Penutupan Dirasah Qur'aniyyah



Penutupan Dirasah Qur’aniyyah Angkatan II
(Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung di Ponpes ‘Usysyaqil Qur’an)

Kamis, 15 Juni 2017, Ma’had al-Jami’ah kembali menggelar acara penutupan “Dirasah Qur’aniyyah” yang dipusatkan di Ponpes ‘Usysyaqil Qur’an, Kaliwungu, Ngunut, Tulungagung. Dirasah Qur’aniyyah ini adalah angkatan ke II, setelah sebelumnya juga dilaksanakan dirasah qur’aniyyah di tempat yang sama pada liburan semester ganjil.

Berbeda dari dirasah qur’aniyyah sebelumnya, dirasah qur’aniyyah liburan semester genap ini juga diikuti peserta putra, mahasantri IAIN Tulungagung. Akan tetapi karena momentnya yang hampir bersamaan dengan UAS dan Ramadlan, maka peserta kegiatan ini tidak sebanyak angkatan pertama, kurang lebih sekitar 2/3 dari peserta sebelumnya. Namun demikian kiranya kegiatan ini bisa berjalan sesuai dengan harapan.

Penutupan acara ini dilaksanakan pada Kamis, 15 Juni 2017, tepatnya sore hari dan diteruskan dengan buka bersama, peserta, pengelola ma’had dan warga sekitar. Penutupan ini berlangsung sederhana namun penuh dengan makna, apalagi berbarengan dengan moment puasa Ramadlan. Semakin menambah hikmatnya acara penutupan.

Pada sambutannya pengasuh dan pembimbing dirasah Qur’aniyyah, Ustadz K. Ahmad Marzuki, S.Th.I, M.Pd.I, pengasuh Ponpes ‘Usysyaqil Qur’an yang juga salah satu dosen luar biasa (DLB) IAIN Tuluangagung, menyampaikan banyak terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Ma’had al-Jami’ah, khusunya mudir Ma’had al-Jami’ah, Dr. K.H. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag. atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya untuk menjadi pembimbing sekaligus pendamping mahasantri dalam program dirasah Qur’aniyyah ini. Beliau juga menyampaikan permohonan maaf apabila dirasah qur’aniyyah kali ini kurang maksimal karena banyaknya mahasiswa yang mesti bolak – balik ke kampus karena masih ada urusan perkuliahan yang belum terselesaikan.

Mahasantri yang diwisuda dan diberikan sanad pada dirasah Qur’aniyyah kali ini sejumlah 3 orang mahasantri. Satu bil-Ghaib dan yang lain bi al-Nadhr. Tentunya sekali lagi hal ini disebabkan karena masih terbenturnya kegiatan mahasantri dengan berbagai agenda kuliah yang menyita waktu dan perhatiannya sehingga belum bisa fokus pada dirasah qur’aniyyah secara maksimal. Beliau juga menaruh harapan besar, mudah – mudahan keistiqamahan dirasah Qur’aniyyah ini bisa terus dijaga dan dipertahankan. Beliau menandaskan bahwa istiqamah adalah hal yang paling pokok dalam dirasah Qur’aniyyah.

H. Amanuddin selaku tokoh masyarakat dan ta’mir masjid “Baitul Muhajirin”, tempat di mana dirasah Qur’aniyyah diselenggarakan, juga menyampaikan dukungan penuh kepada program yang diusung oleh Ma’had al-Jami’ah IAIN Tulungagung ini. Beliau juga menaruh harapan besar agar agenda serupa tetap bisa istiqamah dilaksanakan di ponpes ‘Usysyaqil Qur’an ini. 

Selain itu beliau juga menyampaikan banyak terima kasih atas terselenggaranya acara ini, sedikit demi sedikit image yang dimiliki oleh Desa Kaliwungu semakin terangkat. Setidaknya sudah ada dua pesantren yang mulai berkembang di Kaliwungu. Pertama adalah pesantren yang di asuh oleh K.H. Muhson Hamdani, salah satu menantu dari Dzurriyah Ponpes MHM Ngunut Tulungagung dan satu lagi Ponpes ‘Usysyaqil Qur’an yang dirintis oleh Ustadz K. Ahmad Marzuki ini. Beliau juga berdoa semoga ustadz Marzuki segera bisa membangun asrama pondok untuk mahasantri. Alhamdulillah menurut beliau, ustadz Marzuki telah membeli sebidang tanah yang rencananya digunakan sebagai tempat asrama mahasantri. Amin.

Sementara dalam sambutannya sekaligus mau’idzatul hasanahnya, Mudir Ma’had al-Jami’ah, Dr. K.H. Muhammad Teguh Ridlwan, M.Ag. menyampaikan banyak terima kasih kepada ustadz Ahmad Marzuki dan segenap ta’mir dan warga sekitar yang telah sudi menerima mahasantri IAIN Tulungagung untuk tinggal beberapa saat dalam mengikuti program dirasah Qur’aniyyah di Ponpes ‘Usysyaqil Qur’an. Beliau juga meminta maaf kalau seandainya ada hal – hal yang kurang berkenan selama mahasantri tinggal di Ponpes tersebut. Beliau juga berharap semoga kegiatan serupa bisa dilaksanakan dengan baik dan lebih maksimal lagi. Beliau juga memaklumi kekurang maksimalan program kali ini, karena memang agendanya disaat moment yang berbarengan dengan UAS dan Pesantren Kilat Ramadlan Ma’had al-Jami’ah.

Dalam mau’idzahnya beliau mengulas tentang keutamaan orang yang belajar al-Qur’an. Beliau juga menyampaikan betapa istimewanya orang yang belajar al-Qur’an. Menyitir sebuah hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa, sebaik – baik kalian adalah orang yang mau mempelajari al-Qur’an dan mau mengamalkannya. Oleh karenanya beruntung sekali orang yang mau untuk mempelajari al-Qur’an dan mau mengamalkannya karena ia akan menjadi umat terbaik.

Menurut beliau al-Qur’an turun bukan hanya sebagai kitab, namun juga petunjuk. Kalau sekedar kitab suci, maka diletakkan saja sudah selesai, namun jika al-Qur’an itu adalah petunjuk, maka kemanapun kita berada, al-Qur’an selalu menyertainya. Memang demikian seharusnya. Al-Qur’an harus mampu menjadi ruh setiap umat Islam sehingga mampu menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia selama di dunia.

Kaitannya dengan Ramadlan, beliau juga menyampaikan petunjuk al-Qur’an yang berkaitan dengan Ramadlan khususnya malam lailatul Qadar. Lailatul Qadar adalah malam yang menjadi rahasia Allah SWT. Namun, kalau kita mau mencari petunjuk al-Qur’an, maka kata lailatul Qadar itu disebut sebanyak tiga kali. Kata itu hanya terdapat pada Surat al-Qadar. Sementara itu kata lailatul Qadar terdiri dari Sembilan huruf. Maka, bila kita kalikan Sembilan kali tiga ketemunya adalah dua puluh tujuh.

Al-Qur’an sungguh mengagumkan. Tidak ada kata kebetulan dalam al-Qur’an. Yang ada hanya petunjuk Allah bagi mereka yang mau untuk mengambil petunjuk darinya. Jumlah kata yang ada dalam Surat al-Qadar adalah tiga puluh. Sementara kata yang ke dua puluh tujuh, adalah kata dlamir “Hiya” yang marji’nya kembali kepada lailatul Qadar. Hal inilah yang kemudian mendorong para ulama mengambil kesimpulan, bahwa paling diharapkannya turunnya lailatul Qadar adalah pada malam ke dua puluh tujuh dari bulan Ramadlan.

Sekali lagi ini hanyalah ijtihad dan tafsir para ulama. Oleh karenanya, yang paling unggul adalah tetap memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan yang ada di bulan Ramadlan untuk memperbanyak ibadah dan mendekat kepada Allah SWT. Adapun ikhtilaf di antara para ulama berkaitan dengan kapan turunnya, bolehlah kita pakai sebagai rujukan. Setiap detik dan waktu yang berlalu dari Ramadlan adalah hal istimewa bagi kehidupan kita, umat Islam. Sungguh beruntung orang yang mau memanfaatkannya dan sungguh merugi orang yang menyia – nyiakannya. Semoga kita bersua dengan Ramdlan yang akan datang.

Selanjutnya acara dirasah Qur’aniyyah di tutup dengan mengucapkan syukur kepada Allah dan dilanjutkan dengan do’a, menyantap ta’jil, shalat maghrib berjamaah dan jamuan berbuka bersama. Sampai ketemu di “Dirasah Qur’aniyyah” yang akan datang.

Semoga Bermanfaat...
Allahu A'lam....

Komentar