Entah mengapa tiba – tiba saja terlintas dalam pikiran ini untuk
mencoba menulis tentang judul di atas. Fanatisme berujung radikalisme, itulah
judul yang terlintas secara tiba – tiba saat menikmati buku yang saya pinjam
beberapa waktu lalu dari perpustakaan kampus, tempat di mana saya terus menemba
pengetahuan hingga saat ini.
Hal ini mungkin muncul dari rasa keprihatinan saya yang mendalam
akan berbagai fenomena yang terjadi belakangan ini, utamanya pasca meletusnya
kasus Gubernur petahana Basuki Djahaya Poernama yang lebih populer dikenal
dengan nama Ahok. Kasus yang sebenarnya sarat dengan berbagai kepentingan
politik mengingat meomentnya yang bersamaan dengan penyelenggaraan pilkada yang
dianggap sebagai pemilu kedua setelah RI satu.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ
شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Artinya: Wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan
kalian dari jenis laki – laki, perempuan, dan kami jadikan kalian berbangsa –
bangsa dan bersuku – suku agar kalian saling mengenal, sesungguhnya yang paling
mulia di antara kalian di sisi Allah adalah mereka yang paling bertaqwa,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Waspada (Q.S. al-Hujurat (49);
13)
Secara tegas ayat al-Qur’an di atas menyatakan bahwa secara kodrati
Allah menciptakan manusia berbeda – beda antara yang satu dengan yang lain. Oleh
karena itu tidak semestinya kita kaget dengan berbagai perbedaan yang ada. Perbedaan
itu menjadi suatu kekayaan yang menjadi khazanah bagi umat Islam. Seharusnya kita
bersyukur dengan adanya perbedaan itu, ruang – ruang kosong yang tidak kita
miliki bisa terisikan oleh mereka. Bukankah kunci motor bisa berfungsi lantaran
ia berbeda dengan tempat menancapkannya, bayangkan saja bila bentuknya sama,
mungkin motor kita tidak akan pernah bisa menyala. Antara baut dan pengikatnya
juga beda bentuknya sehingga ruang – ruang kosong terisi dan jadilah baut itu
menjadi kuat.
Sama halnya dengan perbedaan yang ada pada berbagai kelompok umat
Islam, -menurut saya, adalah satu hal yang bisa menjadi pelengkap antara
kelompok yang satu dengan yang lain. Ibarat pakaian, ada di antara kita yang
senang dengan pakaian warna kuning, senang mengenakan jaket, kemeja ataupun
baju koko. Semua itu bukan untuk diperdebatkan apalagi menganggap dirinya
paling benar. Tapi persoalannya sekarang, perbedaan ini seolah hampir
menyebabkan umat Islam saling serang antara yang satu dengan yang lain. Belum lagi
sebagian menganggap sebagian lain sebagai pelaku dosa, bid’ah, khurafat bahkan
pentakfiran. Inilah sesungguhnya hal yang harus dijauhi dan dihindarkan oleh
umat Islam sehingga umat Islam tidak menjadi buih dilautan, bukankah buih itu
mudah diombang – ambingkan? Sedikit isu sudah goyah dan guncang? Inilah yang
harus diwaspadai oleh umat Islam.
Terlepas anda suka atau tidak dengan pemimpin non muslim, boleh dan
tidaknya, menurut saya ada yang lebih penting untuk tetap dijaga dan
dipertahankan, yakni keutuhan bangsa ini sebagai satu – satunya Negara dengan
jumlah pulau mencapai ribuan, agama dan keyakinan yang berbeda, tetapi tetap
satu dalam waddah NKRI. Sungguh menurut saya ini adalah capaian yang luar
biasa, identik dengan semangat yang dibangun oleh Rasulullah dalam mendirikan Negara
Madinah dengan piagam Madinahnya.
Mengapa sikap saling menyerang, klaim bahwa saya yang benar anda
salah, itu bid’ah yang menyesatkan, anda kafir, ahli neraka dan seabrek klaim
kebenaran yang lain. Sejauh pengamatan dan analisanya semua itu disebabkan
karena sikap fanatisme berlebihan terhadap kelompok keyakinan, ditambah lagi
dengan provokasi yang luar biasa seolah menjadikan semua yang dilakukan oleh
pemimpinnya adlaah kebenaran mutlak yang tak terbantahkan. Saya tidak ingin
mengatakan kelompok ini begini, itu begitu dan seterusnya. Saya hanya ingin
mengajak semua yang membaca artikel ini khususnya mencoba untuk bersikap
dewasa, arif dan bijaksana dalam menanggapi berbagai persoalan yang hari ini
muncul kepermuakaan. Keinginan terbesar saya adalah bahwa Islam sebagai agama
suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. tetap menjadi agama yang rahmatan lil’alamin,
cinta damai dan tidak terkotori oleh perilaku segelintir orang yang
mengatasnamakan Islam, tetapi sesungguhnya justru menghancurkan Islam itu
sendiri. Bukankah Rasul pernah bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ
مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: Orang – orang Islam itu terhijab oleh orang – orang muslim
lainnya
Hadits di atas menjelaskan bahwa mungkin sekali perjuangan umat
Islam untuk menyebarkan dakwahnya, menegakkan kebenaran dan menyebarkan
kedamaian justru terhalang dengan adanya ulah sementara umat Islam lain yang
mereka mengotori Islam itu sendiri. Perasaan merasa paling benar, membuat
seseorang menjadi fanatik berlebihan sehingga pada akhirnya membawa pada sikap
radikalisme dan membabii buta demi untuk mempertahankan pendapat dan kebenaran
yang diyakininya. Bila hal ini terjadi lantas bagaimana nasib Islam ke depan?
Bukankah Islam datang untuk menyebarkan kedamaian bukan memperkeruh keadaan
umat. Bukankah Islam datang untuk mengajak mereka yang belum beriman agar
menjadi beriman? Bila mereka kita musuhi dan caci maki, siapakah yang akan
menunjukkan dan menuntun mereka kepada ajaran Allah yang penuh dengan kasih
sayang? Semua kembali pada pribadi masing – masing umat Islam. Hendaknya kita
koreksi diri, melihat dengan kejernihan hati dan pikiran, merenung dan mengaca
kepada apa yang telah dicontohkan oleh pribadi Rasul dalam berdakwah. Bukankah beliau
adalah teladan kita? Bila kita tidak menempatkannya sebagai suri tauladan,
lantas siapa yang akan kita jadikan panutan? Tinggalkan ego yang selalu merasa
benar, ada baiknya kita saling melihat diri sendiri, sudahkah kita menjadi
pribadi sebagaimana yang diinginkan Nabi?
Ingatlah, mereka yang buta membutuhkan uluran tangan mereka yang
bisa memandang untuk menemukan jalan kebenaran. Bila yang menuntun buta,
bukankah hal itu justru akan mengantarkan mereka pada jalan kesesatan. Kontrolnya
ada pada diri kita. Bila kita baik, maka sekeliling kita akan menjadi baik. Sebaliknya,
bila kita buruk, maka sekeliling kita akan menjadi buruk.
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar