Pancasila dan Kesempurnaan Iman
Pasca ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila dan libur
nasional, belakanga kita banyak disuguhi berbagai berita heboh yang berkaitan
dengan ideology bangsa ini. Tak tanggung – tanggung diberbagai media sosial banyak
bertebaran berbagai berita, status, foto dan sebagainya yang berkaitan
dengannya. Belum lagi isu akan adanya kudeta terhadap pemerintahan yang sah
sebagai sebuah bentuk protes segelintir orang yang menghendaki system
pemerintahan dengan system kekhilafahan dan sebagainya. Mereka yang anti
Pancasila mengatakannya sebagai thaghut, system pemerintahan kafir dan
seterusnya. Di sisi lain, mereka yang mendukung pancasila menyuarakan dengan
lantang, Pancasila sebagai ideolgi negara yang sah dan NKRI harga mati. Menurut
pengamatan saya, sesungguhnya semua itu juga tidak lepas dari bergulirnya isu
SARA yang turut serta mewarnai PILKADA DKI.
Saya tidak akan berbicara mengenai politik, apalagi mengulasnya,
karena itu bukan bidang saya. Saya hanya ingin mencoba sedikit menulis
pandangan saya mengenai Pancasila, tentu sesuai dengan kapasitas keilmuan yang
saya punya. Benarkah bahwa ideology ini adalah ideology thaghut atau bahkan
ideologi kafir? Mungkin ada di antara pembaca yang berpendapat demikian, tetapi
tidak bagi saya. Saya meyakini ideology Pancasila sebagai sebuah ideology yang
terlahir dari rahim ajaran Islam, diramu oleh para ulama dan founding father
bangsa ini sehingga terasa fleksibel dan tidak kaku. Itu menurut saya.
Pancasila disimbolkan dengan burung Garuda dengan membawa sebuah
tulisan yang berbunyi, “Bhineka Tunggal Ika.” Kelima sila itu, pertama,
ketuhanan yang maha esa, kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab, tiga,
persatuan Indonesia, empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Ketuhanan yang maha esa, yang merupakan sila pertama dalam
Pancasila, sesungguhnya adalah simbol pengakuan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
itu esa/tunggal. Tuhan tidak berbilang. Karenanya Ia memiliki kuasa mutlak atas
apa yang menimpa manusia secara keseluruhan tanpa ada yang mampu menolak
keinginan-Nya. Sila ini sesungguhnya adalah cerminan dari ajaran Islam yang
mengajarkan kepada umatnya bahwa Allah itu esa, tunggal, tidak beranak dan
diperanakkan. Ialah tempat bergantung dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Perhatikan
kandungan Surat al-Ikhlas (112); 1-4:
قُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Artinya: Katakanlah (hai Muhammad) Dialah Allah yang esa. Allah
tempat bergantung. Ia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tiada
seorangpun yang menyamai-Nya. (Q.S. al-Ikhlas (112); 1-4)
Sila pertama ini juga selaras dengan syahadat tauhid yang intinya
adalah mengesakan Allah. Menafikan segala bentuk tuhan yang disembah
selain-Nya. Ini lah kehebatan dan kebijakan yang ditempuh oleh para ulama dan
founding father bangsa ini. Jadi sila di mana letak ke thaghut- annya?
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Islam mengajarkan kepada
umatnya agar mereka tidak hanya memiliki keshalihan vertical belaka, namun
hendaknya setiap muslim juga memiliki keshalihan sosial. Bahkan mayoritas ayat
al-Qur’an membahas hubungan antara yang satu dengan lainnya. Ini menandakan bahwa
Islam sangat menghargai manusia. Rumusan hubungan manusia dalam islam dikenal
dengan istilah hablun minallah, hablun min al-Nas dan hablun min al-Alam.
Begitulah adanya.
Sila ini menghendaki adanya hubungan saling menghargai antara satu
dengan yang lain, memperlakukan sesama secara adil dan sesuai dengan nilai –
nilai yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di hadapan hukum,
semua memiliki kedudukan yang sama. Perbedaan hanyalah untuk dikenali dan
dipahami, bukan dijadikan masalah yang berujung pada perpecahan. Secara tegas
al-Qur’an menyebutkan keberagaman dan kesamaan kedudukan seseorang dihadapan
Allah, kecuali yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya pada Surat
al-Hujurat (49); 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
Artinya: Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki – laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa – bangsa dan bersuku – suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti. (Q.S. al-Hujurat (49); 13)
Ayat ini menjelaskan bahwa yang paling dekat dan mulia di sisi
Allah adalah mereka yang bertaqwa kepada Allah. Tidak ada perbedaan di antara
mereka sehubungan dengan kehidupan di dunia. Oleh karenanya ayat ini sangat
menjunjung tinggi perbedaan di antara manusia. Perbedaan itu diciptakan agar
saling mengenal antara satu dengan lainnya. Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab juga mengajarkan kepada kita agar memperlakukan manusia sesuai dengan unsure
kepatutan semestinya yang harus dilakukan untuk semua orang. Urusan hati hanya
Allah yang tahu. Manusia hanya saling mengingatkan dan tidak punya hak
untuk saling mengkafirkan apalagi
menjustise seseorang sebagai ahli neraka. Masihkah Pancasila disebut thaghut?
