Puasa itu Milik-Ku



Puasa itu Milik-Ku

Puasa memang amal ibadah yang didalamnya banyak mengandung rahasia. Rahasia yang hanya bisa diungkap oleh mereka yang telah disingkap’ainul bashirahnya hingga mampu memahami semua hikmah yang tersimpan dalam setiap hal yang terjadi dalam kehidupan ini. Bukan hal yang mudah untuk meraih hal itu, namun bukan pula hal yang tidak mungkin asalkan mau bersungguh – sungguh dalam berusaha. Tentu tidak hanya dengan usaha dzahir, tetapi justru usaha bathin.

 

Bila usaha dzahir senantiasa diidentikkan dengan memenuhi semua gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, olahraga secara teratur dan sebagainya, lain halnya dengan usaha bathin. Usaha bathin lebih mengedepankan riyadlah dengan sungguh – sungguh yang dibarengi dengan keberanian untuk “mlinter usus meres moto”, artinya banyak puasa dan mengurangi tidur dan banyak menangis kepada Allah SWT. Mengapa demikian? Ya memang begitu kalau ingin memotensikan kekuatan bathiniyah yang ada dalam diri seseorang. Ah.. tetapi dalam tulisan ini saya tidak akan membahasa itu. Sekali lagi ini masih Ramadlan, karenanya pembahasan saya ya, seputar puasa.

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah SWT berfirman, 

قال رسول الله {صلى الله عليه وسلم} إن الله يقول إن الصوم لي وأنا أجزي به إن للصائم فرحتين إذا أفطر فرح وإذا لقي الله عز وجل فجزاه فرح والذي نفس محمدٍ بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك (رواه مسلم)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Sesungguhnya puasa itu milik-Ku, dan Aku yang akan memberikan balasan (pahala), Sesungguhnya bagi seorang yang berpuassa itu ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Allah Azza wa Jalla kemudian Ia memberikan balasan (pahala), maka ia bergembira. Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada ditangan-Nya, Sungguh bau (bacin) mulut seorang yang berpuasa lebih wangi bagi Allah daripada bau wangi minyak misik.” (H.R. Muslim)

Puasa adalah amal ibadah milik Allah. Satu – satunya amal ibadah yang oleh Allah diaku sebagai melik-Nya, ya hanya puasa. Lantas mengapa Allah SWT mengaku bahwa puasa adalah milik-Nya dan Dia sendiri yang akan memberikan pahala kepada seorang yang puasa? Inilah yang sesungguhnya harus mencoba kita cari permasalahannya.

Ibadah, apapun bentuknya mudah untuk ditebak dan diketahui oleh orang lain. Lain halnya dengan puasa. Puasa adalah ibadah siri yang hanya diketahui oleh yang punya dan Allah SWT. Saat berpuasa, maka sesungguhnya seseorang diuji oleh Allah SWT untuk membuktikan kepada-Nya sebesar apa iman yang ada didalam hatinya. Adakah iman yang seringkali dibicarakan dan diakuinya itu sesuai dengan kenyataan yang ada dalam hatinya atau tidak. Tentu orang lain tidak akan mengetahui akan hal itu. Yang tahu hanya dia dan Allah.

Banyak sekali umat Islam yang mengaku bahwa dirinya iman kepada Allah dan Rasul-Nya, namun nyatanya, fakta menunjukkan lain. Mengaku iman, tetapi seringkali melakukan hal – hal yang tidak sesuai dengan syariat yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya. Mengaku beriman kepada Allah, namun nayatanya saat bulan suci Ramadlan masih saja tidak mau untuk melakukan ibadah puasa. Padahal, lebaran masih jauh mereka sudah kebingungan “ubo rampen” lebaran, padahal tidak puasa. Ini fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh siapapun, terutama umat Islam. Berapa banyak umat Islam yang siang hari di bulan Ramadlan masih saja nongkrong di warung, menghisab rokok, minum teh dan kopi dan sebagainya. Tentu mereka sadar bahwa itu adalah hal yang tidak benar, namun tetap saja dilakukan.

Nah, karena puasa adalah amal siri yang hanya Allah dan diri orang tersebut yang tau, maka Allah mengumumkan dalam hadits Qudsi tersebut, bahwa puasa adalah milik-Nya, bukan milik hamba-Nya. Oleh karenya Dialah yang akan memberi pahala kepada mereka yang berpuasa. Berapa besar pahalanya? Hanya Dia yang tahu, yang jelas sebesar ketulusan hatinya, dan seberapa besar keimanannya dalam menjalankan amal puasa tersebut.

Karena ibadah adalah amal yang rahasia, tentunya bukan hal yang dibenarkan apabila seseorang membanggakan amal puasanya dihadapan orang lain. Amal apapun bentuknya, termasuk didalamnya adalah puasa, apabila hanya dijadikan sebagai media untuk saling unjuk kebaikan, maka akan hilang barakah pahalanya karena telah bercampur dengan ujub dan riyak. Banyak orang yang terjerumus pada persoalan ini, namun sayangnya banyak sekali di antara mereka yang tidak merasa akan hal itu.

Selain itu dalam hadits di atas juga diterangkan bahwa bagi seorang yang berpuasa ada dua kebahagaian, ketika berbuka dan saat bertemu dengan Tuhannya. Kebahagiaan pertama adalah kebahagiaan seorang yang puasa saat ia berbuka. Peribahasa mengatakan berakit – rakit ke hulu, berenang ke tepian, bersakit – sakit dahulu, bersenang – senang kemudian. Orang puasa akan merasakan betapa nikmatnya menyantap makanan saat mereka berbuka. Mengapa demikian, karena seharian perut mereka kosong, tidak terisi oleh makanan dan minuman sama sekali sehingga saat mereka mulai untuk menyantap makanan untuk berbuka, hal ini adalah satu kebahagiaan tersendiri baginya. Bedakan saja saat anda makan, tetapi bukan pada saat puasa dan dengan makan berbuka saat puasa. Tentu anda bisa merasakan.

Kebahagiaan kedua bagi orang yang berpuasa adalah saat ia bertemu dengan Tuhannya. Sungguh tidak ada kebahagiaan selain bertemu dengan Tuhan di akhirat. Orang yang berpuasa, ia sesuai dengan hadits di atas ia akan merasakan kebahagiaan saat bertemu dengan Tuhannya, kemudiaan Tuhannya memberi balasan atas puasanya. Semoga kita termasuk ke dalam orang – orang yang bisa bertemu dengan Tuhan. Melihat-Nya sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, bahwa orang – orang yang beriman akan melihat Allah besok di surga. Tentu ini adalah kabar gembira bagi mereka yang berpuasa, bahwa mereka termasuk orang yang beriman kepada Allah.

Bagaimana tidak beriman? Andai saja tidak ada dalam diri dada seseorang rasa iman kepada Allah, pastilah mereka akan mencuri waktu untuk makan dan minum saat orang lain tidak mengetahuinya. Tetapi tidak bagi orang yang beriman. Orang yang beriman tetap akan menjalankan puasa, meski tidak ada seorangpun yang tahu kalau ia makan dan minum. Seorang beriman tidak akan memanfaatkan peluang untuk berbuat durhaka untuk berbuat maksiat. Sebaliknya seorang yang beriman akan tetap dalam keimanannya meski tidak seorangpun melihatnya, karena, dia yakin, Allah selalu melihatnya di manapun dan kapan pun dia berada. Nah, di sini lah beda antara mereka yang beriman dan tidak.

Selain itu bau (bacin) mulut orang yang berpuasa ternyata menurut Allah lebih wangi daripada bau minyak misik. Sungguh ini menunjukkan betapa senang-Nya Allah dengan mereka yang mau berpuasa. Ridla Allah akan selalu diberikan kepada mereka yang mau berpuasa. Oleh karenanya betapa meruginya mereka yang tidak mau berpuasa di bulan suci Ramadlan khususnya karena mereka tidak akan mendapat Ridla-Nya. memang urusan Ridla-Nya, hanya dia yang tahu. Tetapi minimal dengan memahami hadits tersebut kita tahu bahwa dengan keikhlasan hati seorang yang berpuasa, maka Allah akan melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya pada orang yang berpuasa.

Semoga Bermanfaat...
Bermanfaat...



Komentar