Rabu, 19 April 2017

Siapa yang Terpilih, Pemenangnya Tetap Rakyat Indonesia



Siapapun yang Terpilih, Pemenangnya Tetap Rakyat Indonesia

Suhu politik yang memanas pada dekade terakhir sesaat sebelum pilkada DKI Jakarta kiranya masih terasa sampai saat ini, meski tensinya kini sudah menurun drastic tetapi setidaknya masih terasa bagaimana ruwetnya situasi saat itu sehingga menguras perhatian seluruh elemen bangsa. Tentu suatu keharusan bahwa dalam setiap kompetisi ada yang menang dan ada pula yang kalah.

Carut marutnya politik di negeri ini sebagai imbas dari pilkada Jakarta seolah selalu menjadi tranding topik yang menarik untuk dibahas. Tidak hanya dikalangan elit politik, akademisi bahkanmerambah ke masyarakat arus bawah yang kesibukan sehari harinya adalah sebagai buruh tani, perkebunan dan para pencari rumput. Seolah mereka tidak mau kalah dengan para elit politik, pakar dan akademisi dalam bidangnya masing – masing. Boleh jadi ini adalah satu kemajuan dari semakin cerdasnya rakyat dan masyarakat dalam memahami arus politik di negeri zamrud kathulistiwa ini.

Isu terbesar yang digulirkan oleh para elit politik terkait pilkada tentunya adalah isu SARA. Memang isu ini paling mudah digunakan untuk memengaruhi pandangan politik lawan. Imbasnya tentu sangat besar dan massif. Buktinya, ribuan orang berduyun – duyun datang ke Jakarta untuk menyatakan sikapnya, satu fenomena yang sesungguhnya –menurut penulis, terasa janggal karena ketidak sesuaian antara pengaruh dan kenyataannya. Tetapi ya itulah politik.

Saya bukan ahli politik, juga bukan pakarnya, tetapi bolehlah sedikit menyoal tentang politik. Tetapi sekali lagi saya tidak ingin membahas politik sebagai pure politik tetapi saya ingin mengambil ibrah dari situasi politik yang terjadi saat ini. Tentunya sekadar sesuai kapasitas saya, bukan yang lain.

Karena dalam sebuah kompetisi harus ada yang menang dan kalah, maka pilkada DKI mau tidak mau, suka maupun tidak suka harus ada yang terpilih dan yang tak terpilih. Bagi yang terpilih, hendaknya bersyukur dan berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk melaksanakan amanah yang sebentar lagi dipikulnya. Sebaliknya pihak yang tidak terpilih seyogyanya bisa menerima dengan ikhlas dan berusaha untuk sebisa mungkin membantu pasangan terpilih untuk keberhasilan mengemban amanah rakyat ke depan.

Menarik kiranya apa yang disampaikan oleh mantan Presiden ke-3 RI, Prof. DR. Baharudin Yusuf  Habiebie, saat telewicara bersama Najwa Shihab di acara Mata Najwa malam ini. Beliau mengatakan, “Siapapun yang terpilih, yang menang adalah rakyat Indonesia”. Satu ungkapan yang menunjukkan kebesaran hati dan kenegarawanan yang hebat. 

Seorang negarawan besar akan memiliki jiwa besar. Ia akan menunjukkan sikap arif dan bijaksana dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Ia sadar betul bahwa apa yang dilakukannya akan menjadi sorotan dan dijadikan panutan setiap orang.

Tentu dalam kompetisi secara rasional ada pihak yang merasa terluka karena mengalami kekalahan, dan ada pula yang merasa gembira karena memperoleh banyak suara.tetapi seyoogyanya semua perasaan demikian itu harus dihilangkan. Terlepas dari mereka yang pro dan kontra, sesungguhnya kemenangan itu bukan pada calon yang terpilih, sebaliknya bukan pula pada calon yang kalah, tetapi kemenangan itu adalah milik semua rakyat Indonesia. Oleh karenanya mereka yang kalah, janganlah berkecil hati, nikmati dan sadari bahwa ini adalah proses demokrasi. Sebaliknya bagi yang terpilih, jangan hanya bangga dengan apa yang diperoleh, ingat pekerjaan sudah menanti.

Baharuddin mengatakan, “Siapapun yang menang keduanya adalah kader bangsa ini”. Keduanya adalah orang – orang besar yang telah menorehkan namanya dalam tinta emas sejarah bangsa ini. Oleh karenanya tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Semuanya adalah kader bangsa. Yang tetap harus dijaga dan dirawat adalah semangat persatuan dan kesatuan bangsa di tengah masyarakat Indonesia yang kental dengan kebhinekaan dan pluralitas.

Memang harus diakui kemenangan Anies Sandi atas petahan Ahok Djarot nampaknya adalah hal yang tidak disangka – sangka, apalagi saat beberapa lembaga survey tidak berpihak kepadanya beberapa waktu yang lalu. Tetapi inilah kenyataan yang harus diterima oleh siapapun. Silahkan anda yang tetap suka dan mencintai Ahok, tetapi ingat, bahwa Allah menentukan lain untuknya hari ini. Sebaliknya anda yang suka dan mencintai Anies, jangan terlalu larut dalam kegembiraan karena pekerjaan telah menanti anda. Kemengan tidak hanya ketika keunggulan suara telah diperoleh, lebih dari itu apa yang bisa anda lakukan dan anda buktikan kepada mereka yang telah anda yakinkan dengan janji – janji manis saat kampanye. Ingat saat ini amanat rakyat ada di pundak anda.

Bila kita mencoba untuk kembali melihat kebelakang, Umar ibnu Abdul Azis menangis semalaman manakala ia terpilih menjadi seorang khalifah. Ia sadar betul bahwa kini ia harus memikul beban berat di pundaknya. Lantas bagaimana dengan pasangan terpilih saat ini?

Pilkada telah menunjukkan tanda – tanda akan berpamitan. Apa yang bisa kita ambil pelajaran dari peristiwa besar ini? Yang harus kita ambil pelajaran adalah bahwa proses demokrasi semakin menunjukkan ke arah yang positif. Artinya kedewasaan rakyat dalam berpolitik kian hari semakin menunjukkan arah yang signifikan, meski tetap saja masih ada hal – hal yang mesti diperbaiki. Perbedaan pandangan dalam berpolitik jangan sampai menyebabkan tindakan – tindakan anarkis yang bisa mengarah pada tindakan melawan hukum yang berlaku di negeri ini. Bedakan urusan syariat dan politik, jangan dicampur adukkan. Silahkan memilih sesuai dengan keyakinan, tetapi hargai juga mereka yang berkeyakinan lain yang ingin memilih calonnya. Jadilah orang yang selalu adil dalam bersikap, meski kepada lawan yang hendak menjatuhkan anda, jangan berlaku curang padanya, karena kecurangan itu menunjukkan sikap kemunafikan yang ada pada dirimu. Meski berbeda tetaplah menjaga semangatt persatuan bangsa karena bangsa ini tidak didirikan oleh satu kelompok keyakinan, tetapi dari berbagai kelompok keyakinan yang bahu membahu melawan kedlaliman penjajah.

Semoga berakhirnya pilkada ini menjadikan semua elemen bangsa semakin dewasa memaknai kebhinekaan, menjadikan mereka semakin menyadari akan arti pentingnya persatuan dan kesatuan. Semoga bangsa ini menjadi bangsa yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Amin…

Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam...

Selasa, 18 April 2017

Radikalisme Vs Liberalisme



Radikalisme Vs Liberalisme

Dua istilah populer yang saling berhadapan namun memiliki kesamaan –setidaknya menurut saya. Kedua istilah ini sangat populer di tengah kehidupan masyarakat kita. Seringkali kedua istilah ini dihadapkan dan diperlawankan satu dengan lainnya.

Istilah pertama, radikalisme merujuk pada kelompok Islam garis keras, yang kerap kali dalam menjalankan aksinya untuk menegakkan syariat, menggunakan cara – cara kekerasan. Bahkan tidak jarang dalam melakukan aksinya mereka juga menggunakan simbol – simbol agama. Harus diakui mereka kelewat berani dalam bersikap hingga dalam pandangannya mati dalam berjihad –tentunya dalam versi mereka, jaminannya adalah surga.

Kelompok dengan tipe semacam ini di Indonesia tidak seberapa banyak. Ada tapi tidak banyak, mungkin karena iklim masyarakat Indonesia tidak sesuai dengan model kelompok semacam ini. Di samping itu naluri tiap insane pasti mendambakan kedamaian, hidup berdampingan tanpa ada percekcokan. Inilah yang lebih disukai masyarakat, sikap toleran yang berujung pada kehidupan damai, aman dan sejahera. Lagi pula, Negara ini bukanlah Negara Islam sebagaimana Timur Tengah. Negara ini dibangun di atas semangat kebhinekaan, beragam tetapi tetap satu jua. Tidak ada alasan menyerang kelompok lain, terutama agama lain yang dianggap melanggar syariat Islam. Hukum yang ada di Negara inipun bukanlah hukum Islam, tetapi hukum positif yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.

Di sisi lain, ada kelompok yang menamakan dirinya sebagai kelompok liberal. Bila kelompok radikal memiliki tipe temperamental, keras, dan kaku, kelompok liberal justru bersikap sebaliknya. Kelompok ini bersikap sangat toleran bahkan toleransinya kelewat berlebihan. Bagaimana tidak, semua agama dianggap sama. Semua memiliki tujuan yang sama. Bahkan kadang – kadang kelompok ini juga membela kelompok – kelompok yang secara nyata sudah menyimpang dengan alasan pluralism dan semangat humanism.

Dalam sejarah Islam klasik kelompok radikal ini terepresentasikan oleh kelompok khawarij. Kelompok yang keluar dari barisan khalifah Ali yang berkeyakinan bahwa mereka yang terlibat dalam peristiwa tahkim adalah pelaku dosa besar, kafir dan wajib dibunuh. Suatu sikap yang ekstrim yang berakibat pada terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib.

Sementara di sisi lain saya menganggap bahwa kaum liberal identik dengan mu’tazili, kelompok umat Islam yang mendewakan akalnya. Kebenaran lebih banyak diukur dengan pemikiran – pemikiran rasional. Kelompok ini bahkan berani mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk yang bisa disejajarkan dengan teks – teks sastra lain pada umumnya. Pandangan ini pula yang kemudian mengantarkan pada wacana pendekatan pemahaman al-Qur’an dengan menggunakan metode interpretasi hermeneutika, termasuk di antaranya terjadinya pengusiran Nashr Hamid Abu Zaid dari Mesir karena mencoba menawarkan pendekatan pemahaman al-Qur’an dengan metode ini.

Bagi saya, kedua kelompok ini memiliki persamaan yang bisa membahayakan umat khususnya kaum awam. Berbeda dengan para akademisi, umumnya mereka bisa mendudukkan sesuatu pada tempatnya, terbiasa dengan berbagai kajian, sehingga lebih bisa bersikap moderat dalam menghadapi persoalan yang mencuat ke permukaan.

Kelompok pertama berbahaya bagi kaum awam karena nyatanya kaum awamlah yang paling mudah terprovokasi oleh orasi – orasi yang disuarakan atas nama ketuhanan. Tidak jarang mereka yang ikut serta dalam kelompok – kelompok ini di dominasi oleh mereka yang kurang belajarnya dalam hal ilmu agama di pesantren. Oleh karenanya begitu mereka menerima informasi yang masih belum utuh mereka mudah terprovokasi dan ikut larut di dalamnya.

Selain itu kelompok ini seringkali menyebabkan Islam terpojokkan oleh karrena Islam dianggap sebagai agama pedang yang intoleran. Fakta di lapangan menunjukkan berapa banyak korban swipping yang dilakukan oleh kelompok – kelompok semacam ini. Bila hal ini terjadi boleh jadi dakwah Islam justru akan terhalang lantaran perbuatan mereka yang dinilai kejam dan meresahkan.

Di sisi lain kelompok kedua juga memiliki bahaya yang sama dengan kelompok pertama. Letak bahaya pada kelompok dengan tipe kedua adalah terjadinya kebingungan dalam pemikiran masyarakat awam, terutama dalam menentukan sebuah kebenaran, apa ukurannya dan bagaimana cara mengambil sikap bila terjadi permasalahan di tengah masyarakat. Kelompok ini seringkali menganggap bahwa pada dasarnya semua itu sama dan tidak ada yang lebih benar, karena bagi mereka kebenaran itu relatif. Kebenaran sangat bergantung pada pandangan subjek pelakunya sehingga setiap orang memiliki peluang yang berbeda dalam menentukan kebenaran dan semua itu harus dihargai.

Akibat terfatal dari kelompok semacam ini adalah ketidak berlakunya amar ma’ruf nahi mungkar yang diperintahkan oleh ajaran agama Islam. Padahal bila merujuk pada Surat al-Maidah (5); 78 - 79:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (79)

Artinya: Telah dilaknati orang – orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (Q.S. al-Maidah (5); 78 – 79)

Secara tegas ayat di atas menjelaskan bahwa kaum Bani Israil dilaknat oleh Allah SWT. dengan lisan Nabi Daud dan Isa putra Maryam lantaran sikap keterlaluan mereka. Mereka tidak melarang teman mereka yang melakukan kesalahan, tidak berusaha meluruskan kesalahan mereka agar kembali kepada jalan yang benar. Alasannya lagi – lagi semangat toleransi dan kemanusiaan. 

Lantas bagaimana semestinya kita bersikap? Sebagai seorang muslim seharusnya kita bersikap tengah – tengah, istilahnya tawasuth, tawazun dan i’tidal harus tetap menjadi landasan berpijak saat melangkah. Inilah prinsip yang dipakai oleh Islam ala ahlu al-sunnah wa al-jama’ah. Kita toleran terhadap siapa saja tetapi ingat ada saatnya toleran itu terbatasi dalam beberapa hal. Dengan tetap berpijak pada asas ini, maka keseimbangan dalam Islam akan tetap terjaga. Amar ma’ruf tetap ditegakkan, toleransi tetap dijaga sehingga Islam yang cinta damai akan tetap bisa dipertahankan.

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Senin, 17 April 2017

Surga dan Neraka



Surga dan Neraka

Hidup di dunia tidaklah selamanya. Bila telah tiba saatnya, maka mau tidak mau, suka tidak suka setiap anak Adam harus kembali kepada yang Empunya. Dia-lah Allah, tempat di mana manusia bergantung, tempat di mana seluruh alam tunduk kepada-Nya. Bila saat perjumpaan telah tiba, tak ada lagi yang mampu menolak, tidak ada satu kekuatanpun yang mampu melawan kehendak-Nya. Dia-lah al-Jabbar, al-Qahhar yang tiada satu kekuatanpun yang sanggup menandingi-Nya.

Hidup di dunia ini ibarat “mampir ngombe”, kata orang Jawa. Artinya kehidupan di dunia ini sesungguhnya tidak lama. Semua berasal dari-Nya dan akan di kembalikan pula hanya kepada-Nya. Oleh karena itu sudah seharusnya setiap anak Adam mempersiapkan diri untuk mempertanggung jawabkan semua perbuatan yang telah dikerjakannya selama berada di dunia.

Saat semua telah dihancurkan, sangkakala Isrofil telah ditiup untuk kesekian kalinya, tanda di mana anak manusia harus bangun dari tidur panjangnya, berduyun – duyun menuju satu tempat berkumpul bersama yang bernama “Mahsyar”, di situlah mereka akan menantikan keputusan Allah, Tuhan mereka, kemanakah mereka akan dikembalikan? Hanya ada satu di antara dua pilihan surga atau neraka.

Surga adalah tempat yang digambarkan penuh dengan kenikmatan. Tempat di mana orang – orang shalih yang taat pada Tuhannya akan dimasukkan ke dalamnya. Kekal mereka di dalamnya, tanpa ada rasa payah, takut dan susah. Segala apa yang mereka butuhkan ada dan tinggal bilang, maka semua akan tersedia di hadapannya.

Di surga para penghuninya hidup dengan penuh bahagia. Mereka ditemani oleh bidadari – bidadari surga yang kecantikannya belum pernah sekalipun dilihat oleh manusia. Mereka terjaga dan belum pernah tersentuh oleh siapapun. Sungguh gambaran yang sangat menggiurkan bagi siapa saja. Tidak salah jika semua umat manusia, baik yang baik perilakunya maupun yang buruk, tetap berharap kelak akan masuk ke dalamnya.

