Rajabiyah di Tengah Merebaknya Virus Corona
Beberapa waktu belakangan ini, warga dunia digegerkan oleh wabah penyakit yang belum diketahui
obatnya, yakni covid-19 yang lebih dikenal dengan virus corona. Merebaknya virus
ini, menjadi kontroversi di tengah public karena dampaknya yang cukup
mengejutkan. Sekolah-sekolah dihimbau untuk melakukan pembelajaran jarak jauh,
menghindari kegiatan yang melibatkan banyak orang,
sebagai upaya untuk mengantisipasi menularnya wabah penyakit ini.
Di tengah situasi ini, warga masyarakat di
lingkungan saya, alhamdulillah tetap bisa menjalankan aktifitasnya dengan baik,
termasuk di antaranya melaksanakan peringatan rajabiyah dalam rangka
memperingati peristiwa Isra’ mi’raj Nabi Muhammad Saw. Pada kesempatan kali
ini, ta’mir mushalla merawuhkan KH. Agus Isa Mahin, sebagai penyampai “Mau’idhah
Hasanah”.
Berkenaan dengan wabah corona yang
menggegerkan masyarakat ini, beliau menghimbau agar semua jamaah tetap tenang,
waspada dan tidak panik. Takut itu wajar, tetapi jangan sampai rasa takut itu
berlebihan sehingga bisa menjadikan kita, kehilangan rasa iman dan taqwa kita
kepada Allah Swt. yang memberi kehidupan. Sepatutnya, takut kita diarahkan
kepada Sang Pemilik Kehidupan karena Dia-lah yang berhaq untuk memberi
kehidupan dan kematian.
Beliau menegaskan bahwa garis kehidupan sudah
ditentukan. Hidup dan mati telah ditentukan waktunya. Kapan tiba waktunya,
tidak ada seorangpun yang bisa memajukan atau menundanya. Ikhtiar merupakan
perintah yang diwajibkan, karena itu, tetap sebagai seorang mukmin seharusnya
istiqamah dalam ikhtiar. Adapun ketika ikhtiar telah dilakukan, jangan
memaksakan apa yang menajadi keinginan, karena penentunya hanya Allah Swt.
Beliau menceritakan sebuah kisah tentang
seorang yang hidup di masa Nabi Sulaiman As. Suatu saat, pemuda itu berada
dalam satu majlis bersama Nabi Sulaiman. Datanglah seorang tamu yang
menyeramkan. Ia menatap pemuda tersebut, dengan tatapan tajam terus menerus,
tanpa mengalihkan pandangan matanya.
Saat selesai majlis tersebut, dan tamu itu
telah beranjak, pemuda itu bertanya perihal siapa tamu itu. Sulaiman menjawab
bahwa ia adalah Malaikat Izra’il yang ditugaskan untuk mengambil nyawa pemuda
tersebut. Pemuda itu ketakukan dan meminta Sulaiman supaya memerintahkan angin
agar membawanya ke Hindia karena takut nyawanya diambil Izra’il. Sulaiman tersenyum
dan menuruti apa yang diminta pemuda itu.
Rupanya pemuda itu takut mati, dan tahukah
anda, mengapa Nabi Sulaiman tersenyum? KH Agus Isa Mahin menjelaskan bahwa saat
Malaikat Izra’il ditanya oleh Sulaiman perihal kedatangannya, ia mengatakan
bahwa ia akan mencabut nyawa pemuda itu di Hindia, menurut catatannya, namun
pemuda itu masih ada di majlis Sulaiman yang jauh dari negeri Hindia.
Apa hikmahnya, kematian telah ditentukan
waktu, tempat dan bagaimana caranya. Karena itu menurut beliau ikhtiar tetap
dilakukan, tetapi jangan terlalu larut dalam arus kepanikah sehingga tauhid
kita menjadi hilang. Beliau mengajak untuk semakin memperbanyak meminta
pertolongan Allah melalui shalat dan do’a.
Wabah penyakit selalu ada di setiap masa. Tidak
hanya saat ini. Karena itu,-dawuh beliau, kita ikuti tuntunan para ulama dan
kyai, terutama perbanyak do’a yang diwariskan oleh Wali Songo. Dawuh beliau
Wali Songo memiliki do’a yang digunakan untuk menangkal merebaknya wabah
penyakit dengan tawasul kepada lima pusaka yang berwujud manusia, yaitu
Rasulullah Saw., Ali Karramallahu Wajhah, Fatimah al-Zahro’ dan kedua putranya
Hasan dan Husain. Do’a itu berbunyi, “Lii khamsatun uthfi’ biha harral waba’
al-hathimah al-Musthafa wa al-Murtadha wabnaahuma wa Faathimah”, artinya
saya mempunyai lima pusaka yang dengannya, bisa memadamkan panasnya wabah
penyakit, al-Musthafa (Nabi Muhammad Saw), al-Murtadha (Ali bin Abi Thalib),
kedua putranya (Hasan dan Husain) dan Fathimah.
Berkenaan dengan peringatan Isra’ Mi’raj hal
terpenting adalah shalat lima waktu. Beliau mengak seluruh jamaah yang hadir
untuk senantiasa menjaga shalat lima waktu. Jangan sampai kepanikan yang
terjadi menjadikan kita semua takut untuk mengikuti jamaah shalat, takut ke
masjid dan sebainya. Menurut beliau, hal ketakutan berlebihan hingga
menyebabkan kita meninggalkan kewajiban kepada Allah Swt. bukan hal yang tepat.
Waspada penting, ikhtiar wajib dan tawakkal tetap harus ditanamkan di dalam
hati.
Komentar
Posting Komentar