Damai Itu Islami



Damai Itu Islami

Islam itu agama yang cinta damai. Begitulah kira – kira, kedatangan Islam ke dunia bukanlah semata sebagai agama layaknya agama lain, tetapi ada satu misi yang berbeda dalam Islam yakni menciptakan kedamaian. Sejarah telah mencatat kondisi masyarakat Arab pra Islam. Mereka tenggelam dalam permusuhan sepanjang waktu. Perang antar kabilah sering kali mewarnai hari – hari masyarakat Arab pra Islam.



Di tengah kehausan masyarakat Arab akan kedamaian, datanglah utusan Allah yang menjadi juru selamat sekaligus nur yang menerangi gelapnya mata hati bangsa Arab. Bangsa Arab yang tidak lagi mengenal Tuhan (yang benar) menjadi terbuka mata hatinya untuk menerima cahaya kebenaran. Tetapi apakah semudah itu perjuangan nabi? O tidak semudah itu.

Rasulullah Muhammad SAW mengalami masa – masa sulit dalam perjuangannya menyeru bangsa Arab untuk kembali kepada jalan yang benar. Teror besar – besaran di alami oleh Nabi, baik berupa psikis maupun secara fisik. Tidak hanya nabi bahkan para pengikut Nabi yang nota benenya  kebanyakan adalah para kaum mustadl’afin/kaum tertindas, miskin, dan budak, ikut menjadi sasaran amukan para pemuka Quraisy yang beringas ingin membumi hanguskan kaum muslim kala itu.

Hari – hari di lalui oleh Nabi dengan penuh kesabaran, meski badai perlawanan menghempas tetapi setitik harapan kesadaran kaum masih melekat di hati sanubari Nabi. Beliau dihina, dicaci, dilempari kotoran unta, dilempari batu tetapi beliau tetap pada kesabaran dan kebesaran hatinya, menanti hidayah Allah untuk para kaumnya. Marah? Murka? Mengumpat? Melaknat? Itu bukan akhlak beliau. Akhlak beliau adalah al-Qur’an, demikianlah jawaban Aisyah Radliyallahu Anha saat di tanya tentang akhlak beliau. Jangankan marah, hati beliau tidak sedikitpun menaruh kebencian kepada kafir Quraisy yang nyata – nyata telah memusuhi dan bahkan melakukan intimidasi kepada beliau. Justru dalam hati beliau muncul sifat rauf rahim, kasih sayang kepada umatnya, sehingga saat wajahnya luka – luka terkena lemparan batu oleh kaum Thaif yang mengusirnya saat berdakwah, hingga malaikat penjaga gunung marah dan berkata: “Angkat tanganmu wahai Rasul, biar aku himpit bangsa Thaif dengan bukit ini!”. Rasulullah dengan nada penuh kasih sayang bersabda: “Jangan, jangan, jangan”. Beliau justru mengangkat kedua tangannya dan berdo’a kepada Allah SWT:

اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون

Artinya: “Ya Allah, tunjukilah mereka sesungguhnya mereka tidak tahu”.

Itulah akhlak Rasulullah SAW yang kiranya patut untuk kita jadikan tauladan dalam kehidupan sehari – hari. Umat Islam bukanlah mereka yang hanya menyerukan pembelaan terhadap Islam dengan lantang, tetapi mereka yang mampu menerapkan nilai – nilai luhur ajaran Islam dalam kehidupan sehari – hari. Ingat, bukan dengan pedang beliau menyebarkan Islam, tetapi beliau menyebarkan Islam dengan kearifan, kebijaksanaan, hikmah dan akhlak karimah.

Saat Rasulullah Muhammad SAW ditanya perihal Islam manakah yang paling baik, beliau menjawab dengan sabdanya:

أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم أي الإسلام خير؟ قال: تطعم الطعام وتقرأالسلام على من عرفت ومن لا تعرف

Artinya: Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, Islam manakah yang lebih baik? Beliau bersabda: “Memberi makan, dan membacakan salam kepada seorang yang anda kenal dan yang tidak kamuu kenal”.

Cobalah perhatikan hadits di atas. Betapa agungnya pribadi Rasulullah SAW, dan betapa mulyanya ajaran agama Islam. Islam yang terbaik bukanlah mereka yang hanya menghabiskan waktunya untuk memutar tasbih diatas sajadah, bukan hanya mereka yang kakinya bengkak karena lamanya berdiri untuk menunaikan shalat, bukan pula mereka yang (maaf) dahinya menghitam min atsaris sujud. Tetapi, Islam yang lebih baik adalah mereka yang mau memberi makan kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal, membacakan salam kepada mereka yang dikenal maupun yang tidak dikenal.

Membacakan salam, apakah hanya sekedar membaca salam? Tentu tidak sekedar kita mengucap salam, tetapi lebih dari itu umat Islam terbaik adalah mereka yang mau menyebarkan kedamaian dimananpun dan kapanpun ia berada. Begitulah Islam, selalu menganjurkan kepada umatnya agar menebar kedamaian dengan siapa dan dimananapun. Silahkan berdakwah, itu adalah perintah, tetapi ingat berdakwahlah secara ma’roef. Para ulama mengatakan, saat berdakwah, ibarat anda mau mengambil ikan di kolam, ambillah ikan itu, tetapi jangan sampai mengeruhkan air yang ada di kolam itu. Itulah Islam yang rahmatan lil’alamin.

Situasi belakangan, umat Islam di negeri ini dihadapkan pada persoalan yang pelik. Isu yang kemudian dicampur adukkan dengan agama menjadi sebuah hal yang sangat menarik –bagi sebagian orang untuk meraih keuntungan secara personal. Belum lagi sampai pada isu makar dan seterusnya. Penistaan agama yang kabarnya dilakukan oleh petahana telah menjadi hal yang menguras banyak perhatian. Saya tidak ingin membahas tentang hal itu atau ikut ambil bagian dalam meramaikan debat mengenai hal itu. Saya hanya ingin mencoba untuk mengajak kita semua introspeksi diri dan mengaca pada akhlak Rasulullah SAW.

Sudah saatnya kita untuk kembali pada khiththah keagamaan. Islam datang untuk menyebarkan kedamaian. Islam tidak mengajarkan pada kita untuk saling melaknat dan menghujat. Islam justru mengajak kita untuk mendo’akan mereka agar kembali kepada Allah dan Rasulullah SAW. Jika do’a kita tidak diijabahi? Ya itu bukan wilayah kita. Tugas kita hanya berusaha dan berdo’a, sementara keputusan ada di dalam genggaman kekuasaan-Nya. 

Harapan saya mudah – mudahan apa yang terjadi akhir – akhir ini justru menyadarkan kita akan pentingnya kembali kepada tuntunan Allah dan Rasulullah SAW. Bertindak dan bersikap bijak terhadap berbagai persoalan dan tidak mudah tersulut emosi sehingga keluar kata kotor dari lisan kita, mengumpat, mencaci dan melaknat. Jadilah air yang mampu memadamkan api, jadilah angin yang mampu memberikan kesejukan saat kegerahan dan jadilah cahaya yang mampu menerangi setiap kegelapan.

Semoga bermanfaat…
Allahu a’lam..

Komentar