Kajian Tasawuf Jilid II
(Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung)
Sore ini tampak beberapa orang murabbi dan musyrifah Ma’had al-Jami’ah
berkumpul di ruang kantor Ma’had al-Jami’ah. Sebelumnya pada pagi harinya
dilaksanakan khatmil Qur’an Jum’at legi di kantor Ma’had. Tradisi ini
diusahakan untuk istiqamah di jalankan agar barakahnya semakin banyak. Berkumpulnya
para pengelola di sore ini adalah dalam rangka agenda rutin kajian tasawuf yang
dilaksanakan tiap Jum’at sore.
Tema yang diangkat pada kesempatan kali ini adalah hal yang
berkaitan dengan lembutnya tipu daya nafsu yang ada dalam diri manusia. Kelembutan
nafsu seringkali tidak diwaspadai oleh seorang salikin yang menempuh perjalanan
menuju hadhrah qudsiyah-Nya, Allah SWT.
Al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah al-Sakandari mendawuhkan dalam kitabnya
al-hikam:
إرادتك
التجريد مع إقامة الله إياك فى الأسباب من
الشهوة الخفية وإرادتك اللأسباب مع إقامة الله إياك فى التجريد انحطاط عن الهمة
العلية
Artinya: Keinginanmu untuk melakukan tajrid (meninggalkan usaha –
usaha mencari rizki) sedangkan Allah mendirikanmu pada asbab (sebab musabab,
melakukan usaha – usaha untuk mendapatkan rizki) adalah termasuk ke dalam
syahwat yang tersembunyi. Dan keinginanmu untuk berkecimpung (di dalam asbab)
sedangkan Allah mendirikanmu di maqam tajrid adalah satu penurunan dari himmah
yang tinggi.
Dalam perjalanan menuju hadhrah qudsiyah-Nya, Allah adakalanya
seseorang harus berusaha dengan usaha – usaha yang ditempuhnya baik dengan
riyadlah, mujahadan dan serangkaian ibadah lain yang bisa menghantarkannya pada
satu maqam tertentu. Tetapi adakalanya juga seseorang dikehendaki oleh Allah
sehingga ia langsung diangkat pada maqam yang tinggi disisi Allah. Mereka yang
harus menempuh perjalanan dengan usaha – usaha baik dhahir maupun bathin ini
dinamakan salikin/muridin, sedangkan mereka yang dikehendaki oleh Allah
dinamakan majdzubin/muradin.
Bagi seorang salikin yang menghendaki sampai pada hadhrah
qudsiyah-Nya Allah, harus melakukan proses tazkiyat al-nafsi (penyucian hati)
dari berbagai kotoran – kotoran hati. Hati sebagaimana sabda Rasulullah SAW
adalah pusat gerak dari seluruh organ manusia. Jika hati baik, maka seluruh
tubuh akan menjadi baik. Sebaliknya, jika hati jelek, maka seluruh tubuh juga
akan menjadi jelek.
Karena itulah hati harus senantiasa dibersihkan agar darinya
terpancar cahaya kebaikan yang akan terepresentasi dari perilaku dan
perbuatannya. Untuk itu hati harus dibebaskan dari pengaruh – pengaruh nafsu
dan syahwat yang bisa mengarahkannya pada hal – hal yang tidak diridlai Allah
SWT.
Setelah proses penyucian hati it uterus menerus dilakukan maka
setahap demi setahap seseorang akan diangkat derajatnya oleh Allah hingga
mencapai maqam musyahadah kepada-Nya. Namun, tentunya hal ini memerlukan proses
yang panjang dan keistiqamahan dari seorang murid.
Adakalanya seseorang masih ditempatkan oleh Allah dalam maqam
asbab, adakalanya pula ia telah mencapai maqam tajrid. Maqam asbab adalah maqam
di mana seseorang masih terikat dengan hukum sebab akibat. Artinya seseorang
yang masih berada pada maqam yang apabila ingin memperoleh sesuatu maka ia
harus berusaha meraihnya dengan usaha – usahanya.
Orang yang berada pada maqam asbab, bila ingin mendapatkan rizki,
maka ia harus bekerja., bila ingin menjadi pandai, maka ia harus belajar,
begitu seterusnya. Apabila masih berada dalam maqam ini, maka kehidupan
seseorang masih terikat oleh hal – hal yang sifatnya duniawi.
Bagi seseorang yang berada pada maqam ini, apabila di dalam hatinya
terbesit keinginan untuk berada pada maqam tajrid, maka harus diwaspadai. Di sinilah
sebenarnya pentingnya peran seorang guru mursyid yang kamil mukammil. Guru yang
sempurna dan mampu menyempurnakan iman santrinya.
Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengingatkan bahwa keinginan seseorang yang
masih berada pada maqam asbab untuk mencapai maqam tajrid termasuk bagian dari
nafsu yang tersembunyi. Orang yang memiliki keinginan seperti ini tidak ikhlas
amal ibadahnya. Ibadahnya bukan semata karena Allah melainkan ada maksut –
maksut tertentu yakni bisa mencapai maqam tajrid. Padahal maqam tajrid pada
hakikatnya adalah makhluk Allah. bila seseorang beribadah dengan tujuan maqam
tajrid sama artinya menuhankan makhluk Allah, yakni maqam tajrid.
Lantas bagaimana seharusnya seorang beribadah? Seorang murid dalam
beribadah seharusnya ikhlas murni karena Allah tidak mengharap apapun selain ridla-Nya.
Ia shalat semata menjalankan perintah
Allah, begitu juga dengan puasanya, zakatnya, shadaqahnya dan sederetan ibadah
lainnya semua dilakukan semata karena Allah bukan karena yang lainnya. Titik. Apabila
masih ada keinginan yang lain maka perlu diwaspadai boleh jadi itu adalah
bujukan nafsu syahwatnya.
Keinginan untuk keluar dari maqam asbab ini termasuk ke dalam
syahwat yang tersembunyi. Mengapa? Karena ia tidak puas dengan apa yang
dikehendaki Allah padanya. Hatinya masih merasa kurang dengan apa yang telah
Allah takdirkan untuknya. Oleh karena itu hal ini harus diwaspadai oleh seorang
murid karena kebanyakan di antara mereka tidak menyadari bahwa itu adalah
syahwatnya belaka.
Demikian halnya bagi seorang yang telah diangkat derajatnya oleh
Allah pada maqam tajrid. Maqam tajrid adalah maqam di mana seseorang yang
menginginkan sesuatu, ia tidak lagi terikat oleh asbab/usaha – usaha untuk
mencapainya.
Orang yang berada pada mqam ini pada dasanya tugasnya hanya satu
yakni selalu beribadah kepada Allah. Ia tidak perlu lagi bekerja dan berusaha
karena dengan tanpa usaha, Allah telah memenuhi hajat dan kebutuhannya. Rizkinya
telah dibuka oleh Allah dengan cara yang tidak disangka – sangka.
Terbukanya pintu rizki dengan tanpa disangka – sangka merupakan
sebuah tanda bahwa orang tersebut di tempatkan oleh Allah pada maqam tajrid. Maqam
ini adalah maqam yang tinggi di sisi Allah SWT. Apabila seseorang telah berada
pada maqam ini, pada dasarnya tugasnya hanyalah satu yaitu beribadah kepada
Allah bukan yang lainnya.
Namun, seringkali sifat manusiawi manusia selalu merasa tidak puas
terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah kepadanya. Seorang pedagang akan
beranggapan bahwa menjadi petani itu enak, petani beranggapan sebaliknya. Seorang
buruh pabrik beranggapan bahwa menjadi pegawai pemerintah itu enak, begitu juga
sebaliknya. Itulah sifat manusiawi yang sering menghinggapi seseorang.
Demikian halnya dengan seorang yang menempuh perjalanan menuju
Allah. adakalanya ketika Allah telah menempatkan dirinya pada maqam tajrid,
terbesit keinginan dalam dirinya untuk berkecimpung dalam maqam asbab.
Al-Syaikh Ibnu ‘Athaillah mengingatkan kepada muridin agar
senantiasa berhati – hati. Keinginan seseorang yang berada pada maqam tajrid
untuk berkecimpung di maqam asbab adalah salah satu tanda akan turunnya ia dari
himmah yang tinggi.
Maqam tajrid adalah maqam tinggi yang dikhususkan oleh Allah untuk
orang – orang khusus dari hamba-Nya yang mengesakannya dan para ahli ma’rifat. Ketika
seseorang berada pada maqam ini, tetapi terbesit dalam hatinya keinginan untuk
menyibukkan diri pada maqam asbab, sesungguhnya hal itu merupakan tanda akan
turunnya seseorang dari maqam yang tinggi ke maqam yang lebih rendah. Keinginan
tersebut merupakan nafsu syahwat yang nyata,
bukan lagi samar, oleh karena maqam tajrid adalah maqam tinggi sementara
asbab adalah maqam yang rendah.
Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…
Komentar
Posting Komentar