Di surga seluruh wajah penghuninya berseri – seri penuh dengan kebahagiaan. Semua wajah memancarkan cahaya, berbinar – binary matanya tanda betapa kebahagiaan mereka tiada tara, tidak mampu diungkapkan dengan kata – kata. Puncak kebahagiaan mereka adalah tatkala mereka menyaksikan wajah Tuhannya, Allah SWT. Di dalam al-Qur’an al-Karim, Allah SWT berfirman dalam Surat al-Qiyamah (72); 22 - 23:

 وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23)

Artinya: Wajah – wajah (orang mukmin) waktu itu berseri – seri. Kepada Tuhannya mereka melihat. (Q.S. al-Qiyamah (72); 22 – 23)

Begitulah keadaan orang – orang mukmin yang senantiasa beriman kepada Allah, beramal shalih dan penuh ketaatan kepada-Nya. Mereka akan dikembalikan ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal di dalamnya selama – lamanya, lagi menyaksikan wajah Tuhannya. Sungguh kebahagian yang tiada tara yang tak mampu diwakili oleh kata – kata.

Berbeda dengan neraka. Neraka adalah tempat kembali bagi orang – orang kafir yang ingkar terhadap semua perintah dan larangan Allah. ia adalah tempat yang paling ditakuti oleh semua anak cucu keturunan Adam. Semua takut terhadap neraka, hanya saja mereka tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya hingga terjerumus pada perilaku menyimpang selama hidupnya.

Di dalam neraka yang ada hanyalah siksaan yang teramat pedih. Tiada siksa di dunia ini yang menyamai pedihnya siksa neraka. Neraka berisikan api yang menyala – nyala, menjilat – jilat, yang siap membakar setiap penghuninya sebagai balasan atas keingkaran mereka selama menjalani kehidupan di dunia.

Seringan – ringan siksa di neraka adalah seorang yang menginjak batu kerikil yang karenanya mendidihlah ubun – ubunnya. Ia menganggap bila siksa itu adalah siksaan terberat penduduk neraka, namun nyatanya itu adalah siksa teringan yang ada di neraka. Lantas seperti apa siksa terberat penghuni neraka? Hanya Allah saja yang tahu.

Betapa mengerikan kehidupan manusia yang dimasukkan ke dalam neraka. Mereka mengalami penyesalan yang tiada tara. Namun, ibarat nasi sudah menjadi bubur, kembali ke kehidupan dunia untuk menebus semua kesalahan bagi mereka adalah hal yang mustahil.

Bila di surga wajah para penghuninya bercahaya, berseri – seri penuh dengan kebahagiaan, lain halnya dengan para penghuni neraka. Tiada senyum di wajahnya, kusut, muram, penuh dengan penyesalan. Al-Qur’an menggambarkan keadaan mereka dalam Surat al-Qiyamah (72); 24 – 25:

وَوُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ بَاسِرَةٌ (24) تَظُنُّ أَنْ يُفْعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ (25)

Artinya: Dan wajah – wajah orang kafir pada waktu itu muram. Mereka yakin bahwa akn ditimpakan kepadanya malapetaka yang dahsyat.

Saat bangun dari kuburnya, para calon penghuni neraka sudah muram wajahnya apalagi saat mereka telah dimasukkan kedalamnya. Tidak bisa digambarkan bagaimana keadaan wajahnya. Pastilah wajah mereka muram, semuram – muramnya, penuh dengan penyesalan, penyesalan dan penyesalan yang tiada ujungnya.

Di neraka orang – orang kafir akan menerima balasan atas apa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia. Siapapun orangnya, dia akan mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang dikerjakannya selama di dunia. Allah adalah Dzat Yang Maha Adil. Keadilan Allah mengharuskan untuk menempatkan seseorang pada tempat yang sesuai dengan amal perbuatan yang telah diperbuatnya. Tidak mungkin bagi Allah akan memberikan tempat yang sama bagi mereka yang taat lagi beriman dan mereka yang kafir lagi menyimpang. Semua akan dikembalikan pada tempat yang sesuai dengan usaha yang diusahakannya. Firman Allah dalam Surat al-Zalzalah (99); 7 – 8:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

Artinya: Barangsiapa yang berbuat kebaikan seberat dzarrah (biji sawi) maka ia kan melihatnya, dan barangsiapa berbuat kejelekan seberat dzarrah (biji sawi) maka iapun juga akan melihatnya. (Q.S. al-Zalzalah (99); 7 – 8)

Begitulah pada akhirnya manusia akan dikembalikan ke satu tempat di antara dua tempat kembali yang disiapkan Allah, Surga dan Neraka. Semua bergantung kepada manusianya, kemana ia akan menentukan arah kehidupannya. Akankah ia ingin memasuki surga yang penuh kenikmatan? Atau sebaliknya ingin memasuki neraka yang penuh dengan siksaan. Bila ia ingin ke surga, tiketnya murah, shalat lima waktu, beramal baik dan menjauhi keinginan nafsu. Sementara bila ingin memasuki neraka, tiketnya mahal, main judi, minuman keras, zina dan sebagainya dengan memperturutkan keinginan syahwatnya. Kemana saya dan anda menentukan pilihan? Nafsi, nafsi, nafsi…

Semoga bermanfaat…
Allahu A’lam…

Dari Kubro ke Kubro

Dari Kubro ke Kubro

Semenjak kemarin kamis, tanggal 13 April 2017 sampai Senin 18 April 2017 tadi malam, ponpes Kedunglo al-Munadhdharah yang berlokasi di desa Bandar Lor kecamatan Mojoroto kota Kediri, penuh sesak dengan jutaan pengamal Shalawat Wahidiyah yang berduyun – duyun datang dari seluruh pelosok nusantara hingga manca negara. Kehadiran mereka ini adalah untuk sowan kepada guru ruhani mereka Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. sekaligus berharap akan pancaran tarbiyah dan nadhdhrah yang istimewa dalam acara yang digelar setahun dua kali yang terangkai dalam resepsi Mujahadah Kubro. Dalam event Mujahadah Kubro kali ini, hadir para pengamal dari negeri tetangga Malaysia, Brunei dan yang lain.

Mujahadah Kubro dibagi menjadi lima gelombang, yaitu gelombang panitia, ibu – ibu, remaja, kanak – kanak dan bapak – bapak. Pembagian gelombang dalam rangkaian mujahadah kubro termasuk bagian dari perhatian perjuangan wahidiyah terhadap peran serta kaum ibu, remaja, kanak – kanak, dan bapak dalam perjuangan mulia indallah wa rasulihi SAW. untuk menyeru umat dan masyarakat kembali kepada Allah wa rasulihi SAW.

Alhamdulillah dalam kesempatan mujahadah kubro kali ini, saya masih mendapat kesempatan untuk turut serta hadir dan makmum di belakang beliau, Guru Ruhani, Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. Saya hadir pada gelombang kedua, malam Sabtu, keempat, minggu pagi, dan kelima yang merupakan acara puncak mujahadah kubro pada malam Senin, tadi malam. Sungguh merupakan satu kebahagiaan tersendiri khususnya bagi saya bisa hadir dalam acara ini, sekaligus menyowankan istri dan anak – anak kepada beliau. Semoga Allah memberi taufiq dan hidayah-Nya kepada kami sekeluarga, orang tua, kerabat, tetangga dan seluruh umat masyarakat untuk segera berbondong – bondong “Fafirru Ilallah wa Rasulihi SAW”.

Saya mulai aktif mengikuti kegiatan mujahadah kubro semenjak tahun 1999, tahun di mana pada sebelumnya saya belum pernah menginjakkan kaki di bumi Kedunglo karena kebandelan masa anak – anak. Saya selalu membuat alasan untuk menolak berangkat ke acara mujahadah kubro meski berulang kali kedua orang tua saya mengajak. Entah karena sudah merasa kehabisan alasan akhirnya saya berangkat ke mujahadah kubro, dan dalam hati kecil, saya meminta kepada Allah, ya Allah andai ini adalah amalan yang haq tunjukilah saya.

Alhamdulillah bak gayung bersambut, sepulang mujahadah kubro pertama kali, ada dorongan dalam hati saya untuk bermujahadah. Memang orang tua saya sudah pengamal semenjak kecil tetapi saya masih sulit untuk diajak mujahadah. Jangankan mujahadah yaumiyah, untuk mujahadah usbuiyah saya paling akhir di antara saudara saya yang lain.

Begitulah, sepulang mujahadah kubro, saya yang waktu itu mulai memasuki usia siswa aliyah, mulai ada dorongan dalam diri untuk melakukan mujahadah, tanpa ada yang menyuruh dan tanpa ada yang mengetahui. Saat itu saya biasanya tidur di mushalla bersama teman – teman tetangga rumah. Saya mulai mujahadah kalau teman – teman sudah tertidur. Alhamdulillah semenjak itu saya aktif bermujahadah, tentunya ya sesuai dengan kemampuan yang saya miliki.

