Dari Kubro ke Kubro

Dari Kubro ke Kubro

Semenjak kemarin kamis, tanggal 13 April 2017 sampai Senin 18 April 2017 tadi malam, ponpes Kedunglo al-Munadhdharah yang berlokasi di desa Bandar Lor kecamatan Mojoroto kota Kediri, penuh sesak dengan jutaan pengamal Shalawat Wahidiyah yang berduyun – duyun datang dari seluruh pelosok nusantara hingga manca negara. Kehadiran mereka ini adalah untuk sowan kepada guru ruhani mereka Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. sekaligus berharap akan pancaran tarbiyah dan nadhdhrah yang istimewa dalam acara yang digelar setahun dua kali yang terangkai dalam resepsi Mujahadah Kubro. Dalam event Mujahadah Kubro kali ini, hadir para pengamal dari negeri tetangga Malaysia, Brunei dan yang lain.

Mujahadah Kubro dibagi menjadi lima gelombang, yaitu gelombang panitia, ibu – ibu, remaja, kanak – kanak dan bapak – bapak. Pembagian gelombang dalam rangkaian mujahadah kubro termasuk bagian dari perhatian perjuangan wahidiyah terhadap peran serta kaum ibu, remaja, kanak – kanak, dan bapak dalam perjuangan mulia indallah wa rasulihi SAW. untuk menyeru umat dan masyarakat kembali kepada Allah wa rasulihi SAW.

Alhamdulillah dalam kesempatan mujahadah kubro kali ini, saya masih mendapat kesempatan untuk turut serta hadir dan makmum di belakang beliau, Guru Ruhani, Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. Saya hadir pada gelombang kedua, malam Sabtu, keempat, minggu pagi, dan kelima yang merupakan acara puncak mujahadah kubro pada malam Senin, tadi malam. Sungguh merupakan satu kebahagiaan tersendiri khususnya bagi saya bisa hadir dalam acara ini, sekaligus menyowankan istri dan anak – anak kepada beliau. Semoga Allah memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kami sekeluarga, orang tua, kerabat, tetangga dan seluruh umat masyarakat untuk segera berbondong – bondong “Fafirru Ilallah wa Rasulihi SAW”.

Saya mulai aktif mengikuti kegiatan mujahadah kubro semenjak tahun 1999, tahun di mana pada sebelumnya saya belum pernah menginjakkan kaki di bumi Kedunglo karena kebandelan masa anak – anak. Saya selalu membuat alasan untuk menolak berangkat ke acara mujahadah kubro meski berulang kali kedua orang tua saya mengajak. Entah karena sudah merasa kehabisan alasan akhirnya saya berangkat ke mujahadah kubro, dan dalam hati kecil, saya meminta kepada Allah, ya Allah andai ini adalah amalan yang haq tunjukilah saya.

Alhamdulillah bak gayung bersambut, sepulang mujahadah kubro pertama kali, ada dorongan dalam hati saya untuk bermujahadah. Memang orang tua saya sudah pengamal semenjak kecil tetapi saya masih sulit untuk diajak mujahadah. Jangankan mujahadah yaumiyah, untuk mujahadah usbuiyah saya paling akhir di antara saudara saya yang lain.

Begitulah, sepulang mujahadah kubro, saya yang waktu itu mulai memasuki usia siswa aliyah, mulai ada dorongan dalam diri untuk melakukan mujahadah, tanpa ada yang menyuruh dan tanpa ada yang mengetahui. Saat itu saya biasanya tidur di mushalla bersama teman – teman tetangga rumah. Saya mulai mujahadah kalau teman – teman sudah tertidur. Alhamdulillah semenjak itu saya aktif bermujahadah, tentunya ya sesuai dengan kemampuan yang saya miliki.

Sepanjang perjalanan kubro saya melihat banyak peningkatan dari waktu ke waktu. Saat pertama mengikuti kubro, peserta mujahadah saat itu hanya berada di halaman ponpes Kedunglo. Semakin tahun semakin bertambah dan bertambah.

Saat ini, halaman ponpes Kedunglo sudah tidak mampu menampung peserta mujahadah kubro yang semakin banyak. Di sepanjang jalan raya Bandar sampai pasar Bandar penuh sesak dengan para mujahidin yang hadir, belum lagi mereka yang berada di gang – gang, di ruas – ruas jalan sempit bahkan di bantaran sungai brantas, penuh sesak dengan para mujahidin.

Dalam kesempatan kubro kali ini  Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. menceritakan bagaimana perjuangan wahidiyah di awal – awal munculnya. Wahidiyah lahir dari orang – orang yang tidak memiliki kelebihan secara lahiriyah. Secara kepemilikan ilmu orang – orang wahidiyah banyak yang tidak memiliki ilmu, bahkan banyak para ulama yang waktu itu mengatakan Mbah Yahi Abdoel Madjied Ma’roef, Q.S. wa R.A. tidak pernah mondok. Sindiran halus yang mngisyaratkan sebuah penghinaan. Secara pendanaan wahidiyah tidak memiliki dana, bahkan umumnya pengamal wahidiyah adalah masyarakat ekonomi kelas bawah. Sama halnya dengan Rasul yang kala itu pengikutnya dari kalangan miskin dan para budak. Jadi tidak ada yang bisa dibanggakan sama sekali, tetapi itulah yang justru disyukuri. Dengan tidak adanya hal yang bisa dibanggakan maka menurut Mbah Yahi, pengamal wahidiyah akhirnya banyak yang kemudian memperbanyak riyadlah dan mujahadahnya. Dengan semakin memperbanyak riyadlah dan mujahadah, maka Allah memberikan pertolongan-Nya kepada para pengamal wahidiyah.

Perlu dicatat bahwa di awal lahirnya, shalawat wahidiyah telah mendapat penentangan dari beberapa ulama. Mereka mempertanyakan tentang dasar, sanad dan lain sebagainya. Semua itu akhirnya diselesaikan oleh mbah yai dan para pendherek beliau dengan arif dan bijaksana. Bahkan pernah juga terjadi dialog antara para ulama dengan para ulama waktu itu yang pada akhirnya menyatakan bahwa shalawat wahidiyah adalah benar dan tidak bertentangan dengan syariat ajaran Islam, bahkan wahidiyah bersumber dari ajaran Islam dengan berlandaskan pada kitab – kitab salaf al-shalih.

Sebagian di antara pengontras juga memandang bahwa Mbah K.H. Abdoel Madjied Ma’roef, Q.S. wa R.A. tidak pernah mondok. Bahasa ini terasa halus, namun sesungguhnya menandaskan adanya keraguan yang mendalam, atau bahkan menghina. Tetapi begitulah Allah, ketika Ia berkehendak, tinggal berfirman, Kun Fayakun. Sama halnya dengan Rasul yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi Allah berkehendak menjadikannya Rasul. Justru ketidakmampuan Rasul dalam membaca dan menulis semakin menunjukkan kebenaran Islam. Demikian halnya dengan wahidiyah, kiranya tanpa kehendak Allah, tanpa fadlal-Nya, semua itu tidak akan terjadi dan bila melihat sisi keilmuan dan lamanya mondok, para pengontras tidak bisa menerima keberadaan wahidiyah. Memang hidayah tidak bisa dibeli dengan ilmu.

Disamping ada penolakan ada juga yang menanggapi dengan bijaksana. Ada yang mengatakan, kalau anda ingin tahu tentang haq tidaknya wahidiyah, silahkan dilihat dua tiga tahun kedepan. Bila wahidiyah adalah ajaran yang bathil, maka wahidiyah akan hancur, sebaliknya jika wahidiyah adalah ajaran yang haq maka wahidiyah akan eksis. Dan Alhamdulillah fakta telah membuktikan bahwa wahidiyah sampai saat ini masih tetap eksis bahkan semakin banyak pengikutnya. Usia wahidiyah sampai saat ini telah mencapai 54 tahun, sangat ironis bila masih ada orang yang mempertanyakan keberadaannya. Bahkan bila kembali mengaca kepada perjuangan awalnya, hampir – hampir tidak mungkin bahwa wahidiyah bisa mencapai kemajuan pesat sebagaimana sekarang. Tetapi itulah kehendak Allah, inilah bukti bahwa Allah selalu bersama dengan perjuangan ini.

Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. mendawuhkan bahwa perkembangan wahidiyah yang sedemikian pesatnya ini merupakan fadlal dan rahmat Allah. Tanpa pertolongan Allah, maka tidak mungkin shalawat wahidiyah mengalami perkembangan yang sedemikian hebantnya. Bahkan perjuangan wahidiyah saat ini telah memiliki perwakilan di seluruh nusantara, bahkan di luar negeri. Kenyataan ini tidak dipungkiri oleh siapapun. Ini adalah fadlal dan pertolongan Allah semata. Tanpa pertolongan Allah, semua itu tidak akan pernah terjadi.

Sebagai informasi bahwa perjuangan wahidiyah telah memiliki berbagai jenjang pendidikan mulai dari paud sampai dengan perguruan tinggi. Saat ini di berbagai daerah telah dibuka sekolah – sekolah wahidiyah dan pesantren, baik di Jawa maupun luar Jawa. Tahun kemarin di Malang diresmikan sembilan sekolah pada jenjang SMP. Sebentar lagi insya Allah akan didirikan pesantren di Nabire di atas tanah seluas 2,5 hektar, bahkan rencananya perjuangan wahidiyah juga akan membangun pesantren di Malaysia. Tetapi masih dalam tahapan proses yang tentunya juga memerlukan waktu kaitannya dengan administrasi dan sebagainya.

Perjuangan wahidiyah telah menjelma sebagai perjuangan yang mendunia. Tentu hal ini juga semakin memantapkan langkah perjuangan wahidiyah ke depan. Semakin banyak yang melirik perjuangan wahidiyah. Bahkan tadi malam beliau Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. mendawuhkan bahwa di Cianjur saat ini banyak di antara para remaja yang terkenal nakal sekarang mulai mengamalkan shalawat wahidiyah dan hal ini membuat para ulama di daerah tersebut merasa heran dengan keberadaan shalawat wahidiyah.

Begitulah perjuangan wahidiyah, wahidiyah bukan sekedar dibicarakan dengan lisan. Tetapi lebih dari itu wahidiyah harus diamalkan dan dirasakan. Betapa ruginya orang yang hanya membaca shalawat wahidiyah dan tidak mengamalkan. Banyak sekali fatwa dan amanat yang beliau sampaikan pada kesempatan mujahadah kubro. Penulis tidak bisa mengungkapkan secara keseluruhan karena keterbatasan penulis.

Dalam kesempatan kali ini beliau juga menekankan kepada seluruh peserta mujahadah agar kembali memperhatikan gerakan bathiniyah. Di zaman mbah yai banyak para pengamal yang mempeng dalam riyadlah dan mujahadahnya hingga dibukakan asrarnya, baik asrar ma’nawiyyah maupun asrar kauniyahnya. Banyak yang diberikan karamah. Oleh karenanya beliau kembali lagi mengingatkan agar para pengamal memperhatikan bathiniyahnya. Tetapi beliau juga mengingatkan kalau seandainya telah dibukakan asrarnya jangan sampai disintegrasi dari Kedunglo, kalau disintegrasi maka akan luntur.

Begitulah ditengah hiruk pikuk zaman akhir yang penuh dengan gemerlap dunia, beliau mengajak kepada para pengamal untuk kembali mengabdikan diri kepada Allah wa Rasulihi SAW dengan memperbanyak riyadlah dan mujahadah. Semakin memperbanyak prihatin untuk memperjuangkan umat dan masyarakat yang masih dikuasai nafsunya agar kemabali sadar “Fafirru Ilallah wa Rasulihi SAW”. Mudah – mudahan dalam waktu yang relatif singkat umat dan masyarakat akan kembali sadar kembali kepada Allah wa Rasulihi SAW. Mudah – mudahan bisa bersua dengan Kubro di tahun mendatang…

Semoga bermanfaat…

Allahu A’lam…

Komentar