Dimensi Horisontal Puasa



Dimensi Horisontal Puasa

Jika puasa memiliki dimensi vertikal, tentunya ia juga memiliki dimensi horisontal. Dimensi horisintal di sini saya artikan sebagai atsar atau pengaruh yang akan diberikan oleh ibadah puasa kepada pelakunya dalam menumbuhkan sikap peduli dan peka terhadap apa yang ada disekelilingnya.

Puasa selain memiliki tujuan untuk membentuk keshalihan individu dalam diri seorang mukmin, juga dimaksudkan untuk membentuk pribadi seorang mukmin yang peka terhadap apa yang ada diluar dirinya. Boleh jadi nasib yang di alami oleh mereka yang kekurangan, sehari makan sehari puasa atau juga keadaan lingkungan yang membutuhkan kepekaan sehingga mampu memberikan kontribusi yang positif.

Saat menjalankan puasa seorang mukmin dilatih untuk berlaku disiplin pada dirinya sendiri. Bayangkan saja dalam seharian mereka harus menahan lapar dan dahaga, padahal ada kesempatan bagi mereka, -seandainya mau, untuk makan dan minum tanpa seorangpun tahu selain Allah. Akan tetapi nyatanya keimanan mereka telah menjadikannya pribadi yang mampu untuk mendisiplinkan diri sehingga tidak tergoda oleh bujuk rayu yang lain.

Kedisiplinan diri sangat penting dalam perilaku sehari – hari bersama dengan masyarakat dan umat pada umumnya. Seorang yang memiliki sikap disiplin, tentu tidak akan melakukan tindakan – tindakan yang berbahaya bagi dirinya dan juga orang lain. Disiplin diri akan memberikan dampak positif bagi teraturnya kehidupan sosial dalam masyarakat.

Puasa juga melatih seseorang untuk memiliki rasa tanggung jawab. Tanggung jawab penting bagi semua orang. Tanggung jawab juga dibutuhkan dalam kehidupan sosial. Seringkali dalam kehidupan, seseorang mempercayakan suatu amanah kepada seseorang. Dalam kehidupan bernegara misalnya, perlu ada seorang yang dijadikan pemimpin. Tidak bisa dibayangkan seandainya saja tidak ada seorang pemimpin dalam negara. Pasti keadaannya akan terasa sangat kacau. Nah, pemimpin yang dipilih semestinya memiliki rasa tanggung jawab. Tanggung jawab bahwa ia adalah seorang pelayan masyarakat yang siap untuk mengemban amanah, membawa masyarakat pada kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Puasa termasuk bagian dari cara melatih diri agar memiliki rasa tanggung jawab. Bila tanggung jawab itu telah tertanam dalam diri seorang mukmin, tentu dalam kesehariannya sebagai seorang mukmin, ia akan bertanggung jawab dalam menjalankan amanah yang diemabannya. Sebaliknya, tidak adanya sikap tanggung jawab akan menjadikannya sebagai pemimpin yang dlalim, korup dan bahkan menciptakan berbagai kondisi yang tidak diinginkan oleh setiap rakyat yang dipimpinnya.

Puasa juga melatih seorang mukmin untuk berlaku sabar. Bagaimana tidak? Saat puasa seseorang pasti merasakan lapar dan dahaga. Tidak jarang rasa lapar dan dahaga itu dirasakan sangat, karena panas yang berlebih atau faktor lain yang bisa saja melatar belakanginya. Namun, sekali lagi keimanan seseorang kepada Allah menuntunnya untuk menjadi pribadi yang mampu bersabar dan menahan diri. Sabar dan menahan diri dari memperturutkan hawa nafsu.

Dalam kehidupan ini, seringkali kita dihadapkan dengan berbagai persoalan yang terkadang, atau bahkan kerap kali menjadikan diri kita emosi. Emosi yang meluap terkadang tidak bisa dikendalikan sehingga menjadikan pelakunya, melakukan hal – hal ataupun tindakan yang tidak sesuai dengan akal dan nurani sehatnya. Saat emosi cenderung seseorang kehilangan sebagian besar dari akal sehatnya sehingga terjebak dalam bujukan nafsu yang menyesatkan.

Puasalah salah satu sarana dalam mengendalikan emosi itu. Orang yang puasa tidak akan mudah terbawa oleh arus emosi yang diluar kendali. Dengan berpuasa seseorang belajar untuk selalu menguasai dirinya dari tekanan emosi. Dengan pembiasaan puasa, lambat laun seseorang akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan nafsu itu.

Pengendalian diri ini penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan kemampuan mengendalikan diri, maka seseorang tidak akan mudah menyakiti hati orang lain. Saat emosinya tersulut ia berusaha tersenyum sehingga bukan perseteruan yang ada melainkan kedamaian yang terasa. Puasalah yang menjadi latihan bagi pribadi seorang mukmin untuk berusaha mengendalikan dirinya.

Puasa juga melatih seseorang memiliki kepekaan kepada orang lain. Dengan puasa dan menahan lapar dan dahaga, kita bisa merasakan nasib saudara – saudara kita yang berada pada garis kemiskinan. Mungkin kita bisa makan setiap hari, karena Allah memberikan rizki lebih untuk kita. Tetapi mungkin hal itu tidak berlaku bagi saudara kita yang lain. Rizki yang diberikan Allah kepadanya hanya cukup untuk makan sehari sementara sehari yang lain atau bahkan lebih, mereka terpaksa untuk menahan lapar dan dahaga, atau bahkan harus mengorek sisa – sisa makanan yang ada di tempat sampah.

Saat berpuasalah saat yang sangat tepat bagi kita untuk bisa merasakan apa yang selama dirasakan oleh mereka yang berada dibawah garis kemiskinan. Tentu harapan syariat tidak hanya sekedar merasakan hal yang sama, yang dirasakan oleh mereka yang berada dibawah garis kemiskinan. Harapan besarnya adalah agar tumbuh dalam diri orang tersebut untuk peka serta tergerak hatinya untuk membantu mengentaskan mereka dari garis kemiskinan tersebut. Setidaknya andai mereka belum bisa untuk turut serta membantu mereka keluar dari keterpurukan, ada kemauan dalam diri mereka untuk sekedar mengulurkan tangan, memberi bantuan kepada mereka yang sedang  membutuhkan.

Puasa dapat mlunakkan hati yang keras sehingga memiliki empati kepda mereka yang sedang kesusahan. Oleh karenya sudah seharusnya seorang mukmin berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjalankan puasa. Menjalankan puasa dengan kesungguhan hati sehingga mampu menjadikannya sebagai pribadi yang memiliki keshalihan individu dan juga keshalihan sosial. Semakin banyak mereka yang memiliki kepedualian dan kepekaan terhadap apa yang menimpa sekitarnya, secara otomatis semakin terbuka harapn untuk kemajuan bangsa. Kemajuan dan kesejahteraan yang menjadi harapan semua orang. 

Semoga Bermanfaat....
Allahu A'lam...

Komentar