Sepanjang perjalanan kubro saya melihat banyak peningkatan dari waktu ke waktu. Saat pertama mengikuti kubro, peserta mujahadah saat itu hanya berada di halaman ponpes Kedunglo. Semakin tahun semakin bertambah dan bertambah.

Saat ini, halaman ponpes Kedunglo sudah tidak mampu menampung peserta mujahadah kubro yang semakin banyak. Di sepanjang jalan raya Bandar sampai pasar Bandar penuh sesak dengan para mujahidin yang hadir, belum lagi mereka yang berada di gang – gang, di ruas – ruas jalan sempit bahkan di bantaran sungai brantas, penuh sesak dengan para mujahidin.

Dalam kesempatan kubro kali ini  Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. menceritakan bagaimana perjuangan wahidiyah di awal – awal munculnya. Wahidiyah lahir dari orang – orang yang tidak memiliki kelebihan secara lahiriyah. Secara kepemilikan ilmu orang – orang wahidiyah banyak yang tidak memiliki ilmu, bahkan banyak para ulama yang waktu itu mengatakan Mbah Yahi Abdoel Madjied Ma’roef, Q.S. wa R.A. tidak pernah mondok. Sindiran halus yang mngisyaratkan sebuah penghinaan. Secara pendanaan wahidiyah tidak memiliki dana, bahkan umumnya pengamal wahidiyah adalah masyarakat ekonomi kelas bawah. Sama halnya dengan Rasul yang kala itu pengikutnya dari kalangan miskin dan para budak. Jadi tidak ada yang bisa dibanggakan sama sekali, tetapi itulah yang justru disyukuri. Dengan tidak adanya hal yang bisa dibanggakan maka menurut Mbah Yahi, pengamal wahidiyah akhirnya banyak yang kemudian memperbanyak riyadlah dan mujahadahnya. Dengan semakin memperbanyak riyadlah dan mujahadah, maka Allah memberikan pertolongan-Nya kepada para pengamal wahidiyah.

Perlu dicatat bahwa di awal lahirnya, shalawat wahidiyah telah mendapat penentangan dari beberapa ulama. Mereka mempertanyakan tentang dasar, sanad dan lain sebagainya. Semua itu akhirnya diselesaikan oleh mbah yai dan para pendherek beliau dengan arif dan bijaksana. Bahkan pernah juga terjadi dialog antara para ulama dengan para ulama waktu itu yang pada akhirnya menyatakan bahwa shalawat wahidiyah adalah benar dan tidak bertentangan dengan syariat ajaran Islam, bahkan wahidiyah bersumber dari ajaran Islam dengan berlandaskan pada kitab – kitab salaf al-shalih.

Sebagian di antara pengontras juga memandang bahwa Mbah K.H. Abdoel Madjied Ma’roef, Q.S. wa R.A. tidak pernah mondok. Bahasa ini terasa halus, namun sesungguhnya menandaskan adanya keraguan yang mendalam, atau bahkan menghina. Tetapi begitulah Allah, ketika Ia berkehendak, tinggal berfirman, Kun Fayakun. Sama halnya dengan Rasul yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis. Tetapi Allah berkehendak menjadikannya Rasul. Justru ketidakmampuan Rasul dalam membaca dan menulis semakin menunjukkan kebenaran Islam. Demikian halnya dengan wahidiyah, kiranya tanpa kehendak Allah, tanpa fadlal-Nya, semua itu tidak akan terjadi dan bila melihat sisi keilmuan dan lamanya mondok, para pengontras tidak bisa menerima keberadaan wahidiyah. Memang hidayah tidak bisa dibeli dengan ilmu.

Disamping ada penolakan ada juga yang menanggapi dengan bijaksana. Ada yang mengatakan, kalau anda ingin tahu tentang haq tidaknya wahidiyah, silahkan dilihat dua tiga tahun kedepan. Bila wahidiyah adalah ajaran yang bathil, maka wahidiyah akan hancur, sebaliknya jika wahidiyah adalah ajaran yang haq maka wahidiyah akan eksis. Dan Alhamdulillah fakta telah membuktikan bahwa wahidiyah sampai saat ini masih tetap eksis bahkan semakin banyak pengikutnya. Usia wahidiyah sampai saat ini telah mencapai 54 tahun, sangat ironis bila masih ada orang yang mempertanyakan keberadaannya. Bahkan bila kembali mengaca kepada perjuangan awalnya, hampir – hampir tidak mungkin bahwa wahidiyah bisa mencapai kemajuan pesat sebagaimana sekarang. Tetapi itulah kehendak Allah, inilah bukti bahwa Allah selalu bersama dengan perjuangan ini.

Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. mendawuhkan bahwa perkembangan wahidiyah yang sedemikian pesatnya ini merupakan fadlal dan rahmat Allah. Tanpa pertolongan Allah, maka tidak mungkin shalawat wahidiyah mengalami perkembangan yang sedemikian hebantnya. Bahkan perjuangan wahidiyah saat ini telah memiliki perwakilan di seluruh nusantara, bahkan di luar negeri. Kenyataan ini tidak dipungkiri oleh siapapun. Ini adalah fadlal dan pertolongan Allah semata. Tanpa pertolongan Allah, semua itu tidak akan pernah terjadi.

Sebagai informasi bahwa perjuangan wahidiyah telah memiliki berbagai jenjang pendidikan mulai dari paud sampai dengan perguruan tinggi. Saat ini di berbagai daerah telah dibuka sekolah – sekolah wahidiyah dan pesantren, baik di Jawa maupun luar Jawa. Tahun kemarin di Malang diresmikan sembilan sekolah pada jenjang SMP. Sebentar lagi insya Allah akan didirikan pesantren di Nabire di atas tanah seluas 2,5 hektar, bahkan rencananya perjuangan wahidiyah juga akan membangun pesantren di Malaysia. Tetapi masih dalam tahapan proses yang tentunya juga memerlukan waktu kaitannya dengan administrasi dan sebagainya.

Perjuangan wahidiyah telah menjelma sebagai perjuangan yang mendunia. Tentu hal ini juga semakin memantapkan langkah perjuangan wahidiyah ke depan. Semakin banyak yang melirik perjuangan wahidiyah. Bahkan tadi malam beliau Kanjeng Romo K.H. Abdoel Lathief Madjied, R.A. mendawuhkan bahwa di Cianjur saat ini banyak di antara para remaja yang terkenal nakal sekarang mulai mengamalkan shalawat wahidiyah dan hal ini membuat para ulama di daerah tersebut merasa heran dengan keberadaan shalawat wahidiyah.

Begitulah perjuangan wahidiyah, wahidiyah bukan sekedar dibicarakan dengan lisan. Tetapi lebih dari itu wahidiyah harus diamalkan dan dirasakan. Betapa ruginya orang yang hanya membaca shalawat wahidiyah dan tidak mengamalkan. Banyak sekali fatwa dan amanat yang beliau sampaikan pada kesempatan mujahadah kubro. Penulis tidak bisa mengungkapkan secara keseluruhan karena keterbatasan penulis.

Dalam kesempatan kali ini beliau juga menekankan kepada seluruh peserta mujahadah agar kembali memperhatikan gerakan bathiniyah. Di zaman mbah yai banyak para pengamal yang mempeng dalam riyadlah dan mujahadahnya hingga dibukakan asrarnya, baik asrar ma’nawiyyah maupun asrar kauniyahnya. Banyak yang diberikan karamah. Oleh karenanya beliau kembali lagi mengingatkan agar para pengamal memperhatikan bathiniyahnya. Tetapi beliau juga mengingatkan kalau seandainya telah dibukakan asrarnya jangan sampai disintegrasi dari Kedunglo, kalau disintegrasi maka akan luntur.

Begitulah ditengah hiruk pikuk zaman akhir yang penuh dengan gemerlap dunia, beliau mengajak kepada para pengamal untuk kembali mengabdikan diri kepada Allah wa Rasulihi SAW dengan memperbanyak riyadlah dan mujahadah. Semakin memperbanyak prihatin untuk memperjuangkan umat dan masyarakat yang masih dikuasai nafsunya agar kemabali sadar “Fafirru Ilallah wa Rasulihi SAW”. Mudah – mudahan dalam waktu yang relatif singkat umat dan masyarakat akan kembali sadar kembali kepada Allah wa Rasulihi SAW. Mudah – mudahan bisa bersua dengan Kubro di tahun mendatang…

Semoga bermanfaat…

Allahu A’lam…

Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam

  Keluargo Ideal Sakjerone Agomo Islam   اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ (×٣) اُلله اَكبَرُ (×٣) اُلله أَكْبَرُ كُلَّمَا...