Mengambil Ibrah dari Setiap Peristiwa
(Seri Khutbah Jum’at)
Sebagaimana biasa, khatib mengajak kepada jama’ah jum’at untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah Swt., dengan sekuat mungkin menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dengan bekal iman dan taqwa, kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat bisa diperoleh.
Setiap apa yang terjadi di dunia ini, secara qadrati merupakan bagian dari takdir Allah Swt. Tidak ada satu peristiwa pun di dunia ini melainkan atas kehendak dan ketentuan-Nya. Kewajiban kita sebagai seorang mukmin yang muslimlah menerima semua itu dengan hati sabar, ikhlas dan lapang dada. Siapa yang ikhlas menerima akan diangkat derajatnya, dan siapa saja yang tidak ridha terhadap semua ketentuan-Nya, murka Allah Swt. teruntuk baginya.
Namun, meski demikian adanya, bukan berarti seseorang bersikap pasif, diam menerima tanpa mau berusaha. Usaha dan ikhtiar merupakan satu keharusan bagi setiap mukmin karena diperintahkan oleh Allah Swt. Yang tidak diperbolehkan adalah memaksakan hasil dari apa yang telah diusahakannya sehingga ambisi terhadap sesuatu itu kerapkali berujung pada hal-hal negatif yang tidak diinginkan.
Selayaknya juga bagi seorang mukmin untuk senantiasa bersyukur terhadap apa yang telah diberikan Allah Swt. Betapa banyak nikmat yang telah diberikan hingga kita tidak mampu menghitungnya. Bersyukur bahwa pada hari ini, kita masih mendapatkan nikmat sehat sehingga bisa menjalankan kewajiban berupa jamaah jum’at. Bersyukur bahwa kesehatan yang diberikan tidak menghalangi kita untuk menjalankan ketaatan, sementara di sisi lain banyak orang sehat namun mereka belum bisa/tidak mau menjalankan ketaatan berupa shalat jum’at. Beruntung karena di sisi lain banyak orang yang ingin melaksanakan shalat jum’at, namun karena sedang sakit mereka tidak mampu menjalankan shalat jum’at sebagaimana mestinya.
Di akhir-akhir ini, banyak kita mendengar mewabahnya virus penyakit yang mengerikan menimpa sebagian saudara kita sesama anak Adam As., yakni di wilayah Wuhan China. Virus penyakit yang mengerikan yang telah merenggut banyak korban nyawa. Menjadi satu momok yang menakutkan bagi semua orang tidak hanya yang tinggal di Wuhan, namun juga manusia di belahan bumi lainnya.
Tentu, musibah ini merupakan ketentuan, taqdir dari Allah Swt. Namun, selayaknya bagi kita umat Islam untuk senantiasa introspeksi diri, mawas diri, mengapa peristiwa yang mengerikan itu bisa terjadi di dunia ini. Kita tidak perlu mencari kambing hitam dari musibah yang sedang terjadi, pun pula menduga-duga dengan menyebut kesalahan beberapa gelintir orang di dalamnya.
Musibah yang terjadi, boleh jadi merupakan sebuah penanda bahwa satu kaum akan diangkat derajatnya karena ia sedang diuji oleh-Nya. Diuji seberapa sabar nya ia, seberapa besar hatinya mampu menerima ujian, serta mengasah dirinya untuk berusaha meningkatkan kualitas diri dengan berfikir keras menemukan solusi-solusi yang bisa menyelasaikan persoalan tersebut. Boleh jadi juga hal itu merupakan bala’ yang dengannya suatu kaum diperingatkan oleh Allah Swt. atas penyimpangan dan kemaksiatan yang selama ini telah dijalaninya.
Setiap petaka dan musibah, berdasarkan ayat al-Qur’an Surat Rum (30); 41, merupakan hasil dari ulah tangan-tangan manusia. Allah Swt. berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Rum (30); 41).
Munculnya berbagai ujian, cobaan dan musibah boleh jadi merupakan buah dari apa yang selama ini kita tanam sebelumnya. Jika kita menanam kebaikan, tentu hasilnya adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, jika tanaman yang kita tanam adalah sesuatu yang buruk, maka bisa dipastikan hasilnya juga keburukan.
Sebagai contoh lagi misalnya, di daerah kita ini, nampaknya hujan enggan turun, sementara di daerah lainnya, di dekat kita, banyak terjadi peristiwa sebaliknya. Curah hujan tinggi, bahkan kadang tidak terkendali hingga terjadi banjir dan banyak tanggul-tanggul jembatan yang jebol akibat banjir bandang terjadi. Boleh jadi hal itu disebabkan karena kita sering menolak turunnya hujan, sehingga Allah menjauhkan kita dari rahmat-Nya berupa hujan. Karena itu jangan sampai kita menolak rezeki yang diberikan Allah melalui orang lain, karena boleh jadi, satu penolakan itu akan berujung pada dicabutnya rizki tersebut, kecuali jika memang ada udzur syar’i yang memaksanya.
Untuk menanggulangi semua musibah dan bala’ tersebut, sesungguhnya ada cara yang mesti dilakukan oleh setiap muslim yakni menghadirkan Rasulullah Saw. di hati kita setiap saat dan memperbanyak istighfar dan taubat kepada Allah Swt.
Di dalam al-Qur’an, Allah Swt.berfirman:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Qs. Al-Anfal (8); 33)
Sekali-kali Allah Swt. tidak akan mengazab hamba-Nya selama Rasulullah Saw. ada di antara mereka. Secara fisik, tentu jasad beliau telah disemayamkan di Madinah. Beliau telah wafat, jauh sebelum kita dilahirkan. Namun, beliau tetap ada selama kita membutuhkan syafaatnya.
Tentunya hubungan dengan beliau Rasulullah Saw. ini bisa kita bangun dengan cara memperbanyak shalawat kepadanya. Dengan memperbanyak shalawat kepadanya, maka kita akan dirindukan oleh beliau sehingga kita akan mendapatkan syafaatnya. Pertanyaanya, bukankah saat ini banyak majlis-majlis shalawat? Lantas bagaimana kebenaran firman Allah Swt.?
Kita yakin, firman Allah Swt.pasti benar adanya. Kesalahan mungkin ada di dalam diri kita. Kita membaca shalawat, tetapi hati kita kosong dan jauh dari cinta kepada Rasulullah Saw. sehingga Rasul, tidak ada di antara kita. Karena itulah, sepatutnya kita perbaiki adab kita di dalam membaca shalawat kepadanya.
Selanjutnya dengan memperbanyak istighfar. Istighfar merupakan wujud dari pengakuan kita terhadap dosa dan kesalahan-kesalahan kita di masa lalu. Memperbanyak istighfar bisa berarti memperbanyak taubat kepada Allah Swt. Berusaha menjaga diri dari setiap sikap, perilaku dan tindakan yang tidak diridhai-Nya. Perilaku yang bisa menyebabkan kemurkaan-Nya.
Dengan memperbanyak istigfar dan mohon ampun atas semua kesalahan, Allah Swt. akan menyelamatkan kita dari semua musibah dan marabahaya. Semoga kita bisa mengambil ibrah dari semua peristiwa dan kejadian yang ada di sekeliling kita, menjadikannya sebagai bahan untuk senantiasa introspeksi diri dan memperbaiki kualitas diri sehingga kita bisa kembali kepada-Nya dengan husnul khatimah. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa memperbanyak taubat dan senantiasa menghadirkan pribadi Rasulullah Saw. di hati kita. Dengan begitulah, kita akan menjadi orang-orang beruntung di dunia dan menghadap kepada-Nya dengan membawa hati yang selamat berupa husnul khatimah. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar