliling kita akan menjadi baik. Sebaliknya, bila kita buruk, maka sekeliling kita akan menjadi buruk.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Jumat, 14 April 2017

Isra' Mi'raj



Isra’ Mi’raj
(Seri Khutbah Jum’at)

Jum’at ini tanggal merah, satu penanda bahwa kegiatan belajar mengajar di tempat di mana saya mengabdikan diri tentunya libur untuk sementara. Itulah sebabnya shalat Jum’at kali ini saya ikut berjamaah di Masjid al-Muttaqin yang letaknya tidak seberapa jauh dari rumah saya tinggal. Kira – kiran 50 an meter sudah sampai ke lokasi masjid tersebut.

Bertindak sebagai khatib sekaligus imam shalat hari ini adalah Bapak Imam Fanani, seorang pegiat kegiatan keagamaan di desa saya yang anaknya juga salah satu mahasiswa di mana saya mengajar, tepatnya pada Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah IAIN Tulungagung.

Seperti biasanya khutbah jum’at di awali dengan wasiat untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah SWT. dengan berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Dengan bekal taqwa maka kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat bisa diperoleh.

Sehubungan dengan bulan Rajab, maka tema yang diangkat khatib hari ini berkaitan dengan “Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.”. Dalam khutbahnya khatib menyampaikan bahwa peristiwa isra’ mi’raj termasuk peristiwa besar dalam sejarah Islam yang secara akal tidak bisa diterima. Bagaimana mungkin seorang anak manusia bisa menempuh perjalanan sebegitu jauh dalam waktu hanya satu malam, belum lagi naik ke langit ketujuh dan menghadap Allah di Sidratul Muntaha dan Mustawa. Sungguh satu peristiwa yang sulit atau bahkan tidak bisa diterima oleh akal sehat pada umumnya. 

Saat berita isra’ mi’raj itu disampaikan kepada umat Islam dan penduduk Makkah kala itu, spontan saja banyak di anatara mereka yang tidak percaya, bahkan menuduh Nabi Muhammad SAW. sebagai pembohong dan bahkan gila, tidak waras akalnya. Begitu dahsyatnya peristiwa isra’ mi’raj hingga menimbulkan efek yang maha dahsyat di tengah – tengah masyarakat Arab kala itu. Mereka yang pada awalnya ingkar dan tidak percaya kepada kerasulan Nabi Muhammad SAW. semakin bertambah ingkarnya, semakin bertambah kebenciannya kepada Nabi Muhammad SAW. dan semakin menunjukkan sikap memusuhi. 

Di sisi lain kedahsyatan peristiwa isra’ mi’raj juga menimbulkan goncangan pada diri umat Islam. Sebagian umat Islam yang  kala itu masih lemah imannya merasa ragu terhadap kebenaran peristiwa isra’ mi’raj itu, bahkan tidak sedikit di antara mereka meninggalkan Rasul dan kembali kepada kekafirannya. Sementara orang yang telah kuat imannya, mereka semakin bertambah keimanannya kepada Allah SWT. dan semakin meyakini kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW. Tinta emas sejarah Islam telah mencatat nama Abu Bakar sebagai orang yang pertama kali mempercayai peristiwa maha dahsyat yang dialami Nabi itu. Abu Bakar telah melihat reputasi Nabi Muhammad SAW. jauh sebelum Islam datang saat Rasul diagung – agungkan oleh bangsa Arab dan mendapat gelar penghormatan dari mereka dengan sebutan “al-Amin”. Ia yakin seyakin – yakinnya bahwa sosok Nabi Muhammad SAW. tidak pernah berbohong, baik sebelum lebih – lebih setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasul. 

Sikap tegas Abu Bakar dalam menerima dan meyakini kebenaran isra’ mi’raj telah mengantarkannya menjadi sosok yang oleh Nabi diberi gelar kehormatan sebagai “al-Shiddiq”. Dialah orang yang dengan bulat penuh keyakinan percaya kepada segala hal yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW.

Keagungan peristiwa isra’ mi’raj adalah mukjizat yang diberikan oleh SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini diabadikan dalam al-Qur’an al-Karim Surat al-Isra’ (17); 1:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) 

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjid al-Haram ke al-Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepdanya sebagian tanda – tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Isra’ (17); 1)

Demikanlah Allah mengabadikan peristiwa isra’ mi’raj dalam al-Qur’an. Keagungan peristiwa ini adalah sebagai bukti atas kebesaran Allah. Kiranya perlu dicatat bahwa peristiwa dahsyat ini terjadi sesaat setelah Rasul mengalami kegoncangan dalam dirinya sebagai manusia pada umumnya saat ditinggal wafat oleh dua sosok yang selalu mendukung perjuangannya, Abu Thalib dan Istri tercinta Khadijah. Waktu kepulangan mereka berdua kehadirat Allah yang sangat berdekatan hanya berselisih tiga hari tentu semakin menambah kesedihan Nabi, belum lagi ditambah dengan ancaman dan terror yang diberikan Quraisy yang semakin bertubi – tubi pasca pengasingan bani Hasyim dan bani Muthalib di lembah Syiib. Tentunya saat itu adalah saat – saat tersulit bagi Nabi sehingga beliau memerlukan penguatan dan dukungan terhadap misi dakwahnya. Itulah mengapa kemudian Allah menunjukkan sebagian tanda kekuasan-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perjalanan isra’ mi’raj.

Isra’ mi’raj bagi sebagian orang yang lemah imannya maupun ingkar terhadap kerasulan Nabi semakin menambah keingkaran mereka, sementara bagi mukmin yang beriman semakin menambah keimanan dan kekaguman mereka terhadap kekuasaan Allah SWT.  Peristiwa ini termasuk bagian dari ujian keimanan kepada mereka. Jika lulus dalam ujian ini artinya keimanan mereka semakin meningkat menuju haqqul yakin.

Setelah sekian lamanya peristiwa itu terjadi, saat ini umat Islam banyak yang memperingatinya sebagai bagian dari sejarah umat Islam yang tetap harus dilestarikan. Memang benar, saat Rasul masih hidup beliau tidak pernah melakukan peringatan – peringatan semacam itu. Tetapi seandainya saja peringatan – peringatan seperti itu tidak ada, bukan tidak mungkin atau bahkan mungkin banyak di antara generasi muda yang tidak tahu menahu dan mengenal perjalanan isra’ mi’raj. Terlepas dari sekelompok muslim lain yang tidak sepakat akan adanya peringatan – peringatan hari besar umat Islam. Setidaknya, sampai saat ini penulis masih meyakini bahwa tradisi – tradisi dalam memperingati hari besar – hari besar Islam itu memiliki dampak positif yang besar dalam pembentukan karakter generasi Islam.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Kamis, 13 April 2017

Melestarikan Tradisi Shalih



Melestarikan Tradisi Shalih

Saat ini kita sedang berada dalam era teknologi yang sarat akan berbagai kemajuan di semua lini kehidupan, seolah tingkat progresifitas itu tak terbendung lagi. Kian hari semakin marak berbagai kemajuan yang luar biasa, tidak jarang sebagian di antara kita yang tergilas oleh roda perubahan zaman disebabkan ketidakmampuannya dalam mengikuti perkembangan zaman.

Dimensi ke-Unikan Manusia



Dimensi ke-Unikan Manusia

Sudah menjadi rahasia umum bahwa manusia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain. Keistimewaan itu secara tersurat termaktub dalam Surat al-Tin (95); 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4)

Artinya: Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam sebaik – baik bentuk (Q.S. al-Tin (95); 4)

Rabu, 12 April 2017

Sesaat Penuh Makna



Sesaat Penuh Makna
(Sebuah Catatan atas Perbincangan Bersama Dr. Ngainun Naim)

Entah mengapa hari ini terasa sangat melelahkan bagi saya. Semenjak pagi saya merasa sangat mengantuk, bahkan saat mengajar hampir – hampir saya kehilangan kontrol saking ngantuknya, terutama saat mengaji kitab pagi ini. Itulah sebabnya mengapa saya memutuskan untuk merebahkan badan di pojok kantor saat waktu istirahat tiba. Dan benar saja dalam waktu yang singkat alam fikiran saya telah menghilang ke dunia maya yang tak bisa diungkapkan dengan kata.

Semenjak pagi saya sudah menghubungi Dr. Ngainun Naim. Saya menghubungi beliau lewat whathsap. Rencananya siang ini saya ingin bertemu dengan beliau untuk menimba pengetahuan dari beliau. Dan alhamdulillah ternyata beliau juga berkenan dengan keinginan saya untuk menemui beliau.

Tidak disangka juga ternyata tidur saya hari ini kelewat nyenyak –mungkin saking capeknya. Saya mulai merebahkan tubuh pada sekitar pukul 12.00 WIB dan saat terbangun ternyata jarum jam telah menunjuk pukul 13. 40 WIB. Segera saja saya mengambil air wudlu untuk menunaikan shalat Dzuhur dan Alhamdulillah masih sempat menemukan shalat berjamaah.

Selesai menunaikan shalat saya bergegas bersiap untuk menemui Dr. Ngainun Naim. Saya tidak ingin kehilangan momentum yang istimewa ini. Maklum saja, beliau adalah orang besar yang seringali sibuk dengan aktifitasnya. Jadi sebagai seornag yang kepingin belajar dari beliau, saya harus tau diri.

Saya menemui beliau di kantor LP2M tempat beliau biasa ngantor. Saya menemui beliau bersama dengan seorang dosen muda potensial bernama Wikan Galuh Widiarto, M.Pd. teman sekantor saya yang juga dosen Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah. Pertemuan itu singkat tetapi penuh dengan nuansa ilmu dan pengetahuan –tentunya menurut saya.

Dalam pertemuan ini beliau banyak memberikan pengarahan dan motivasi kepada kami yang masih muda terutama dalam hal literasi. Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa beliau adalah penggerak literasi di IAIN Tulungagung dan beliau juga termasuk dalam pengurus Sahabat Pena Nusantara, satu jaringan yang bergerak dalam menggelorakan suara literasi.

Pertemuan ini terasa sangat hangat, tidak seperti umumnya pertemuan dengan orang besar lainnya yang biasanya terasa kaku. Ya inilah bedanya bertemu beliau dengan pejabat lain. Hehehe…

Dalam pertemuan singkat itu beliau banyak bercerita tentang liku – liku perjalanan hidupnya dalam menekuni dunia tulis menulis. Ternyata, beliau juga pernah merasa jenuh dan capek menulis. Tetapi sekali lagi beliau tanamkan dalam diri kalau beliau tidak melestarikan tradisi langka ini siapa lagi yang mau melestarikan?. 

Untuk semakin menumbuhkan semangat dalam menulis perlu kiranya membagun silaturahmi dengan para penulis. Dengan menyambung silaturahmi bersama para penulis semangat menulis akan semakin tertanam dalam diri sehingga minat menulis semakin besar.

Untuk menulis beliau seringkali menyempatkan waktunya pada sekitar pukul setengah empat sampai menjelang subuh. Tradisi ini berusaha beliau bangun bertahun – tahun dan hasilnya seperti yang terasa hari ini. Saat ini beliau berusaha untuk melakukan gerakan literasi di mana – mana terutama lewat komunitas Sahabat Pena Nusantara. Dalam lingkup IAIN Tulungagung beliau juga memberikan dorongan dan motivasi agar semakin tumbuh semangat berkarya dalam diri para dosen di IAIN Tulungagung. Beliau mengatakan, kampus ini sudah semakin besar, jumlah mahasiswa semakin banyak, apalagi yang mau dibanggakan dari kampus ini selain banyaknya jumlah mahasiswa, gedung yang megah bila dosen dan mahasiswanya tidak mempunyai karya –karya dalam bentuk buku tentunya.

Inilah yang berusaha untuk selalu ditumbuhkan dan ditanamkan oleh beliau. Beliau mendorong seluruh elemen di kampus IAIN untuk bisa memiliki perhatian dalam bidang literasi. Beliau juga mendorong terbitnya buku – buku karya mahasiswa, semisal buku karya dari mahasiswa bidik misi. Ini adalah upaya dalam menumbuhkan budaya literasi di lingkungan IAIN Tulungagung.

Terakhir, beliau memberikan undangan kepada saya kalau seandainya berkenan ikut serta dalam kegiatan seminar yang diadakan di ITS Surabaya pada tanggal 21 Mei 2017 mendatang. Ingin sebenarnya bisa hadir dan bertemu dengan tokoh – tokoh hebat penggerak literasi. Tetapi ya liat saja nanti, apakah waktu dan kesempatan bersahabat atau tidak.

Terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Ngainun Naim atas waktu dan ilmunya hari ini. Semoga semakin banyak para pegiat literasi di kampus tercinta ini, sehingga menjadi kampus yang berperadaban. Amin…

Semoga bermanfaat…
Allahu a’lam…

Selasa, 11 April 2017

Semakin Bertambah Usia Semakin Bijak



Semakin Bertambah Usia Semakin Bijak


Momong
Beragam cara seseorang dalam memaknai bertambahnya usia yang dilalui dalam kehidupan ini. Sebagian ada yang merayakan hari lahir sebagai titik mula dari bertambahnya usia yang dijalani dengan menggelar acara – acara pesta, mengumpulkan sahabat, kerabat dan handai tolan untuk makan minum bersama atau juga dengan menyanyikan lagu “Happy Bestday” secara bersama – sama diiringi musik dan lagu – lagu berirama bahagia.

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...