Arif dan Bijak Mensikapi Wabah


Arif dan Bijak Mensikapi Wabah

Awal tahun 2020, kita disuguhkan dengan berbagai fenomena kehidupan. Banjir akibat curah hujan sudah tidak lagi mampu ditampung oleh beberapa daerah di belahan nusantara, akibat berkurangnya resapan air disebabkan oleh banyaknya gedung, jalan tol, serta industri-industri yang kian merata. Problematika ideologi pancasila yang sempat menghangat serta beberapa kasus mengenai radikalisme yang sempat menghebohkan. Kini, muncul lagi fenomena wabah yang mendera, tidak hanya di bumi nusantara tercinta, namun juga menyerang hampir di seluruh belahan dunia, berupa virus corona.

Di artikel sederhana ini, tentu saya tidak akan mengkaji tentang virus corona secara akademis dan saintis. Bukan kapasitas saya. Jangan berharap pula bahwa tulisan ini menjadi solusi paling tepat bagi wabah yang mendera ini. Saya hanya sekedar melihat dari sisi bagaimana kita mesti mensikapinya.


Sebagian orang beranggapan bahwa merebaknya virus ini adalah akibat ulah tangan-tangan manusia, dalam arti sebagai akibat dari dosa-dosa yang telah dilakukan oleh manusia. Umumnya ini adalah kelompok agamawan. Allah telah murka, karenanya Ia mengirimkan pasukannya,-berupa virus corona, untuk mengingatkan umat manusia agar mereka kembali bertaubat kepada-Nya. Adapun dasar pijakan mereka adalah apa yang termaktub dalam al-Qur’an Surat  al-Rum (30); 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(Qs. Al-Rum (30); 41)

Dari sisi yang lain, kejadian ini diakibatkan oleh munculnya virus baru yang belum dikenal sebelumnya, belum diketahui dampak/akibat yang ditimbulkannya secara pasti dan juga belum diketahui apa obatnya secara pasti pula. Ini tentu dari sudut ilmu kesehatan,-meski detilnya jujur saya tidak paham. Karena itu, antisipasi sedini mungkin merebak dan menularnya virus ini harus diupayakan secara maksimal agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lantas bagaimana kita mensikapinya?

Bagi saya, munculnya perbedaan pensikapan terhadap munculnya wabah ini merupakan hal lumrah yang tidak perlu dibesar-besarkan. Rasa takut berlebihan, tidak kita perlukan dalam mensikapi merebaknya wabah penyakit ini, akan tetapi meremehkannya tentu bukan hal yang bisa dibenarkan.

Sebagai warga negara yang baik dan mukmin yang beriman, kita harus mensikapi hal ini dengan arif dan bijaksana. Mensikapi secara arif yang saya maksudkan di sini adalah kita menyadari sepenuhnya bahwa kemunculan wabah penyakit ini merupakan bagian dari takdir yang tidak bisa kita tolak. Karena itu, kita mesti sabar dan tawakkal kepada-Nya. Berserah diri sepenuhnya dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Boleh jadi memang, wabah ini merupakan akibat dari ulah tangan-tangan manusia, disebabkan kelalaian kita semua dari menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kita akui saja bahwa memang kita lebih sering berbuat maksiat daripada taat, karena memang kodrat manusia diciptakan lebih banyak dzalimnya daripada taatnya. Bukankah Allah sudah menash dalam al-Qur’an Surat Ibrahim (14); 34:

وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا إِنَّ الإنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ

Artinya: Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).(Qs. Ibrahim (14); 41)

Bagi saya, tidak perlu kita mencari pembelaan bahwa kita lebih banyak taatnya daripada maksiatnya. Sikap mengakui kesalahan,-menurut saya, lebih baik untuk semakin memperbaiki diri agar kita semakin bisa menyadari betapa agung dan kuasanya Allah Swt.

Bagi yang memandang bahwa ini ujian, sah-sah saja. Dengan demikian maka rasa optimis akan semakin kuat dan karenanya iman semakin mantap pula.

Pensikapan yang kurang tepat,-menurut saya, adalah dengan meremehkan wabah virus ini. Menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak perlu diperhatikan sehingga berujung pada ‘sembrono’ dalam menyikapinya. Tidak boleh takut, iya, karena yang mestinya ditakuti hanya satu Allah Swt., tetapi dengan meremehkan ciptaan-Nya, kita harus khawatir jangan-jangan kita menjadi meremehkan-Nya. Bukankah ini termasuk hal yang dilarang?

Bijak yang saya maksudkan adalah sebagai seornag mukmin sekaligus warga negara yang baik, tetap kita husnudzan apa yang menjadi ketentuan Allah ini harus kita terima serta mengikuti saran dari aparatur pemerintah terkait antisipasi semakin meluasnya virus ini. Bukankah taat kepada ulil amri diperintahkan dalam agama?

Dengan mengikuti apa yang menjadi saran dari ulil amri, kewaspadaan kita semakin meningkat. Kita tidak terjebak pada hal-hal yang bisa menjerumuskan pada urusan ‘meremehkan’ ciptaan-Nya. Wabah ini makhluk-Nya, kita yakin itu. Karena itu mengembalikan semuanya kepada-Nya adalah alternatif terbaik dengan tidak meninggalkan sisi manusia dengan ikhtiar dan berusaha mencegah persebarannya.

Komentar

  1. Semoga keadaan akan segera membaik pak 🙏, dengan kita menaati peraturan pemerintah dan berusaha mencegah virus corona.

    BalasHapus
  2. Aamiin yaa Rabb...

    Semoga ALlah segera memberi pertolongan kepada semua umat manusia. aamiin.

    BalasHapus

Posting Komentar