Persatuan Indonesia. Sila ketiga mengajarkan kepada seluruh elemen
bangsa untuk mengedepankan persatuan, bukan permusuhan. Bukankah Islam datang
untuk menebarkan kedamaian. Islam menginginkan agar kita bisa menjadi penyebab
persatuan dan kebaikan antar umat yang saling bermusuhan. Perhatikan Surat
al-Anfal (8); 1:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ
قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ
بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (1)
Artinya: Mereka menanyakan kepdamu (Muhammad) tentang
(pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik
Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertaqwalah
kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada
Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang – orang yang beriman. (Q.S.
al-Anfal (8);1)
Seringkali karena urusan dunia seseorang berselisih paham bahkan
saling bermusuhan antara yang satu dengan yang lain. Konteks ayat ini juga
menggambarkan kepada kita, bagaimana dahulu para sahabat ketika mendapatkan
rampasan perang,-yang juga berkaitan dengan harta dunia, berselisih paham
antara satu dengan lainnya hingga hal itu sampai kepada Rasulullah dan turunlah
ayat ini. Pesan yang disampaikan terutama adalah pada memperbaiki hubungan di
antara sesama. Sebuah isyarat yang menunjuk pada perbaikan jalinan hubungan
antar manusia yang ujungnya adalah persatuan. Masihkah pancasila dianggap
thaghut?
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaraha/perwakilan. Sila keempat mengedepankan musyawarah sebagai langkah
yang ditempuh untuk menentukan sebuah kebijakan. Musyawarah termasuk hal yang
dianjurkan oleh Islam juga. Segala sesuatu yang dilaksanakan berdasarkan
musyawarah akan menghasilkan hasil yang positif dan baik bagi semua pihak. Secara
tegas al-Qur’an juga menyebutkan tentang pentingnya musyawarah ini dalam Surat
al-Syura (42); 38:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا
لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (38)
Artinya: Dan (bagi) orang – orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang
Kami berikan kepada merreka. (Q.S. al-Syura (42); 38)
Islam mengajarkan kepada umatnya bermusyawarah dalam menyelesaikan
urusannya. Urusan yang berhubungan dengan kehidupan di dunia ini. Oleh karena
itu musyawarah menjadi pilar penting dalam kehidupan umat Islam dalam membangun
hablun min al-Nas. Benarkah pancasila dengan sila keempat ini disebut sebagai ideology
thaghut dan kafir?
Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila kelima mengajarkan
tentang pentingnya berbuat adil untuk sesama khususnya warga Indonesia karena
pancasila adalah ideology bangsa Indonesia. Islam mengajarkan keadilan ini,
bahkan tidak hanya untuk sesama umat Islam, kepada mereka yang kafir pun kita
wajib berbuat adil selama mereka tidak menampakkan diri dalam memusuhi umat
Islam, seperti mengusir dari negaranya atau menyerang dengan senjata. Ini jelas
termaktub dalam ayat al-Qur’an Surat al-Mumtahanah (60); 8:
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ
وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8)
Artinya: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang – orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak
mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang –
orang yang berlaku adil. (Q.S. al-Mumtahanah (60); 8)
Aspek keadilan menjadi aspek yang ditekankan oleh agama Islam
meski kepada non muslim sekalipun. Demikian halnya dengan ideology pancasila. Pancasila
sila kelima merupakan ideology yang juga memperjuangkan keadilan. Tetapkah anda
beranggapan pancasila sebagai ideology thaghut dan kafir?
Sungguhpun pancasila bukan lahir dari Islam Arab, namun isi
ajarannya tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Bahkan sejalan dengan semangat Islam untuk menebarkan kedamaian di muka
bumi ini. Ini lah kecerdasan dan kebijakan para ulama kita yang sadar akan
keberagaman bangsa ini. Coba saja bila negara ini dijadikan negara Islam
barangkali banyak di antara umat agama lain yang akan memisahkan diri dari
negeri zamrud katulistiwa ini.
Lantas semua sila yang ada itu di masukkan ke dalam dada Garuda. Artinya
tidak cukup hanya dihapalkan dan dijadikan sebagai bahan perdebatan, tetapi
masukkan ke dalam hati sehingga mampu menjiwai setiap gerak tubuh dalam
menebarkan kedamaian. Kedua kakinya memegang erat tulisan berbunyi, “Bhineka
Tunggal Ika”, berbeda – beda tetapi tetap satu jua.
Hakikat manusia dan seluruh makhluk ini berasal dari Dzat Yang
Maha Satu, Allah. Dial ah Tuhan yang patut disembah. Ketika iman telah tertanam
di dalam dada maka puncak kesadaran tertinggi adalah manakala ia sadar bahwa
setiap apa yang keluar dari lisannya, tergerak dari anggota tubuhnya, semua
berasal dari Dzat Yang Maha Satu, Allah SWT. Ini lah makna iman yang sempurna
yang terasa dalam kesadaran hati bukan hanya terucap secara lisan bahwa, sesuai
ayat al-Qur’an Surat al-Qashas (28); 88:
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ
إِلَهًا آَخَرَ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ
الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (88)
Artinya: Dan jangan (pula) engkau sembah tuhan yang lain selain
Allah.Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Segala sesuatu pasti
binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya
kepada-Nya kamu dikembalikan. (Q.S. al-Qashas (28); 88)
Selain Allah akan binasa, hanya Dia yang kekal. Dia lah yang Maha
Tunggal, Ika. Memang kita berbeda dan jangan dipaksakan untuk sama. Tetapi sadarilah
bahwa perbedaan itu adalah bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya, yang apabila
kita kenali dan pahami akan menjadikan kita sebagai pribadi yang memiliki
kesempurnaan iman di hadapan-Nya. Tidak menghargainya sama artinya tidak paham
akan kasih sayang dan rahmat-Nya.
Komentar
Posting Komentar